Malam pun tiba dengan dingin yang tidak biasa, menyelimuti kota dengan tenang. Suasana taman yang biasanya ramai menjadi sepi. Hanya lampu sorot taman menciptakan pola-pola cahaya di permukaan jalan. Di tengah keheningan, Moanna duduk di bangku taman, termenung dalam kekosongan malam. Tidak ada bintang malam itu. Tanpa cahaya yang memandu, ia merasakan kegelapan mengelilinginya, menciptakan suasana sepi yang semakin mendalam. Moanna merenungkan semua yang hilang—tidak hanya bintang-bintang di langit, tetapi juga hubungan yang ia rindukan. Dalam ketiadaan cahaya, pikirannya melayang kepada Dareen, kepada semua kenangan indah yang kini terasa begitu jauh.
"Malam tanpa bintang. Dar, harusnya ada kamu di sampingku malam ini." Katanya, merindukan sinar harapan yang biasanya menghiasi langit. Namun, meski tanpa bintang, Moanna tahu bahwa harapan masih ada di dalam dirinya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak menyerah, untuk terus berjuang meskipun langit tampak kelam. Dalam hatinya, ia percaya bahwa suatu saat, bintang-bintang itu akan kembali, menerangi jalannya.
Jauh sebelum hari menyakitkan, Dareen pernah memberinya bunga mawar putih, seperti ungkapan dari kemurnian dan cinta yang tulus. Moanna masih ingat betapa senangnya ia saat menerima hadiah itu, dengan senyuman yang tidak bisa ia sembunyikan. Saat itu, Dareen berkata, "bunga mawar putih, secantik Moanna malam ini, bahkan bulan pun mengakuinya." Kini, ketika mengingat mawar putih yang layu di vas di sudut kamarnya, Moanna merasakan campuran antara kerinduan dan penyesalan. Bunga itu mungkin telah pudar, tetapi kenangannya tetap hidup. Dulu, Dareen pun rela ikut aksi panjat tebing, hanya karena ingin membuat kejutan untuk Moanna di atas sana. Ia tahu betapa Moanna menyukai tantangan dan petualangan, jadi ia ingin memberikan sesuatu yang spesial—sebuah momen yang akan dikenang selamanya. Dengan tekad dan semangat, Dareen berlatih keras, meskipun ia sedikit ragu akan kemampuannya. Moanna merasakan beratnya rasa rindu. Hatinya penuh dengan kenangan-kenangan masa lalu, terutama tentang Dareen. Gadis itu teringat bagaimana dulu mereka sering menghabiskan waktu bersama, merasakan kebahagiaan yang sederhana namun mendalam. Di masa lalu, Dareen adalah sosok yang selalu membuat Moanna tersenyum, bahkan dalam hari-hari yang penuh dengan kesulitan. Keduanya sering duduk bersama di bangku taman, berbicara tentang impian dan harapan, bercanda dengan penuh keceriaan, dan berbagi rahasia yang hanya mereka berdua yang tahu.
Setelah perpisahan yang menyakitkan dengan ibunya, Moanna tinggal bersama ayahnya. Mereka tidak lagi bekerja di rumah keluarga Dareen. Moanna dan ayahnya hidup dalam kesederhanaan, dan Moanna harus menghadapi kenyataan hidup yang tidak mudah. Moanna tumbuh dari anak-anak menjadi remaja, melewati hari-hari SMA dengan banyak tantangan. Aushaf kini sering kali bekerja serabutan, mencari pekerjaan apa pun yang bisa dikerjakannya. Moanna sering kali ditinggal sendirian di rumah, merasa seperti dibiarkan dalam kesunyian yang luas.
Ekonomi yang tidak stabil membuat Aushaf sering kali marah dan frustrasi, dan Moanna menjadi sasaran kemarahan tersebut. Pernah suatu hari, ketika Moanna baru saja pulang dari sekolahnya bersama Dareen, Aushaf sudah menunggu dengan penuh kemarahan. Ketika Moanna mencoba untuk berbicara tentang sesuatu yang sederhana, ia tanpa sadar menyentuh salah satu titik ketegangan yang memicu ledakan kemarahan Aushaf. Ayahnya itu mulai berteriak dan mengeluarkan segala keluhan yang sudah lama terpendam. Ia akhirnya mengambil benda keras yang ada di dekatnya dan memukul Moanna dengan kasar. Kejadian itu sangat cepat, dan Moanna terkejut dan tentunya kesakitan.
Dareen, yang kebetulan masih berada di sekitar, melihat kejadian tersebut. Saat itu ia tidak berhasil mencegah apa yang terjadi. Trauma fisik yang dialami Moanna memperburuk kondisi mentalnya. Aushaf, setelah melepaskan amarahnya, meninggalkan Moanna yang penuh luka. Dareen melihat Moanna dalam keadaan yang sangat sulit dan merasa tidak berdaya. Dareen mendekati Moanna, yang duduk tertunduk di sudut ruangan. Ia tidak bisa membiarkan Moanna dalam keadaan seperti itu. Moanna mengangkat wajahnya yang penuh dengan kesedihan dan rasa sakit, matanya basah oleh air mata. Dareen meraih Moanna dalam pelukan hangat. Tindakan itu adalah ungkapan dari segala perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dareen mencoba memberikan kenyamanan dan dukungan di tengah kepedihan itu.
"Aku minta maaf, Moanna," Dareen berkata dengan suara bergetar, "maaf karena aku gagal melindungi kamu."
Moanna merasa nyaman dalam pelukan Dareen, meskipun rasa sakitnya masih terasa. Dalam pelukan itu, Moanna merasakan sesuatu yang sangat dibutuhkannya. Kesedihan yang mendalam masih ada, tetapi kehadiran Dareen memberikan secercah harapan dan rasa aman di tengah situasi yang kelam.
Setelah beberapa saat dalam pelukan, Moanna kembali mengangkat wajahnya dan menatap Dareen dengan penuh keseriusan. "Dareen, aku minta tolong. Apa yang kamu lihat tadi, aku mohon, tolong rahasiakan. Jangan beri tahu siapa pun."
Dareen menatap Moanna dengan penuh pengertian. Ia bisa melihat betapa pentingnya hal itu bagi Moanna, dan ia memahami bahwa ada alasan mendalam di balik permintaan itu. Meskipun Dareen sangat ingin melaporkan apa yang sudah Aushaf lakukan, ia berusaha menghormati permintaan Moanna.
Sedikit rintik membuat Moanna tersadar dari lamunan panjang tentang kehadiran Dareen di masa lalu. Hingga pada akhirnya hujan semakin deras, Moanna menundukkan kepala, merenungi kenyataan yang kini ia hadapi. Dareen, yang dulunya adalah sahabat dan kekasih, sekarang sudah terlalu jauh. Terlalu banyak waktu dan jarak yang memisahkan mereka, dan meskipun harapan untuk masa depan bersama pernah ada, kini seolah lenyap ditelan kenyataan. Dengan setiap tetes hujan yang jatuh, Moanna mencoba untuk mengingat bahwa hidup harus terus berjalan meskipun banyak hal telah berubah. Ia berusaha untuk menerima bahwa beberapa hal mungkin tidak akan pernah kembali seperti semula, dan mungkin itulah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterimanya. Moanna berdiri dari bangku taman, merasakan tetesan hujan di kulitnya, dan dengan langkah yang berat namun penuh tekad, gadis itu melanjutkan perjalanan hidupnya. Hujan mungkin tidak dapat menghapus semua kesedihan, tetapi memberikan sedikit kelegaan.
"Dareen, sampai jumpa di kemungkinan lain, yang masih aku semogakan," kata Moanna yang masih berteman hujan.
Harapan demi harapan disemogakan Moanna. Hujan lagi-lagi menjadi teman baiknya, menambah suasana tenang yang ia butuhkan. Air yang jatuh di dedaunan menciptakan melodi lembut, seolah menyanyikan lagu kesedihan dan harapan bersamaan. Moanna merasakan setiap tetesnya seolah membersihkan beban di hatinya.
Dengan mata yang menatap langit, Moanna berbisik, "Dareen. Kita semakin jauh, jika aku merindukanmu, aku akan berbicara sendirian."
Ia membayangkan Dareen mendengarnya.
"Jika kamu merasakan rindu yang serupa, cukup simpan itu di tempat terdalam, Dar."
Rindu dalam sunyi mengisi ruang di hati Moanna, mengalir seperti air yang tenang namun dalam. Dengan harapan yang masih tersisa, Moanna membiarkan segala perasaan mengalir, berharap suatu saat sunyi itu akan terisi kembali dengan cerita suka. Meskipun Dareen sekarang berada jauh darinya, Moanna tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada kemungkinan lain di masa depan di mana mereka mungkin bisa bertemu lagi. Mungkin bukan sebagai kekasih, tetapi sebagai dua jiwa yang telah mengalami banyak hal dan menemukan cara untuk saling memahami kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Pekan Ini (Selesai)
Teen FictionMoanna menyimpan sebuah rahasia yang bahkan tidak berani ia ungkapkan pada orang yang paling ia cintai. Rahasia yang perlahan-lahan mengikis kehidupannya, membuat Moanna terpaksa menjauh dari orang-orang terdekat, termasuk para sahabatnya. Mereka ti...