28. Eskapisme

1K 149 43
                                    

"Ramai-ramai pengikut media sosial milik pemuda itu menghilang. Ada kemungkinan pamornya akan segera lenyap akibat peristiwa ini."

"Sebagai salah seorang murid di sekolah kenamaan, A dikenal sebagai orang yang memiliki banyak teman. Hal itu dibuktikan dari postingan media sosialnya yang penuh akan kebahagiaan masa remaja. Namun kini, bisa didapati postingan itu sudah dihapus hingga menyisakan beberapa foto saja. Adakah kemungkinan tak ada teman yang bersedia datang di saat titik terendah A?"

Arka membenci berita, sangat tidak menyukainya. Apalagi, jika kemungkinan berita itu akan memuat informasi mengenainya. Cukup dengan masyarakat yang ramai-ramai mengkritik perbuatannya di media sosial, tetapi jangan pula dengan media televisi menayangkan hal yang sama.

Bukankah dapat ditebak alasannya memilih untuk pindah sekolah?

Manusia begitu dengan mudahnya berubah. Kemarin, mereka masih bisa tertawa bersama dan memadu suka cita seolah tiada hari esok. Namun lusa, hanya ada keburukan satu sama lain yang disampaikan.

Arka merasakan semuanya. Tentang bagaimana teman-teman yang ia pikir sungguh dapat diandalkan, berbalik mengkhianati begitu peristiwa besar tengah menghantam takdirnya. Semua cerita indah yang dulu pernah diukir bersama, menghilang bersamaan tenggelamnya mereka dalam ingatan manisnya.

Berkutat dua tahun dalam lingkungan yang tak bersahaja, membuat Arka memutuskan untuk melangkah lebih jauh; pindah sekolah. Ketidakinginannya menjalin hubungan dengan orang lain, perlahan memudar begitu sosok tersebut muncul di hari pertama ia pindah.

Arka pikir, hanya sebuah kebetulan belaka ia tertarik pada seseorang yang pada saat itu bertabrakan dengannya. Ia yang memperkenalkan diri sebagai seorang murid baru yang tak mengetahui posisi ruang guru, membuatnya tentu tampak sebagai orang bodoh. Ruang guru yang ada dalam jejeran bangunan depan, membuat tempat itu tentu dengan mudah bisa ditemukan.

Arka berbohong di hari pertama pada sosok yang dengan mudah menyita atensinya hanya karena ingin menghabiskan waktu lebih lama. Di hari itu, ia mengetahui nama gadis tersebut; Rara.

Sempat terlintas tanya di benaknya mengapa ia begitu tertarik dengan Rara, sedang mereka adalah orang asing. Ia merasa unik. Sesuatu itu bukan perasaan yang bisa disimpulkan sebagai perasaan tertarik karena lawan jenis, tetapi lebih terarah pada ia yang merasa aneh.

Kini, Arka tahu mengapa. Rara memang orang yang tak asing. Figur wajah laki-laki itu ada dalam wajah Rara; mata, hidung, bibir. Semuanya.

Dua hari usai kecelakaan lalu lintas itu, ia berakhir di rumah sakit dengan luka yang mengisi seluruh tubuhnya. Dalam benak Arka si remaja tujuh belas tahun, dunianya hancur akibat kecelakaan itu, meski ia sendiri tahu ada keluarga kecil yang hatinya jauh lebih hancur daripadanya.

Dalam ruang rawat, ditatapnya sebuah foto yang ia dapatkan dari salah seorang petugas kepolisian. Foto itu adalah foto kusam tentang sepasang suami-istri yang tengah tersenyum ke arah kamera. Mungkin, potret itu diambil saat mereka jauh lebih muda, mengingat sisi foto tersebut sudah menguning karena usia. Arka mengenal mereka sebagai korban kecelakaan yang ia perbuat; orang tua Rara.

Arka mengerti mengapa banyak orang yang tak menyukai dirinya di sekolah. Semenjak ia belum pindah, mereka tentu sudah mengenal sosoknya yang penuh akan berita negatif. Maka, butuh satu bulan untuk seluruh rahasia umum yang ia simpan rapat-rapat kemudian terbongkar dengan mudah.

***

Begitu sebuah tamparan mendarat di wajahnya, Arka tak menolak atau bahkan melawan. Yang dilakukannya hanya berdiam diri, menikmati rasa nyilu yang merambati pipi hingga menyesaki dadanya. Tamparan ini masih tak seberapa dari yang pernah ia dapatkan sebelumnya.

IF I HAD MAGIC[1]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang