Shani merangkul punggung Gracia, malam itu cuaca sangat dingin, sebab hujan baru berhenti setengah jam yang lalu.
Keduanya tertawa bersama, berjalan menyusuri trotoar jalanan ibu kota, sesekali Gracia digoda Shani dengan gombalan receh.
"Eh Shan," panggil Gracia.
Shani menghentikan tawanya, "kenapa, Gre?"
"Kamu yakin hari ini ngga salah makan?" Gracia menatap Shani.
"Aku ngga salah makan kok," Shani mencuri kecup pada kepala Gracia, beruntung dia memiliki postur tubuh yang tinggi.
"Kirain salah makan."
"Memangnya kenapa?" Shani melepas rangkulnya.
"Kamu kaya orang kelebihan gula hari ini," Gracia menautkan jarinya pada tangan jemari tangan Shani, "tapi aku seneng liat kamu bisa selepas ini."
Shani tersenyum menanggapi, menatap lurus pada jalan didepannya, "emangnya salah kalo aku kaya orang kelebihan gula?"
Gracia menggelengkan kepalanya, tersenyum manis, "ngga salah kok, aku seneng malah."
"Kenapa seneng?"
"Seneng aja, kamu ngga datar kaya biasanya. Kamu kelihatan jadi lebih hidup," Gracia merapatkan tubuhnya pada Shani.
"Kamu bisa aja deh," Shani mengacak pelan rambut Gracia.
Keduanya sampai di depan gedung apartemen Shani, lalu bergegas untuk masuk kedalam gedung. Shani menyapa beberapa staff yang masih berjaga, lalu memencet tombol lift.
Saat pintu lift terbuka, Shani menarik Gracia untuk masuk, memencet angka enam.
"Kamu jadi nginep?" Shani melirik Gracia yang ada disebelahnya.
"Jadi kok, tadi udah izin juga ke mama lewat chat," Gracia menyodorkan ponselnya, "oh iya, besok pas anter aku balik, kita mampir ke toko roti ya?"
Pintu lift terbuka, Shani berjalan lebih dulu ke unit miliknya, lalu membukakan pintu untuk Gracia.
"Boleh ya mampir ke toko roti?" Gracia mengulangi pertanyaannya.
"Iya, Gracia, boleh. Mama yang titip?"
Gracia duduk di sofa milik Shani, melepas sepatunya, "iya, mama suruh ambil pesanan."
Shani masuk kedalam kamarnya, mengambil beberapa lembar pakaian miliknya, kemudian menghampiri Gracia.
"Kamu mandi dulu, Gre, handuk barunya udah ada di kamar mandi. Ini pakaian kamu, aku mau bikin minum dulu." Shani meletakan pakaian itu dipangkuan Gracia, lalu pergi menuju dapur.
Selang lima belas menit, Gracia menyusul shani di dapur, "aku udah mandi, giliran kamu yang mandi."
"nanti aja deh, kamu duduk dulu sini. aku udah bikin cokelat hangat," Shani menarik kursi untuk Gracia duduki.
"kamu bikin dua? tumben ngga bikin kopi." heran Gracia.
Shani terkekeh, "tadinya sih mau kopi, Gre, tapi ngga jadi. hari ini aku udah minum tiga gelas, bisa-bisa ngga tidur seminggu kalo nekat ngopi lagi."
"serius tiga gelas?" tanya Gracia tak yakin.
"iya, pas sarapan, terus makan siang, lanjut lagi pas sama kamu tadi sore."
"gila, maniak banget," Gracia tak habis pikir, "pantes kamu kelebihan gula."
"kopinya ngga manis tahu, jadi ngga ada tuh yang kelebihan gula," Shani merengut sebal.
"jangan kebanyakan, Shan, kafein ngga baik buat tubuh kalo dikonsumsi berlebihan." Gracia menasihati.
"iya, janji deh bakal dikurangi kopinya, yang boleh berlebihan itu cuma kadar cintaku ke kamu aja ya, Gre?" Shani menarik kedua bibirnya.
"apaan sih, gombal terus kerjanya." Meskipun mengucapkannya dengan nada ketus, sesungguhnya Gracia tersipu malu. Shani tipe orang yang tidak bisa menggombal, tapi sekalinya Shani menggombal, ribuan kupu-kupu berterbangan didalam dada Gracia.
"loh, aku ngga gombal," Shani menarik kedua tangan Gracia untuk dia genggam, "liat dong tampang aku, serius gini malah dibilang gombal."
"huhhh, iya-iya. kamu beneran nggaa mau mandi?"
Shani menggeleng, menggeser kursinya ke sebelah Gracia.
"Gracia," panggil Shani.
"kenapa Shani?"
"kalo aku bilang, aku cinta sama kamu, kamu percaya?" tanya Shani.
Gracia mengangguk, "kenapa kamu tanya gitu?"
"ngga apa-apa, cuma nanya aja," Shani kembali meraih kedua tangan Gracia, "aku cinta kamu setulus hati, aku bakal berusaha jadi pacar yang baik buat kamu. Aku tahu kamu pernah trauma sama hubungan kaya gini, seseorang di masa lalu kamu pergi dari hidup kamu, dan aku ngga bakal ngelakuin hal yang sama."
Gracia diam memperhatikan shani, tak tahu apa yang harus dia lakukan.
"kalo aku melakukan satu kesalahan, kamu cepat-cepat tegur aku ya, Gre, biar aku bisa memperbaiki diri." lanjut Shani.
Gracia tersenyum, menangkup wajah Shani dengan kedua tangannya, "sejauh ini, kamu ngga pernah ngelakuin kesalahan apapun, Shan. Aku juga bakal tegur kamu kalo kamu salah, tanpa harus kamu minta hal itu."
Shani memperhatikan dalam-dalam wajah Gracia yang tengah tersenyum, rasa hangat menjalar kedalam hatinya.
"jangan pernah jadi orang lain, tetap jadi Shani yang selama ini aku kenal, aku lebih suka itu," Gracia mengusap wajah Shani, "tapi kalo kamu bosan sama aku, tolong bilang ya."
"aku ngga akan pernah bosan, Gracia," ucap Shani lantang.
"kita ngga tahu hari esok gimana, Shani, jangan sesumbar." Gracia menghela napas.
"kalo aku bosan sama kamu, artinya kamu udah bukan jadi prioritasku lagi. Tapi selepas hari ini, besok dan seterusnya, setiap hari rasa cintaku bakal terus bertambah satu persen. Sampai akhirnya kita akan menikah," Shani mengecup puncak kepala Gracia.
Sementara Gracia tercengang mendengar kalimat terakhir yang Shani ucapkan.
"becanda kali, tegang banget mukanya," Shani tak tahan untuk tidak mencubit kedua pipi Gracia, sungguh wajah Gracia sangat menggemaskan.
"apa deh, orang lagi serius juga." Gracia bersungut.
"gini loh Gracia, maksudnya aku, saat kamu berada di titik jenuh, selalu ada dua pilihan. pertama, kalo kamu bosan dengan rutinitas hubungan kita, satu kamu boleh coba hal yang baru. Atau yang kedua, kamu cuma perlu istirahat sebentar, ngga harus melakukan kebiasaan kita, cuma butuh waktu sendiri, dan aku pasti bakal coba buat mengerti keadaan kamu," jelas Shani panjang. "Hal itu juga berlaku buat aku," lanjutnya.
"ha?" Gracia tidak mengerti.
"ya intinya gitu deh, jangan paksa aku buat ulang kalimatnya, aku udah lupa apa aja isi omongan aku barusan," ketus Shani, "yang jelas, Gre, kalo aku udah mulai benar-benar merasa bosan sama kamu, aku ngga keberatan untuk mengulang kembali kisah manis kita dari awal dan mengukirnya kembali bersama kamu." Kalimat itu menjadi penutup, setelahnya hanya ada keheningan. Entah siapa yang memulai duluan, bibir milik keduanya mulai berpagut, saling menuntut untuk mendominasi.
selesai.
Semoga masih nyambung, dan feelnya dapat.
Part ini jadi penutup, terimakasih untuk kalian semua yang rela membuang waktu membaca ceritaku. Maaf jika masih banyak kekurangan, atau jika ada kalimat-kalimat yang tidak dapat dipahami.Sampai bertemu di lain kesempatan ya ^_^
--sj