Ada apa denganku

12.6K 1.4K 155
                                    

Vote-nya dong 😘

Mau lanjut nggak????

🌹
🌹
🌹

Makan malam yang aneh. Namun, mau tidak mau, aku harus mengikut sertakan diriku.

Dengan mata fokus pada nasi yang sudah kuisikan ke piringku. Sesekali, menanggapi seadanya, pembicaraan mas Arga dan Mba Yeyen.

Kadang, aku jawabnya masih menundukkan kepala. Aneh aja kalau aku lihat ke arah keduanya.

Terlebih ke arah mba Yeyen, mataku bisa salah fokus pada jejak yang ditinggalkan mas Arga di batang lehernya.

Perasaanku aneh.

Seperti ada yang mengganjal dinding hatiku.

"Biasanya, setelah ujian semester anak- anak ikut tour, kan Vi?"

Aku tersenyum sekilas, "Iya Mba," jawabku dengan memainkan sendok di atas nasi yang baru sedikit aku habiskan. "Tapi, kemarin nggak mau, anak-anak ikut mba Rida ke Medan."

Aku nggak tahu respons mba Yeyen, karena kepalaku dengan santai masih terpekur pada lauk dalam piringku.

"Vi."

Itu panggilan, dan aku harus melihatnya.

"Iya Mba?"

"Mas Arga nggak ngerepotin, kamu kan?"

Bola mataku bergilir ke arah topik yang sedang dibicarakan.

Lantas, aku menggeleng.

Dia nggak ngerepotin mba... Tapi, cukup bikin aku nggak nyaman.

Apalagi hari ini.

Tatapanku, cepat kualihkan ketika mata mas Arga membidikku.

Ku pertahankan mataku, hanya melihat wajah mba Yeyen. Nggak ke bagian yang lain.

Ya Allah...

...kok begini banget ya?

"Nessa, sama Papa yuk!"

Kupikir, setelah mengambil Nessa mas Arga akan pindah ke ruang tengah.

Ternyata tidak!

Ia masih menempati bangkunya.

Nasi di piring, rasanya tak ingin kumakan lagi.

"Dibawa santai aja Vi, nggak usah tegang."

Ucapan mba Yeyen, sukses buat aku menelan ludahku.

Sikapnya yang santai dan dewasa, sedikitnya mempengaruhi perasaanku saat ini.

Dan, bukannya santai.

Aku malah semakin canggung.

"Biar aku aja Mba," seruku, ketika melihat mba Yeyen, membawa piring kotor ke wastafel.

Aku mengikutinya ke dapur, meninggalkan mas Arga dan Nessa.

Mba Yeyen tetawa pelan, "Nggak apa-apa, Vi. Di rumah jarang aku pegang piring."

Aku tersenyum nggak enak.

Tahu bagaimana kegiatan mba Yeyen, di Solo.

Karena, dulu mba Yeyen sering cerita, bagaimana protektifnya mas Arga menyangkut kedua istrinya.

Tidak sekalipun mas Arga, membiarkan istrinya memgang alat dapur, beres-beres sampai kelelahan.

Suamiable banget ya?

Tapi, menurutku nggak banget.

"Pembantumu, nggak tinggal di sini, Vi?"

Pembantu?

Tidak sadar, aku tertawa. Dan membuat mba Yeyen mengerutkan keningnya dengan senyum di bibir.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

Aku bersandar di tembok, dengan sebelah kaki, ku lipat ke belakang, menopang dinding dan tangan mendekap dada. "Aku nggak punya pembantu, Mba."

Ya, aku menjawab dengan jujur.

Selama menikah dengan mas Fahmi, aku terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri. Sering, mas Fahmi membantuku

Apalagi hari minggu, kami gotong royong.

Mulai dari nyapu, cuci piring, cuci baju, sampai jemur kasur. Kami sering melakukannya bersama.

Kadang, tetangga tertawa melihat ulah kami setiap hari minggu. Ada aja kekonyolan yang kami lakukan.

"Bawa Nessa ke atas!"

Lamunanku, terhempas ke lantai. Berceceran hingga tak terbentuk, ketika mendengar suara mas Arga.

Mba Yeyen, mengambil Nessa dari suaminya, dan tersenyum ke arahku sebelum meninggalkan kami.

"Buatkan aku kopi, dan bawa ke kamar!"

Kenapa dengan mas Arga?

Rautnya itu sering kulihat akhir-akhir ini.

"Kamar mana?" tanyaku, sambil mengisi air ke panci. Mengisi seperempat air, sebelum ku panaskan.

Begitu kompor menyala, aku meletakkan panci di atasnya. Dan bersiap menyiapkan gelas, bubuk dan gula.

Tapi, ketika aku berbalik, jantungku nyaris melompat.

Mas Arga berdiri di depanku, dengan jarak yang sangat dekat.

"Maumu, kamar yang mana?"

Aku melihat ke arah pintu dapur, takut mba Yeyen masuk dan dia bisa salah paham.

"Geser dulu, Mas. Nggak enak."

Mas Arga menangkap lenganku, yang mendorong lengannya.

"Kamar yang mana, Vi?"

Aku memejamkan mataku, mendengar nada suaranya.

"Atas," sahutku pasti.

Dan, sekali lagi, aku terkejut.

Ketika bibir mas Arga mulai menaut pada bibir atasku.

Membuat pergerakan yang menyesakkan dadaku. Membuai organ mukutku, hingga mulutku terpaksa kubuka.

Sesapannya cukup nyaring dalam ruangan ini.

"Antarkan ke atas!!"

Air di sudut mataku, menyeruak. Ketika mas Arga mengakhiri ciumannya dan melenggang pergi meninggalkanku.

Aku berjongkok.

Menepuk dadaku.

Madu Iparku (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang