"Huft," dengus napas terdengar dari mulut Dicky saat meletakkan ransel besar ke tanah yang ada di sebelahnya.
Berat.
Cuma satu kata itu yang terngiang di kepalanya. Mereka berlima berjalan dari rumah warga Sidomukti yang mereka mintai tolong untuk titip mobil Dewi dan setelah berjalan kaki selama setengah jam lebih, kini mereka sampai di pos pendakian Sidomukti yang terlihat ramai oleh para pendaki lain yang juga bertujuan sama dengan mereka.
Mereka kini percaya kata-kata Dewi sepenuhnya.
Setelah sempat ragu saat memikirkan nasib para pemula seperti mereka untuk menaklukkan Gunung Ungaran, kini mereka menjadi lebih percaya diri.
Mereka bukan satu-satunya rombongan yang berniat menikmati keindahan alam gunung di tempat ini.
Ada puluhan orang lainnya yang sekarang bersama mereka sedang mengantri di pos pendakian ini dan semua menunjukkan wajah semangat dan ceria untuk menyambut petualangan mereka.
Bayangan gunung yang tinggi menjulang dan jalan menanjak tanpa turunan yang ada di depan mereka sekarang tak terlihat begitu menyeramkan lagi. Bukankah ada puluhan orang yang akan menuju kesana?
Dicky dan rombongannya juga sedikit bangga, dibandingkan para pendaki amatir lain yang terlihat kurang persiapan dan hanya menggunakan peralatan seadanya, rombongan Dicky terlihat seolah seperti pecinta alam yang sesungguhnya. Dengan dua buah ransel gunung yang penuh peralatan di punggung Dicky dan Eki, ditambah lagi dengan wajah-wajah cantik ketiga cewek yang ada dalam rombongannya dan juga sebuah gitar yang disandang oleh Lisa, rombongan mereka menjadi sasaran lirikan rombongan pendaki lain dengan tatapan iri.
"Kampungan!!" desis Dewi saat melihat sesosok remaja laki-laki yang menggunakan tas ransel kecil minimal dan sebatang rokok yang terselip di bibirnya berjalan dengan santai memotong antrian penuh percaya diri menuju ke pos pendakian.
"Biarin aja deh Wi, ababil gitu," jawab Dian sambil tersenyum kecil.
"Emangnya mau pergi kemana dia? Nggak ada persiapan gitu. Ini bukan pasar. Ini Gunung, dasar abg labil," sungut Dewi dan matanya tak berhenti melirik ke arah remaja itu.
"Eh?" tapi tak lama kemudian, raut muka mereka berlima berubah.
Mungkin juga sebagian besar rombongan pendaki yang sedang menunggu di tempat ini juga menunjukkan ekspresi sama.
Abg labil yang baru saja mereka cibir terlihat berbincang-bincang sejenak dengan petugas pos pendakian yang seumuran dengan rombongan mereka lalu dia duduk dan menggantikan petugas itu untuk melakukan pendataan para pendaki.
Dian tertawa kecil, "Kirain pendaki juga, ternyata bukan," katanya pelan.
Muka Dewi sedikit memerah tapi tetap saja dia memonyongkan bibirnya.
=====
"Berapa orang Kak?" tanya remaja yang duduk di depan rombongan Dewi dan memegang ballpoint di tangannya.
"Lima orang," jawab Dewi pendek.
"Boleh pinjem kartu identitasnya Kak?" tanya remaja itu lagi.
"Nggak usah, nanti aku yang sebutin nama mereka. Yang penting bayar kan?" jawab Dewi sedikit ketus.
Remaja tersebut terlihat kaget lalu tak lama kemudian dia melihat ke arah rombongan Dewi satu persatu. Sedikit raut muka tak percaya terlihat di wajahnya.
Sesaat kemudian, remaja itu kembali melihat ke arah Dewi dan tersenyum, "Maaf Kak, bukan masalah bayarnya. Ini bukan tempat wisata. Ini jalur pendakian Gunung. Kami butuh identitas masing-masing pendaki serta nomor telepon masing-masing, selain itu juga nomor telepon keluarga yang bisa dihubungi. Seandainya nanti terjadi apa-apa," jawab si bocah menjelaskan panjang lebar.
"Udah Wi, kita ngikut aja," bisik Dian dari sebelah Dewi.
Dewi menyerah dan dengan enggan memberikan kartu identitas miliknya dan informasi yang diminta oleh remaja itu.
Tak lama kemudian rombongan mereka kembali melanjutkan perjalanan mendaki ke arah atas.
"Segitunya sih, orang rame juga. Pake ngasih tahu rutenya juga. Kan cuma ini aja sih jalannya," sungut Dewi sambil mendengus kesal.
"Udah lah. Tak usah dipikirin lagi. Kita kesini mau senang-senang kan?" kata Lisa sambil merangkul rekannya.
Semua orang lalu tertawa sambil berjalan perlahan ditemani cahaya mentari yang mulai meredup karena hampir tenggelam di peraduannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. Gunung (End)
Horror(Horror) Jauh sebelum manusia merajai permukaan Bumi, ada segolongan mahluk lain yang menjadi penguasa di sini. Tuhan menciptakan dua mahluk yang mempunyai tugasnya masing-masing. Malaikat yang diciptakan dari cahaya dan Jin yang diciptakan dari api...