"Tangannya mau pakai inai?"
Aku menggeleng, tawa mbak Rida membuatku kesal. Dia anak pertama, tapi kelakuannya lebih dariku yang bungsu. Beda dengan mba Lita, mbak-ku yang kedua itu sangat bijak.
Setiap kami punya masalah, pasti mba Lita yang akan turun tangan.
"Pakai saja, biar berasa pengantinnya."
"Mba Rida," tegur mba Lita, ketika ia masuk ke kamarku dan mendengar candaan mba Rida.
Mba Rida tertawa, "Apasih Ta, kali aja ini pernikahan terakhir Vi. Pakai dikit aja," katanya di sela tawa.
"Pemilik kukunya, nggak mau, Mba."
Aku tidak habis pikir sama mba Rida, anaknya yang besar sudah duduk di bangku SMA, tapi kelakuannya seperti anak gadis kemarin sore.
Entah kapan, kuku-kukunya sudah diwarnai inai. Punggung tangannya juga ada ukiran, semacam kembang.
"Sini deh Vi, mbak mu ini, pinter loh."
"Kuku saja, Vi." mba Lita jadi ikut-ikutan, mungkin tidak ingin mendengar suara cempreng mba Rida.
Aku tidak menghiraukannya, malah tertarik dengan bungkusan kecil di tangannya.
"Itu, apa Mba?"
Mba Lita melihat bungkusan di tangannya. "Nggak tahu juga, diantar suami Yuni barusan. Katanya untuk kamu."
Mba Rida bangun, mengambil bungkusan tesebut dan membukanya.
"Wow."
"Masya Allah."
Dua sambutan yang berbeda dari kedua mbak ku.
Sedangkan aku tertegun, melihat benda di tangan mba Rida.
"Romantis juga Arga, nggak nyangka aku!" mba Rida berekspresi lebay.
"Vi," panggil mba Lita menyadari aku hanya diam mematung.
Bukan karena benda itu cantik, indah dan sederet kata pujian yang lain.
Tapi, untuk apa?
Ini pernikahan ketiga lelaki itu, kenapa harus menyiapkan sesuatu yang berlebihan seperti ini?
Bunyi bip di ponselku menyita perhatianku.
Mas Arga.
Besok, aku yang akan memakaikannya untukmu.Aku cukup terkesima. Ini, pemberiannya, tidakkah berlebihan?
Setelah kemarin dua set pakaian, jilbab dan sepatu.
Dan, hari ini...
... Sebuah kalung yang ...
"Coba dulu, Vi."
"Besok saja," kataku mengelak cepat, sebelum mba Rida kembali berulah.
Apa yang dipikirkan mas Arga? Ia hanya menikahi seorang janda, kenapa harus repot seperti ini?
Dan, aku tidak suka sikapnya ini.
*****
"Saya terima nikahnya Deviana Amanda binti Hilman Ramli dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sejumlah tujuh belas juta dibayar tunai!!"
Suara mas Arga, menggema di dalam mesjid Al-Falah, dekat rumah ayah di daerah Cikampek.
Jantungku berdetak cepat, ketika mba Rida membawaku ke depan.
Kepalaku menunduk, hingga ustadz Fikri menyuruhku menyalami mas Arga ketika aku sudah duduk di sampingnya.
Aku tahu, sesaat lagi kaki ini akan mengikuti langkahnya. Aku tahu, tidak lama lagi tubuh ini menjadi miliknya. Dan, aku juga tahu, syurga neraka-ku bergantung pada mas Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu Iparku (Tamat- Cerita Lengkap Di PDF)
Fiksi UmumHarga PDF 👉 70.000 "Mas sudah memiliki mba Yeyen dan mba Lina. Apalagi yang kurang?" "Fathan dan Nathan, keponakanku. Aku tidak ingin mereka kekurangan kasih sayang. Jadi, kamu hanya perlu menikah denganku!" "Maaf Mas, aku tidak bisa." "Aku jauh-ja...