A

90 7 3
                                    

Garis takdir telah berpilin. Menjalin satu sama lain. Mempertemukan dan memisahkan. Mendulang suka lalu kemudian duka. Pertemuan merupakan hal yang lumrah, dan perpisahan sudah sah menjadi pasangannya dalam membentuk kisah. Rasa, mimpi, cita-cita, harapan, telah dijalinnya. Beradu, menyatu lalu terurai menuai tangis dan dera. Dan aku telah melewatinya. Bersamaan dengan waktu yang merubah hampir segalanya. Teman-teman disekitar, hingga tata pemikiran dan perkataan yang kita punya.

Ini kisah tentangmu. Aku merangkumnya sebab kamu pantas untuk dikenang, tidak untuk dilupakan.

Aku menemuimu, sebab takdir telah berkata, sudah waktunya bertemu. Genap enam tahun kita saling mengenal. Tiga tahun kita lewati, sebatas kenal denganmu dan kau pun begitu. Tiga tahun berikutnya, kita lewati dengan cara yang hampir sama. Namun bedanya, garis takdir kita berkehendak ingin bersinggungan.

Entah pada hari keberapa dalam enam tahun itu, kamu membayang langit bagi duniaku. Entah sejak kapan, dari enam tahun itu, aku terbiasa berjalan di belakangmu. Dan entah sejak kapan, aku mulai memperhatikanmu. Namun atensiku sebatas sahabat. Tidak lebih atau kurang. Dekat tidak menjamin erat, itulah kita.

Kita menamatkan masa sekolah bersama. Bahkan di hari kita berdiri bersama mengucapkan perpisahan, kita sudah lebih dulu saling mengucap pisah di ruang kelas sore itu, atau di panggung sederhana pagi itu. Berdiri tegap berdua. Ya, berdua. Aku kadang berpikir, kita adalah penggabungan paling tepat untuk mewakili seluruh siswa saat itu. Entah mengapa, kita selalu berpasangan dan dipasangkan. Pada akhir tiga tahun kedua itu, aku merasa, garis takdir kita berpilin panjang, membentuk banyak sekuens-sekuens penting, lalu terurai pada pagi cerah itu.

Lalu, tahun-tahun selanjutnya memisahkan kita, tanpa kabar, tanpa sapa. Hingga akhirnya semesta membuka jalan. Mempertemukan jalinan ruang dan waktu yang kita tempuh. Aku merasa bahagia sekarang. Sebab berkali-kali kita bertemu singkat, saling sapa. Kata "hai" sudah cukup bagiku.

Delapan tahun lebih, dan atensiku selalu tepat memilih. Pilinan takdir kita cukup bersinggungan, tak perlu menyatu. Biar langit tetap langit, dan bumi tetap membumi. Sedikitpun, jangan gerakkan ordinat mereka satu sama lain. Biarkan teman tetap terkenang teman, jangan kacaukan dengan rasa terbayang fatamorgana.

Bima Sakti, 2019.

Kita Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang