Tak Selaras

43 1 0
                                    

Ibarat planet yang memiliki orbit, kita pun sama. Terus berotasi pada jalinan takdir yang kita punya. Berevolusi memutari perihal yang kita jadikan sebagai helios yang digdaya.

Waktu kita hampir tak pernah selaras. Padahal kita sama-sama hidup di bumi, bukan di mars. Sama-sama merasakan gravitasi, bukan melayang tanpa elevasi. Sama-sama memiliki dua puluh empat jam sebagai waktu dalam sehari, bukan malah mengalami dilatasi.

Semesta seakan tidak mengizinkan kita berjumpa. Terlebih lagi untuk bersama. Aku datang, kamu baru saja pergi. Aku bersikap biasa saja, namun kamu malah memiliki rasa. Aku punya rasa, namun kamu tak lagi sama. Waktu kita seolah berbeda. Padahal kita masih dalam lima belas derajat yang sama.

Seakan alam sudah berkonspirasi, definisi mengantarkan kita pada kata yang berbeda. Aku yang suka berbicara, kamu yang suka menutup suara. Aku yang suka tertawa, kamu yang sebatas tersenyum saat bercanda. Aku yang selalu terang-terangan ketika menyukai seseorang, kamu yang mengunci rapat-rapat hati yang kau punya.

Selisih di antara kita begitu tegas seperti hitam dan putih. Memaksanya bersatu pun akan menghasilkan warna abu-abu. Tak jelas. Tak berwarna. Interferensi kita destruktif. Bukan menguat, namun saling meniadakan.

Jika di dunia terdapat beberapa hal yang tidak bisa kita paksakan, salah satunya pastilah kita. Aku tetap berlari di tempatku, kamu tetap bersinar di tempatmu. Kata ganti kita takkan pernah sempat kita rasa. Mungkin selamanya.

Bima Sakti, 2019.

Kita Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang