Part 15 - Saudara

1.7K 121 7
                                    

“Wiiiiiiiiii,” suara panggilan sahut menyahut di tengah hutan pinus itu.

Lampu senter di tangan kami juga bergerak kesana kemari menyinari ke semua arah yang ada di sekeliling kami.

“Dewiiiiiiii.”

Teriakan kami kembali terdengar dan disambut oleh keheningan di tempat ini. Aku hanya tersenyum kecut. Sudah hampir setengah jam kami mencari tapi tak kunjung ketemu juga.

Mungkin ada yang berpikir, kenapa nggak gunakan kesaktian, tangan langsung diangkat ke depan kemudian ‘mendeteksi’ dimana si korban berada.

Tapi. Itu bisa terjadi cuma dalam acara di tivi atau orang yang bener-bener sakti gaesss. Kalau anak kampong cupu kek aku seperti ini? Nggak mungkin lah.

Huft.

Lalu aku merasakannya, getaran halus yang menarikku ke arah kiri. Aku menarik napas dalam dan menghisap rokokku lalu berjalan ke kiri. Mas dan Mbak yang ada di belakangku juga mengikutiku. Aku hanya diam saja.

Beberapa puluh meter kemudian, aku melihatnya. Sesosok wanita yang terlihat sedang duduk berjongkok di semak-semak dan membelakangi kami. Tubuhnya terayun-ayun ke depan dan belakang dalam posisi berjongkok.

Rambut hitam dan panjang yang tadi sore kulihat diikat dengan rapi di belakang, kini tergerai dan terlihat acak-acakan di punggungnya. Tak ada tas, senter atau benda apa pun di sampingnya.

Dia seolah-olah terbiasa dengan kegelapan di tempat ini dan merasa sama sekali tak peduli dengan kedatangan kami.

“Wii?” tanya Dian kepada sahabatnya yang masih dalam posenya saat kami temukan.

Dian mendekat dan melangkah ragu-ragu ke arah sahabatnya itu dan mencoba memegang pundak Dewi yang masih terayun-ayun ke depan dan ke belakang.

“Kamu nggak pa-pa Wi?” tanya Dian.

“Hihihihihihihihihihihihihi…”

Tanpa disangka-sangka, Dewi menoleh dengan cepat dan langsung tertawa melengking tinggi dan membuat Dian langsung reflek meloncat ke belakang saking kagetnya. Untung teman-teman yang lain sigap menangkap Dian dan mencegah gadis itu terjengkang ke tanah.

Dewi melihat ke arah kami berlima dengan tatapan marah dan melotot. Bibirnya bergetar dan jari tangannya menunjuk aneh dengan keempat jari lain tak terkepal rapat tapi masih ditekuk setengah terbuka.

"Kaliiiaaannnn..." sebuah suara yang terdengar aneh dan seperti suara seorang wanita yang dicekik dan melengking tinggi terdengar dari mulut Dewi.

Keempat sahabatnya dengan reflek mundur selangkah ke belakang. Wajah mereka pucat pasi dan ketakutan.

Aku menarik napas panjang.

"Apa-apaan? Kamu siapa?" tanyaku memotong aksi Dewi yang membuat kawan-kawannya ketakutan.

"Hihihihihihihi..."

Dewi menoleh ke arahku dan melihatku dengan tatapan matanya yang seperti tak pernah berkedip itu.

"Hihihihihihi..." bukannya menjawab Dewi justru kembali tertawa mengikik ke arahku.

Semerbak wangi bunga yang membuat bulu kuduk merinding juga kembali tercium di hidungku.

"Kamu... Kamu... Nggak usah ikut-ikutan!!!" kata Dewi dengan suara melengking.

"Ini bukan urusanmu!!!" teriaknya histeris sambil mengibaskan tangannya yang tadi menunjuk ke kami kesamping.

"Humph!! Aku dan dia saudara. Saudara anak cucu Nabi Adam. Saudara seagama. Jadi apa yang jadi masalahnya juga menjadi masalahku!" jawabku.

"Hihihihihihihihihi..." Dewi kembali tertawa melengking.

Kepalanya mendongak keatas dan rambutnya tergerai awut-awutan.

"Kamu cuma kera putih!! Aku yang berkuasa disini!! Kamu bukan lawanku!!" teriak Dewi histeris.

Aku menarik napas dalam. Huft.

Kata-katanya mengingatkanku akan kegalauanku dengan semua yang kumiliki.

Memang benar kata dia. Ada sesuatu dalam tubuhku. Sesuatu yang tidak seharusnya dimiliki oleh manusia sewajarnya.

Dan dia adalah sosok jin berwujud kera putih yang kata guruku akan membantu di saat aku berkelana dalam dunia temaram.

Sesuatu yang sekarang menjadi sumber pertentangan hebat dalam diriku. Karena aku tahu bahwa Gusti Allah berfirman:

"Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS. Al Jin: 6).

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang