Part 16 - Kesurupan?

1.7K 115 1
                                    

"Aku bukan lawanmu? Kamu penguasa disini?" tanyaku.

Dewi hanya terdiam. Atau lebih tepatnya kuntilanak yang merasuki Dewi terdiam.

"Hihihihihihihi..."

Dia lalu tertawa melengking lagi dan terlihat membelai-belai rambutnya.

Aku cuma menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas dalam. Aku berusaha merasakan gumpalan hangat di perutku dan membuka kedua jariku membentuk pisau jari.

"Hhhaahhhhh," dengan sebuah sentakan aku menusukkan kedua jari ke arah depan.

Ke arah perut Dewi tapi tak sampai menyentuhnya.

"Hihihihihihi..."

Dewi tertawa melengking dan langsung bergulung ke belakang tanpa mempedulikan semak belukar yang ada di sekitarnya.

Aku lalu mendekat dan berdiri di depan Dewi yang kini meringkuk di atas tanah.

"Keluar dari tubuhnya!! Atau aku akan menusukmu lagi," ancamku.

"Kamu!! Lihat saja!! Hihihihihihi..."

Dewi menunjuk ke arahku lalu dengan pandangan mata yang tak berpindah dariku, tangannya terangkat ke atas dan terbuka lebar.

"Hihihihihihi..."

Aku terdiam. Saat dia mengangkat tangannya tadi. Aku tahu apa yang dia lakukan.

Memanggil kawan-kawannya.

Beberapa saat kemudian, aku merasakan seluruh tubuhku merinding dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Ini nggak main-main lagi.

Aku merasakan puluhan, bukan, ratusan mahluk datang dari berbagai arah dan berkumpul di sekitar kami.

Aku melirik ke arah kawan-kawan Dewi dan aku tahu mereka semua juga merasakan hal yang sama denganku. Mereka dengan panik dan tanpa alasan yang pasti, melihat ke arah jejeran hutan pinus yang ada di sekeliling kami.

Ratusan mahluk itu makin bergerak mendekat. Aku memang tak bisa melihat mereka, tapi aku merasakannya.

Mereka ada dan datang kesini karena dipanggil oleh sosok Kuntilanak yang sekarang ada dalam tubuh Dewi.

"Jangan panik. Diam saja di tempat kalian dan berdoa sesuai keyakinan masing-masing," gumamku pelan ke arah keempat kawan Dewi.

Padahal, dalam hatiku sendiri, aku merasa panik dan sedikit ketakutan.

Rasa takut yang wajar dan muncul karena sesuatu yang tak bisa aku lihat meskipun ini bukan kali pertama aku mengalami hal ini.

"Haruskah aku melakukannya?" gumamku separuh hati.

Tapi saat aku merasakan mahluk-mahluk itu semakin berdatangan dan mendekat ke arah kami, aku akhirnya pasrah dengan keadaan.

"Gusti, maafkan aku," bisikku pelan sambil mengangkat tanganku di depan kepala.

Dengan cepat aku menarik turun tanganku ke bawah. Tanpa mantra, tanpa rapalan dan tanpa kata-kata.

Karena semua itu hanyalah simbolik semata.

Hanya dengan niat, aku bisa dengan mudah merelakan tubuhku dikuasai oleh sosok kera putih yang selama ini memang selalu mengikutiku.

"Aahggkkk," dengan sebuah erangan tertahan aku menurunkan tanganku hingga kebatas perut dan saat itulah aku kehilangan kendali tubuhku.

"Kikikikikiki..."

Dengan cepat tubuhku langsung bersalto ke belakang di tempat aku berdiri. Saat aku turun ke tanah, aku langsung mengambil posisi jongkok ke tanah dan menggaruk-garuk kepalaku sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Tingkahku menyerupai seekor kera yang sedang mengamati keadaan di sekitarnya.

"Kowe kabeh meh ngeroyok putuku?"

(Kalian berniat mengeroyok cucuku?)

Aku seperti setengah bermimpi dan memperhatikan semua tingkah polahku sendiri yang diluar kendaliku.

Tubuhku terasa ringan tapi di saat yang sama sangat berat dan terikat tanpa bisa mengendalikan semua organ tubuhku.

Saat aku melihat ke sekelilingku, aku terpana.

Pocong dan Kuntilanak dengan berbagai tinggi badan dan rupa sedang mengelilingi kami dan terlihat berdiri ragu di antara kegelapan dan pohon pinus yang ada di sekitar kami.

Sedetik kemudian, tubuhku dengan lincah menerjang ke arah mahluk-mahluk yang ada di sekitar kami.

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang