E N A M B E L A S

52 16 1
                                    

Di rumah Rama hari ini begitu ramai, karena sedang ada syukuran merayakan kenaikan pangkat Pamen (Perwira Menengah) seorang Raka Prayudha (Kakak Rama) yang saat ini menjabat sebagai Ajun Komisaris Besar Polisi atau biasa disebut AKBP.

Hadir di tengah - tengah orang berada dan berduit membuatnya seketika dilanda pusing. Karena jelas sekali obrolan mereka dari yang muda hingga tua tidak cocok dengan dirinya.

Meninggalkan ketiga sahabatnya yang masih sibuk berbincang dengan anak kenalan orang tua mereka, membahas fashion keluaran terbaru yang harganya bisa untuk biaya hidupnya selama enam bulan. Memilih untuk memisahkan diri, pergi ke halaman belakang yang dirasa sepi orang mungkin bisa membuatnya bernapas lega.

Tapi harapannya pupus kala melihat siluet seseorang yang amat ia hindari tengah berbincang cukup serius dengan seorang perempuan muda cantik dengan dress batik selutut yang elegan. Ya, memang tema acara hari ini adalah semiformal yaitu kebanyakan dari mereka yang hadir mengenakan batik. Tak terkecuali, Reno yang tampak gagah dengan balutan kemeja batik lengan panjang yang pas di tubuhnya dipadukan dengan celana kain hitam menggantung di mata kaki.

Memperhatikan berbagai ekspresi yang terbit dari wajah cantik perempuan itu cukup membuat Siena sadar bahwa perempuan itu bukan sekedar teman atau bahkan kenalan. Tanpa sadar, ia menghela napas. Dan melangkah kakinya menuju dapur indoor yang letaknya tak jauh dari gazebo dimana dua sejoli itu berbincang.

Seharusnya ia kembali ke luar bergabung dengan teman - teman yang lain. Siena lebih memilih untuk berdiam diri di dapur sambil memainkan ponselnya dan tanpa ia sadari sudah tenggelam dengan dunia sosial media tanpa menyadari kursi makan di hadapannya sudah di duduki seseorang yang tengah menatapnya sambil berpangku tangan.

"Asik banget, lagi ngapain sih?" suara rendah itu membuat gadis dengan mata belo itu mengalihkan atensinya.

Reno jelas tersenyum lebar sambil memundurkan tubuhnya untuk bersandar pada kursi. Berbanding terbalik dengan Siena yang menghela napas berat, seakan Reno adalah pengganggu terbesarnya. Memang iya, tapi nggak sadar aja orangnya.

Siena memutar bola matanya malas "Ngapain sih kesini?"

Reno menaikkan alisnya. "Emang kenapa kalau gue disini?"

"Ck! Ganggu, gue lagi pengen sendiri,"

"Yaudah samaan.." jawab Reno cepat. "Gue juga lagi pengen sendiri." Lanjutnya lagi dengan wajah tengilnya.

Tidak membiarkan dirinya berlama - lama berhadapan dengan Reno. Ia memilih bangkit berdiri untuk kembali ke depan bersama teman - temannya yang lain. Sebelum tangan hangat yang melingkup pergelangan tangannya membalikkan tubuh Siena sehingga berhadapan dengan pemilik mata elang dengan wajah seriusnya.

"Kenapa menghindar terus? Katanya mau ngobrol.."

Siena memejamkan matanya. "Jangan disini--"

"Yaudah mau dimana?" ujar Reno diiringi tawa renyah.

Sambil berusaha melepas tangan Reno dari pergelangan tangannya. "Lepasin dulu nggak?" Ancamnya dengan mata sinis.

"Lo bosen nggak, Na?" Tanya Reno tiba - tiba, sambil  melepaskan genggaman tangannya. "Gue bosen banget disini, mau keluar nggak?"

Tawaran Reno sangat menggiurkan, mengingat tidak ada yang bisa dilakukan disini selain kembali ke teras dan duduk sembari mendengarkan obrolan para sosialita yang tidak ia mengerti. Tapi disisi lain, keluar di tengah acara menurutnya kurang sopan, apalagi dengan Reno. Nggak dulu.

ALOHA SIENA! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang