Rara tak akan mengorek mengenai apa saja yang pernah terjadi pada masa lalu Arka. Mungkin, apabila pemuda itu mau terbuka terhadapnya, maka itu bisa menjadi poin plus dari hubungan mereka. Sedang jika memang masa lalu itu diinginkan untuk ditutup, maka ia dengan senang hati akan ikut tutup mata. Hubungan mereka masih sedini itu untuk saling terbuka satu sama lain.
Arka mungkin bukan lelaki paling sempurna yang pernah ia lihat sebelumnya. Namun dengan kehadiran pemuda itu dalam jalur takdirnya, Rara bisa merasakan sesuatu perlahan berubah. Kehidupan remajanya yang hanya terasa begitu-begitu saja, kemudian mulai menampakkan sedikit warna baru. Bukankah memang demikian? Kedatangan orang baru, maka kehadiran cerita baru.
Maka pagi itu saat Rara melewati ruangan demi ruangan, sosok yang sedang berada di pikirannya muncul. Si pemuda langsung meraih buku yang lagi-lagi dititipkan oleh seorang guru untuk dibawakan pada salah satu kelas.
"Lo kenapa harus mau banget bawain buku kaya gini, sih?"
Pertanyaan Arka memang masuk akal. Mengapa ia harus membantu guru yang menitipkan beberapa buku untuk dibawa ke kelas tujuannya? Ia bahkan mungkin tak akan mendapat nilai tambahan, atau bahkan nilai kesopanan di raport tak juga akan bertambah nilai. Namun, entah mengapa Rara merasa senang saja. Kendati ia memang seorang yang sulit mengekspresikan diri, membantu orang lain sekecil apapun hal itu rasanya cukup menyenangkan.
"Seneng aja." Rara menjawab.
Mendengar jawaban darinya yang terdengar tak cukup memuaskan, membuat Arka menggeleng. Mungkin pemuda itu merasa tak habis pikir dengan ke arah mana pemikirannya berlanjut.
Selesai dengan mengantarkan buku yang dititipkan, Rara langsung menuju kelasnya. Ia pikir, Arka tak akan mengikuti ke arah mana ia melangkah. Namun pemuda itu ternyata memilih mengantarkan ia ke kelas dengan dalih ingin berlama-lama dalam menghabiskan waktu bersama.
"Aneh nggak sih pacaran, tuh?" Arka berkata di sela-sela keheningan yang menyelimuti keduanya saat mereka tengah berjalan menuju ruang kelas 11 IPA 1. "Gue liat orang bucin ke pacarnya, kaya aneh banget. Tapi waktu gue yang ngelakuin, kaya normal aja gitu." Ia tertawa, menertawai apa yang ia lakukan.
Rara tak kuasa menahan senyum geli mendengar pernyataan tersebut. Memang benar apa yang dikatakan Arka. Berkali-kali ia memaksakan diri untuk merasa normal apabila melihat orang lain saling mendalami peran sebagai budak cinta, tetapi mengalami kesulitan. Sedang ia sendiri, harus ia akui perasaan semasa remaja ini benar-benar memabukkan, sesuatu yang berbahaya apabila tidak dikendalikan dengan akal sehat.
Arka mengantarnya hingga mencapai depan kelas. Tidak butuh waktu lama untuk pemuda itu menjadi pusat perhatian murid-murid yang melintas, termasuk juga teman sekelasnya. Tentu saja hubungan mereka sudah menjadi rahasia umum. Rara tak membuat pengumuman mengenai akhir pelabuhan kisah mereka, tetapi manusia yang dengan mudah membuat kesimpulan sudah tentu membuat perkiraan akhir cerita mereka bagaimana.
"Lo ngerasa nggak nyaman gue anterin sampai kelas?"
Menyadari dirinya sedang diperhatikan, Rara gelagapan sendiri. Rupanya gelagat yang ia tunjukkan pada Arka sudah menjadi fokus pemuda itu sedari tadi.
"Gue nggak seganteng itu bisa dijadiin rebutan kaya di cerita-cerita yang mungkin pernah lo tonton." Arka tertawa pelan, sedikit menyombongkan fisiknya yang memang Rara harus akui menawan. "Kalo lo mau tau, tetep lo yang jadi nomor satu di hati gue."
Setidak romantisnya Arka dalam berhubungan, pemuda itu tetap saja berhasil mengundang dentuman tak karuan dalam dadanya. Selalu ada cara unik yang digunakan lawan bicaranya tersebut dalam mempermainkan hatinya.
Rara tentu tak buta akan keberadaan remaja putri yang secara terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada orang yang berstatus sebagai pacarnya tersebut. Fisik atau mungkin kepribadian mereka yang menarik, tentu bisa membuat Arka yang normal bisa juga tertarik. Kepercayaan adalah satu-satunya hal yang bisa membuat ia dan Arka akan terus berhubungan dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF I HAD MAGIC[1]✓
Fiksi RemajaRara itu sederhana, sedang Arka itu rumit. Rara itu tidak menarik, sedang Arka itu menawan. Rara itu suka cerita pendek, sedang Arka itu suka puisi. Namun anehnya, mereka seperti sisi kutub magnet yang kemudian saling tarik menarik. Percakapan di s...