One

17 3 0
                                    

Untuk satu tujuan yang ada di hati, kita melangkah berpisah jalan di persimpangan. Tanpa tau kita kan bertemu lagi atau tidak.
Naza Alfares

Naza melangkah menuju kelasnya. X MIPA. "Yani!" ucap Naza seketika setengah berteriak saat melihat keberadaan Yani di ambang pintu kelas. Naza segera menuju kelasnya itu. "Hai, baru nyampe?"

"Nanya siapa kamu Yan?" Naza celingak celinguk tak jelas. "Ya kamu lah Za?!"

"Makanya ngomong pake ujung, apa salahnya sih? Dua huruf cuma Yan!"

"Iya deh"

Naza kemudian masuk kelas dan meletakkan tasnya di sandaran kursinya. Naza menghela napas. Tiba-tiba...

Degh..

Jantungnya berdetak cemas. Kalau sudah begini pasti ada sesuatu. Jika ada yang salah atau lupa, pasti dari rumah ia merasa begini. Tapi tidak.

"Yan?"

"Ya?"

"Ada bang Razafh ya di luar? Kok cemas gini?"

Yani yang berdiri di ambang pintu dari tadi mengangguk. Pantesan aja! Gumam Naza.

Naza melihat jam di ponselnya. Jam setengah tujuh saja belum. Anak-anak asrama pasti lagi sarapan. Tapi kenapa ada Razafh jam segini?

"Kali ada urusan itu Za" ucap Yani seolah tahu apa yang di pikirkan Naza. Naza mengangguk setuju.

***

Jam menunjukkan pukul sembilan. Masih tiga puluh menit lagi untuk jam istirahat. Sedangkan Razafh sudah ingin keluar dari kelas. Lelah duduk berjam-jam. Setelah apel setengah tujuh tadi hingga saat ini Razafh memang belum keluar dari kelas.

Ingin rasanya Razafh berteriak agar bisa keluar. Bukan apa-apa, hatinya gelisah. "Eh Jap, kenapa? Dari tadi perasaan ga bisa diem?"

"Tau nih Rel, males banget, mana istirahat masih lama, gue mau keluar, gerah sumpah Rel!"

Varel hanya geleng-geleng kepala. Razafh memang tipe orang yang banyak setannya. Makanya gitu.

"Lu tadi pagi udah baca Al-Qur'an belom sih? Banyak setannya!" ucap Varel lagi. Tapi Razafh hanya mengedikkan bahu tak peduli.

***

Rizky menatap buku fisikanya. Kemudian membacanya. Saat sedang membaca beberapa teori, tiba-tiba ia mendengar...

"Hah? Seriusan? Huh, akhirnya si Naza beralih pandang juga ya? Tapi, si Razafh itu kan masih di bawah hm-hm? Kok bisa ya?"

"Iya, padahal katanya seleranya tinggi"

Dua adik kelasnya sedang asyik mengobrol atau menggosip saat lewat di hadapannya di koridor kelas sebelas dan menyebutkan sebuah nama. Naza.

Rizky tersenyum kecil. Ia masih ingat nama itu. Bahkan wajah sang pemilik nama. Seorang adik kelas dengan seribu satu perebut hatinya.

Lo apa kabar Za? Gue kangen, ujar Rizky dalam hati. Ya, Rizky bahkan masih berharap bahwa hingga detik ini tak ada yang memiliki gadis itu.

Bahkan ia berharap bahwa apa yang dikatakan dua adik kelasnya itu hanya bualan semata. Sayang, sekarang Rizky tak lagi satu sekolah dengannya seperti masih tingkat SMP dulu.

***

Naza melangkah gontai bersama Yani dan Zena menuju Talenta Mart sekolahnya. "Za, ntar jam dua talenta apa?"

"Eum... Lah perasaan Yani sama deh sama aku?"

"Eh iya, lupa"

"Kak!" sapa mereka bertiga serempak saat ada kakak kelas mereka yang lewat. Ya, itulah sistem pendidikan sikap di sekolah Naza. SMA INS. Setiap ada yang lewat atau bertemu di jalan mustilah disapa.

Drama In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang