Mereka datang

12.5K 1.4K 110
                                    

"Abang nggak sarapan?"

"Nggak."

Aku mendekati Fathan, si sulung, yang pagi ini terlihat badmood dengan wajah datarnya.

"Ibu, bikin roti bakar kesukaan Abang," kataku masih melihatnya yang berdiri di samping lemari, dengan tangan dimasukkan dalam saku celana birunya.

"Dibekalin aja."

Aku menahan nafas.

Sesuatu telah terjadi, dan aku belum tahu apa yang sedang dialami anakku.

Meninggalkannya, aku kembali ke meja makan. Mengisi roti ke dalam bento, yang biasa dibawanya.

Lima potong roti, lengkap dengan saus nenas kesukaannya. Kemudian, aku menyerahkan padanya.

"Om Arga nggak pulang malam ini?"

Aku melongo, tiba-tiba Fathan nanyain mas Arga.

Nadanya, kurang bersahabat.

"Kenapa?" tanyaku.

Fathan bukannya menjawab, ia pergi meninggalkanku setelah berteriak pada adiknya ia tunggu di mobil.

Aku memijat pelipisku.

Ada apa dengan Fathan?

Pagi tadi, mas Arga berangkat awal karena ada janji dengan kliennya. Sekalian jemput mba Yeyen, katanya.

"Yuk, Bu."

Nathan menarik tanganku, membuatku tersenyum melihat semangat si bungsu setiap kali berangkat sekolah.

Aku duduk di depan, di samping pak Mahyar yang setiap pagi dan sore stanby untuk mengantar dan menjemput anak-anak.

"Makan malam, Abang mau dimasakin apa?" tanyaku, mencairkan keadaan antara diriku dan si sulung.

"Apa aja."

Aku menelan ludah.

Sepertinya, aku lebih baik diam. Karena, kulihat tidak ada niat Fathan berbicara.

Mungkin, nanti saja. Kalau dia pulang sekolah.

Dua puluh menit perjalanan, ku isikan dengan mengobrol ringan dengan pak Mahyar.

Hingga mobil kami, berhenti di depan gedung pendidikan anak-anakku.

Nathan duluan yang mencium punggung tanganku, karena anak itu melihat temannya memanggil.

Ketika giliran Fathan, aku menahan tangannya.

"Ibu minta maaf, kalau udah bikin Abang kesal," kataku, tidak sanggup melihat ia menanggung beban yang belum kuketahui.

"Umur Abang baru sepuluh. Tapi, Abang udah lihat om Arga cium Ibu. Abang nggak suka!"

Setelah mengatakan itu, Fathan masuk ke gerbang sekolahnya. Meninggalkanku dengan hentakan yang cukup dahsyat di dadaku.

Fathan melihatnya?

Sekilas, memory-ku memutar pada kejadian tadi malam, setelah menyelesaikan prakarya Nathan.

Madu Iparku (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang