Pagiku yang harusnya berjalan seperti biasa, berbanding terbalik, karena ada sosok mba Yeyen yang menemaniku sarapan pagi ini.
Sementara laki-laki yang membuat kami berada dalam posisi seperti ini, tidak menunjukkan batang hidungnya.
"Kamu nggak sarapan, Vi?"
Ah...
"Iya Mba, ini piringnya baru mau diisi."
Nasi goreng kesukaan abang Fathan, nugget sosis kebanggaan Nathan sudah kuisi dalam piringku.
Namun, keduanya tidak ada di sini.
"Nggak usah ditungguin, orangnya lagi keluar."
Mba Yeyen menyadari sikapku?
Tapi, bagian tungguin tidak kuterima.
Karena aku nggak nungguin mas Arga, melainkan penasaran, jejak laki-laki yang sudah membuatku bergejolak tadi subuh.
Dan, ternyata, dia sedang pergi.
Aku menyuapkan sesendok nasi goreng, dan mulai mengunyah. Sedangkan mba Yeyen sudah menghabiskan sarapannya.
"Mas Arga sering ngopi, Vi?" tanya mba Yeyen setelah meneguk air putih.
"Lumayan, Mba."
"Perubahan yang cepat," gumam mba Yeyen dan terasa ringan di telingaku.
"Mas Arga bukan pecandu kopi, apalagi nikotin," lanjut mba Yeyen sambil tersenyum.
"Kecuali, sesuatu yang mengganggu."
Dan, kalimat mba Yeyen dibenarkan pikiranku.
Karena, selama hampir satu minggu kami tinggal bersama, bisa kuhitung laki-laki itu memintaku membuatkan kopi.
Belum selesai logikaku mencerna kalimatnya barusan, mba Yeyen kembali bertanya.
"Nggak ada yang ingin kamu tanyakan, Vi?"
Aku mengangkat kepalaku, menatap wanita yang menjadi maduku.
Tepatnya, madu iparku.
Ya Allah...
Kunyahanku terhenti.
"Mungkin, tentang Lina?"
Aku tarpaksa menelan nasi yang belum sempurna kukunyah.
"Atau, tentang mas Arga, yang menikahimu?" tanyanya lagi, dengan senyum manis terpatri.
Cukup pelan nada suara mba Yeyen, dan benakku tidak menangkap intimidasi dari nada kalimatnya.
Suapan terakhir, kuhabiskan.
Sementara rungu, menyimak dengan baik setiap ucapan mba Yeyen.
"Ada banyak hal yang ingin kukatakan, juga kubagi denganmu, Vi. Tapi, mungkin di lain waktu."
Aku tidak menanggapi, hanya fokus melihat ibu empat anak tersebut yang masih cantik.
"Karena aku harus pulang."
"Pulang? Kenapa mendadak?"
Mba Yeyen tertawa, mungkin melihat kekagetanku.
Baru saja tiba kemarin sore, kenapa sekarang pulang?
"Ada keperluan yang tak bisa kuwakilkan."
Aku mengangguk pelan.
Tak bisa menggali lebih lanjut, perkara kepulangannya yang sangat mendadak karena mba Yeyen seperti tidak ingin membicarakannya.
"Walaupun kamu belum bisa menerima mas Arga, tapi Mba mohon perlakukan dia dengan baik."
Dan, aku terpaku mendengar ucapan mba Yeyen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu Iparku (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)
General FictionHarga PDF 👉 70.000 "Mas sudah memiliki mba Yeyen dan mba Lina. Apalagi yang kurang?" "Fathan dan Nathan, keponakanku. Aku tidak ingin mereka kekurangan kasih sayang. Jadi, kamu hanya perlu menikah denganku!" "Maaf Mas, aku tidak bisa." "Aku jauh-ja...