Part 4 - Camp

2.2K 128 19
                                    

"Kenapa? Kawanmu belum datang juga?" tanya Alimin.

"Nggak kelihatan. Kayaknya nggak jadi nih," jawabku.

Si Alimin tertawa dengan kencang melihat ekspresi wajahku.

"Puas ya?" tanyaku.

Alimin masih saja tertawa dengan merdu dan melihat ke arahku.

"Udah. Nggak usah naik. Nginep sini aja," kata Alimin.

"Apaan. Sama-sama batangan juga," sungutku.

Si Alimin kembali tertawa.

"Naik sendiri?" tanya Alimin.

"Iya lah. Bukan kali pertama juga," jawabku.

Alimin hanya menganggukkan kepalanya.

"Tunggu bentar, ngabisin ini dulu. Tanggung," jawabku sambil mencomot sepotong singkong goreng lagi dari piring.

"Asu," sungut Alimin pelan melihat kelakuanku.

"Lha? Kan dah disuguhin. Mubazir lah," jawabku.

Tak lama kemudian, entah gimana ceritanya, kami ngobrolin para pendaki yang naik malam minggu ini.

"Tadi ada rombongan yang ceweknya poin Bro," kata Alimin dengan muka mesumnya.

"Yang mana?" tanyaku.

"Yang 5 orang tadi, ceweknya 3 cowoknya 2. Bawa gitar, alatnya juga komplit, mungkin anak-anak PA," kata Alimin.

Aku diam, PA dari Hongkong? Aku kembali teringat dengan insiden bersama cewek cantik tapi judes itu.

=====

Camp Mawar

Sebuah rumah kecil dari papan dan sebuah papan nama terlihat tertempel di dinding depannya.

"Gimana? Kita mau ngecamp disini atau naik lagi?" tanya Eki ke arah Dicky.

"Istirahat disini aja dulu. Nanti jam 12 kita naik. Harusnya masih sempat lihat sun rise," jawab Dicky.

Tak lama kemudian dua buah tenda sudah terpasang di area yang memang disediakan untuk mendirikan tenda.

Mereka semua tertawa dan saling bercanda dengan riang.

Api unggun lalu dinyalakan di dekat tenda, Dicky memainkan gitar dan Lisa bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Yang lain mendengarkan sambil menikmati bekal makan malam mereka.

Mereka tiba di camp ini selepas maghrib dan berniat bermalam disini lalu naik ke puncak jam 12 malam nanti.

Dewi tiba-tiba beranjak berdiri, "aku mau ke kamar kecil, ada yang ikut nggak?" tanyanya kepada rekan-rekannya yang lain.

Dian melihat ke arah Dewi dan tersenyum.

Mereka berdua lalu berjalan menuju kamar kecil sederhana yang berada di dekat bangunan kayu.

"Kok bawa tas kecil Wi?" tanya Dian saat berjalan melihat ke arah Dewi.

Dewi tersenyum, "Aku lagi dapet ni. Nggak enak banget dari tadi. Mau ganti dulu," jawab Dewi.

"Pantes galak bener tadi. Lagi sensi rupanya," kata Dian.

"Apaan sih?" jawab Dewi sambil mencubit pinggang kawannya.

Tak lama kemudian Dewi keluar dari kamar kecil dengan sebuah kantong plastik hitam di tangannya.

Dian gantian masuk ke dalam kamar kecil, saat Dian keluar dari sana, kantong plastik itu tak lagi ada di tangan Dewi, tapi Dian tak berkata apa-apa.

Mereka lalu kembali berjalan menuju tenda milik mereka.

Sepanjang jalan, banyak cowok-cowok yang menggoda mereka. Gimana nggak? Mereka kan emang mahasiswi yang berpenampilan trendy dan menarik.

Dewi dan Dian hanya sesekali tersenyum dan mengganggukkan kepalanya menanggapi godaan cowok-cowok itu.

Tak lama kemudian, mereka sampai ke tenda milik mereka. Mereka berdua lalu bergabung dengan yang lain.

Dicky dan Lisa, kini sudah saling berpelukan sambil menyanyikan lagu romantis. Eki sedang membakar sosis di tangannya dengan menggunakan api unggun.

"Untung kalian cepat datang. Aku nggak tahan jadi obat nyamuk," sungut Eki.

Dewi dan Dian lalu melirik ke arah pasangan Dicky dan Lisa lalu tertawa.

"Memangnya kami naik gunung untuk nganterin kalian pacaran," sungut Dewi.

"Heleh. Ngiri ya?" cibir Dicky lalu tangannya justru memeluk Lisa lebih erat.

Dewi terdiam dengan wajah keki. Lalu dia ikut membantu Eki bersama Dian.

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang