-Lekas Pulih, Lobelia-

71 4 0
                                    

Lobelia, tampak seperti permata biru yang tersebar di sepanjang jalur taman. Sore itu seperti akhir musim semi, langit biru cerah dan udara segar membawa aroma bunga Lobelia yang lembut ke seluruh penjuru taman. Bunga-bunga mekar dengan semangat penuh. Birunya sering dikaitkan dengan ketenangan dan kedamaian.

Bunga Lobelia adalah bunga favorit ibunya Dareen, Vivi. Bunga itu memiliki makna khusus bagi Vivi, mencerminkan keindahan dan kelembutan yang mungkin menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Memanggil ibunya dengan nama bunga Lobelia mungkin menggambarkan kasih sayang untuk keakraban mereka.

Dareen menghampiri ibunya yang duduk termenung di kursi roda di tepi taman. Angin yang lembut masih membawa aroma bunga Lobelia, dan sinar matahari memantulkan keindahan warna biru dari bunga-bunga yang berkembang di sekitar mereka. Namun, keindahan taman tersebut tampaknya tidak menghibur Vivi yang sedang berada dalam kondisi mental kurang baik. Dengan hati yang penuh kerinduan dan kekhawatiran, Dareen semakin mendekati ibunya. Melihat Vivi yang tampak jauh di pikirannya, Dareen merasakan dorongan mendalam untuk memberikan dukungan dan kasih sayang. Ia tahu betapa pentingnya bunga Lobelia bagi ibunya, dan ia berharap kehadiran serta kehangatan dirinya bisa membawa sedikit kenyamanan.

"Ma."

Vivi menoleh, namun belum mengeluarkan suara.

"Ma, apa mama mau tau, kenapa aku masih sering memanggil mama Lobelia?" Dareen menciptakan senyum. "Itu karena bunga Lobelia memiliki keindahan yang lembut dan simbolis, mirip dengan sifat yang Dareen lihat pada diri mama."

Vivi menatap Dareen, air mata wanita itu pun perlahan mulai menggenang. Kesedihan yang mendalam tampak di wajahnya, seolah-olah beban mental yang ia rasakan membuatnya semakin terasing dari orang-orang yang dicintainya. Setiap tetes air mata yang mengalir merupakan ungkapan dari rasa sakit dan ketidakberdayaan yang ia alami.

"Maaf, mama nggak sempurna untuk kamu, Dar." Suara Vivi terdengar pelan, tapi Dareen mendengarnya dengan sempurna.

Dareen menggelengkan kepalanya. "Mama nggak boleh ngomong begitu."

"Dar, mama minta maaf."

"Ma, mama minta maaf untuk apa? Mama nggak punya kesalahan apa-apa sama Dareen."

"Jika kamu menemukan kesalahan mama, apa kamu akan membenci mama, Dar?"

"Nggak, Ma. Dareen nggak akan pernah bisa membenci mama."

Dareen merangkul ibunya dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan dan dukungan tanpa menanyakan lebih jauh. Ia merasa bahwa pertanyaan atau diskusi lebih lanjut mungkin akan memperburuk keadaan mental ibunya. "Mama, aku di sini. Jangan khawatir tentang apa pun."

Dareen tahu betapa rapuhnya kondisi mental Vivi. Ia tidak ingin menambah tekanan dengan mencoba memahami setiap kata yang tidak jelas. Sebaliknya, ia memilih untuk mendukung ibunya dengan kehadiran dan kasih sayangnya, percaya bahwa kadang-kadang, kehadiran dan pelukan yang hangat adalah yang paling dibutuhkan dalam situasi seperti itu. Walau kata-kata Vivi tidak dapat dipahami sepenuhnya, Dareen berusaha menjadi kekuatan yang stabil dan menenangkan. Ia membiarkan ibunya menangis dan merasakan setiap emosi yang harus diungkapkan, tanpa merasa perlu menambahkan beban baru.

Dareen memikirkan harapannya yang mendalam untuk ibunya. Ia membayangkan bunga Lobelia yang mekar dengan indah di taman. Dengan penuh rasa cinta dan pengharapan, Dareen berharap agar ibunya bisa merasa lebih baik dan menemukan kembali keindahan serta kedamaian dalam hidupnya.

"Lekas Pulih, Lobelia," ucapnya dalam hati.

Tiba-tiba, suara sirene pemadam kebakaran terdengar keras, melintas di depan rumah. Suara itu menggema, menggetarkan jendela-jendela dan dinding rumah. Vivi menutup kedua telinganya. Baginya, suara itu bukan sekadar bunyi bising.

Pelangi Pekan Ini (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang