Part 14 - Pencarian

1.7K 111 9
                                    

Jin-jin kelas cupu yang tadi dengan berani berkumpul di sekeliling kami langsung berhamburan ke segala arah.

Aku menghempaskan napas panjang dan kembali melemaskan tubuhku yang terasa sedikit lelah.

Terus terang, sampai detik ini, aku tak tahu apakah tenaga dalam yang kumiliki ini murni karena olah napas yang rutin aku lakukan saat latihan bela diri atau karena ada campur tangan jin yang berperan disana.

Bagaimana tidak?

Bahkan manusia paling sempurna sekalipun, Kanjeng Nabi Muhammad, giginya pernah rontok karena dilempar batu saat bersembunyi di gua waktu Hijrah.

Beliau juga memakai baju zirah saat berperang dan bukan sekali dua terluka terkena sabetan pedang.

Apalah aku yang cuma seorang bocah desa yang bukan siapa-siapa ini?

Bahkan kegalauan ini membuatku ingin melakukan ruqyah dan menghilangkan semua ketidaknormalan yang aku punya.

Tapi, aku belum punya cukup keberanian untuk ke arah sana.

Huft.

Olah napas, atau kami menyebutnya chi kung, wajib kami lakukan tiap kali latihan rutin.

Saat kami melakukan itu, demi memastikan kalau kami serius, tak jarang senior akan menendang kami dari belakang, menggunakan batang kayu untuk memukul kami. Dan menyerang kami dari berbagai arah ke seluruh bagian tubuh kami.

Kami tak pernah merasakan apa-apa saat itu terjadi.

Tak ada rasa sakit sedikitpun.

Kecuali ketika kami tak bersungguh-sungguh dan tak serius saat melakukan olah napas yang diperintahkan.

"Tadi... Tadi... Kamu ngomong sama siapa Wan?" tanya Eki dengan suara bergetar.

"Bukan siapa-siapa," jawabku sambil tersenyum.

Eki hanya terdiam sambil tersenyum kecut.

Tak lama kemudian kami berlima sudah duduk melingkar dan memperkenalkan diri.

"Turun aja ya?" saranku ke arah mereka berempat.

Mereka saling berpandangan mata dan diam untuk sesaat. Aku tahu mereka ragu, tapi entah apa alasannya.

"Anu... Dewi mana?" tanya Dian tiba-tiba memecahkan keheningan.

Aku juga tersadar. Bukankah mereka berlima tadi?

"Iya. Mana kawan kalian yang satu lagi?" tanyaku.

Lisa dan Dicky saling berpandangan mata. Lalu tak lama kemudian, Dicky berkata dengan suara bergetar, "Dewi... Dewi kesurupan."

"Ha?" aku sedikit terkejut.

"Iya. Dia kesurupan tadi saat kuntilanak itu maju ke arah kami," lanjut Dicky.

"Lalu dimana dia sekarang?" aku bertanya ke arah Dicky.

"Tadi dia lari ke arah sana," kata Dicky sambil menunjuk ke arah deretan pohon pinus yang diselimuti kegelapan.

Aku menarik napas panjang.

Kesurupan bukanlah sesuatu yang pelik. Banyak youtuber sekarang bahkan menggunakan itu sebagai content mereka. Tapi itu semua dilakukan dalam kondisi medan yang terkontrol.

Tapi.

Ini di Gunung, di tengah hutan. Banyak jurang dan lereng yang tak terlihat dan siap menunggu bagi para pendaki yang lengah.

Banyak juga ancaman lain yang membahayakan bagi keselamatan si penderita.

Dan aku menarik napas panjang karenanya.

"Aku cari dia dulu. Medannya berbahaya," kataku sambil beranjak berdiri.

Dan lucunya, keempat orang mahasiswa di depanku ini juga dengan cepat ikut berdiri.

"Kami ikut mencari ya?" tanya Dicky.

Aku bingung antara mau menangis atau tertawa. Kalian ini kuatir akan keselamatan rekan kalian atau takut ditinggal disini?

"Oke," jawabku pendek tak lama kemudian.

Tak lama kemudian, kami berlima sudah berjalan menyusuri semak belukar diantara pohon pinus dan meneriakkan nama Dewi.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Dimana-mana kalau mencari orang hilang itu, kita berpencar agar area pencarian bisa melebar. Lha ini, kalian cuma ngekor di belakangku coba.

Dasar wannabe!!

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang