Part 10 - Naik

1.8K 115 169
                                    

"Lho? Bukannya itu rombongan tadi? Ngapain mereka naik lewat ke jalur itu?" gumamku keheranan saat melihat rombongan mahasiswa yang tadi kujumpai di posko bawah.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal dengan tangan kiriku, karena tangan kananku masih dengan santainya memegangi sebatang rokok yang menyala dan asapnya tertiup kencang oleh angin pegunungan malam ini.

Aku berniat untuk tak mempedulikan rombongan itu dan berniat melanjutkan perjalananku. Mungkin mereka berniat naik ke Puncak Botak, bukan ke Puncak Ungaran, batinku saat itu.

Karena setahuku, jalur hutan pinus yang mereka ambil akan membawa mereka ke arah puncak kedua yang sering disebut dengan Puncak Botak oleh orang setempat.

Tapi, saat aku berniat melangkahkan kakiku menuju Pos Pronojiwo sebelum Hutan Kopi yang ada di atas sana, aku melihat, lebih tepatnya aku merasakan sesuatu yang mengikuti rombongan itu dari dekat.

Sesuatu yang kutahu bukan manusia.

Huft.

Aku membuang napas dan melemparkan puntung rokokku ke tanah lalu menginjaknya.

"Apa yang kalian lakukan di tempat ini?" gumamku pelan sambil merubah arah pendakianku dan mengikuti rombongan yang terdiri dari lima orang itu.

=====

"Betul ini jalannya Wi?" tanya Dian dengan suara sedikit kebingungan.

Sekarang pukul 1 pagi. Setelah insiden beberapa kali tadi di camp Mawar, mereka memutuskan untuk tidak tidur dan menghabiskan waktu dalam tenda sampai saatnya naik ke Puncak dan melihat sunrise seperti yang sebelumnya sudah direncanakan.

"Iya. Kata kawanku, setelah Mawar, kita ambil belokan ke kiri," jawab Dewi mantap.

Semua kawan-kawan yang lain hanya terdiam dan tak berkata apa-apa.

Mereka berlima menyusuri jalan setapak yang gelap dan melewati tengah hutan pinus ini dalam diam.

Tak ada lagi yang berbicara dan hanya suara langkah kaki mereka saja yang terdengar di sela-sela bunyi hewan malam yang menghuni hutan pinus ini.

Mereka masih tetap berjalan pelan dalam kegelapan sampai akhirnya Eki tiba-tiba mengucapkan sesuatu dengan suara pelan.

"Kok kayaknya kita aja yang muncak pagi ini?" gumam Eki.

Semua orang dalam rombongan terdiam.

Mereka juga sebenarnya sudah menyadari hal itu. Cuma ada mereka berlima dalam kegelapan hutan pinus pagi ini.

Sama sekali tidak ada rombongan lain yang terlihat di jalur pendakian yang sekarang mereka lalui.

"Berhenti!" kata Lisa pelan tiba-tiba.

Mereka berlima serentak berhenti berjalan.

Srekk Srekkk.

Tapi.

Suara langkah kaki terdengar dari arah belakang mereka sebanyak dua kali sebelum akhirnya juga menghilang.

Kelima orang itu tanpa diberi aba-aba, menoleh ke belakang dengan serentak.

Dan hanya kegelapan malam yang menyambut tatapan mata mereka.

Seketika itu juga, rasa takut mulai menyergap mereka berlima.

Dicky yang merasa paling pemberani dan berjalan di barisan belakang merasakan bulu kuduknya merinding tiba-tiba. Seperti ada seseorang yang sedang menghembuskan nafas dingin ke tengkuknya.

Mereka berlima saling berpandang-pandangan dalam kegelapan malam yang cuma diterangi oleh cahaya lampu senter yang ada di tangan mereka.

"Siapa?" bentak Dicky lantang sambil mengarahkan senternya ke belakang tanpa menemukan jawaban.

Hening.

Tak ada suara apa pun yang terdengar lagi.

"Wi..." Dian memanggil Dewi yang ada di dekatnya dengan suara bergetar ketakutan.

Eki yang berada di bagian paling depan sendiri juga mulai bergerak turun dan mendekat ke arah rekan-rekannya yang lain.

Lisa, Dian, dan Dewi yang berada di bagian tengah juga saling merapat.

Dicky yang berada di bagian belakang  juga mulai bergerak mendekat ke arah teman-temannya.

Ini kali pertama dia merasa takut kepada sesuatu yang selama ini tidak pernah dia yakini.

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang