Four

10 2 0
                                    

Ketika mata menatap wajahmu dalam diam, di sanalah terbesit rasa ragu. Ragu terbalasnya rasa, ragu akan rasa yang kau rasa. Takut impian tak terjangkau.
Razafh Elfasya

Razafh berjalan menuju persimpangan dari kantin. Saat akan berbelok ke jalan menuju rumah kak Faza, ia melihat Naza dan Zena.

"Bang Razafh, hari ini latihan bang?" tanya Naza. "Eum, tergantung sih, mau latihan?" tanya Razafh.

Naza menoleh pada Zena. Lalu kembali menatap Razafh. "Iya sih kalo bang Razafh bisa, kalo kita sih maunya gitu bang"

"Eum, iya udah, yang lain gimana?"

"Ya nggak tau bang, soalnya tadi juga udah aku tanyain sama mereka pada jadi nggak masuk panahan? Kalo iya bilangin kan biar bang Razafh bisa data soalnya pak kepala sekolah udah desak bang Razafh, tapi mereka pada diem aja bang"

"Mm, yaudahlah siapa yang mau aja"

"Iya bang, trus X MIPA juga cuma nama yang kemarin udah aku kasih tau aja bang"

"Iya tapi bang nggak bisa dari chat aja, abang maunya di data gitu ditulis"

"Iya sih bang"

Zena dari tadi hanya diam. Ia merasa jadi obat nyamuk. Yang benar saja? Sepanjang tali monyet mereka berdialog tapi tak sama sekali mengajak Zena? Ouh ya, begitulah kalau sudah bertemu si dia, dunia serasa milik berdua.

"Mm, yaudah! Mm, tolong bawain ya" Razafh menyodorkan tas panahnya pada Naza. Naza menyambut uluran Razafh.

Kemudian mereka berjalan menuju lapangan belakang kelas XII-XI untuk latihan panah setelah sebelumnya Razafh menemui kak Faza.

"Tolongin ya" Razafh mengulurkan tasnya yang berisi tali busur panah pada Zena dan Zena menerimanya.

Kemudian Razafh mengambil target panah kemudian mereka pergi menuju lapangan.

***

Jam menunjukkan pukul setengah empat, bel pulang pun berdering. Rizky segera memasukkan bukunya ke dalam tas, ingin segera pulang.

"Rik, lo mau kemana ini hari?"

"Pulang ajalah, capek nih! Mang kenapa?"

"Nggak latihan? Kita udah lama lho nggak main basket?"

"Au ah males! Mager gue"

"Yah, kapten kok lemes kayak karet?"

Tanpa menjawab pertanyaan atau pernyataan dari Ario Rizkypun berbalik hendak pulang.

Ario hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah si kapten. Kapten Mager bukan lagi Kapten Basket.

Rizky berjalan gontai menuju parkiran. "Rizky?"

"Ma? Mama mau pulang bareng Rizky?"

"Mama mau ada urusan dulu, kamu duluan, tapi inget jangan keluyuran! Langsung aja pulang, nanti nggak lama lagi mama pulang, mama mau ngomong penting sama kamu" tegas sang mama.

Rizky hanya mengangguk. Mau bagaimana lagi? Ia tak mau perjuangannya yang sudah nyaris di ujung ini tiba-tiba harus ia hentikan. Ini sudah tahun terakhir.

Drama In My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang