Part 11 - Semak

1.8K 116 10
                                    

"Gimana Wi? Apa kita balik aja ke simpang tadi terus nunggu pendaki lain?" tanya Lisa ke arah Dewi.

"Mmm..." Dewi juga mulai ragu.

Apalagi setelah insiden langkah kaki tambahan barusan. Dewi juga merasakan bulu kuduknya mulai merinding.

"Ya udah. Yuk kita balik aja," jawab Dewi.

Keempat kawan lainnya tak menjawab tapi langsung bergerak turun. Saat mereka kembali berjalan, kelima orang itu kembali mendengar langkah kaki tambahan yang terdengar menakutkan itu.

Tapi, mereka hanya saling memandang dan tak berkata apa-apa.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka berlima berhenti.

Jalan setapak yang berada di sela-sela pohon pinus dan tadi mereka lewati kini menghilang.

"Wiiii..." panggil Dian sambil memegang erat lengan sahabatnya.

Dewi hanya terdiam kebingungan, wajahnya juga mulai pucat pasi.

"Dick, kita tadi tak melewati persimpangan kan? Jalannya juga cuma satu ini kan?" tanya Dewi.

"Iya Wi. Seingatku, kita tadi tak ketemu percabangan kok," jawab Dicky.

"Gimana dong?" tanya Dian mulai panik.

"Nggak mungkin kan jalan setapak yang kita lalui tadi tiba-tiba hilang," kata Eki.

Mereka berlima hanya berdiri diam sambil memperhatikan semak belukar yang sekarang ada di depan mereka. Semak yang menutupi jalan setapak yang mereka yakini tadi mereka lalui.

"Tuhan!!!"

Tiba-tiba terdengar suara teriakan melengking dan mengagetkan mereka berempat.

Lisa duduk di tanah dan menelungkupkan tangan ke wajahnya. Senter yang tadi dipegangnya terjatuh tak jauh dari tempatnya duduk berjongkok.

Dia menangis terisak-isak dan bergumam dengan suara pelan dan bergetar.

Dicky dengan cepat berlari menuju ke arah kekasihnya.

Dicky lalu memeluk sang kekasih erat dan berusaha menenangkannya, sedangkan Eki mengambil senter Lisa yang terjatuh di tanah.

Suasana menjadi sangat mencekam.

Mereka berlima berkumpul dan saling berdiri merapat. Dicky memeluk Lisa, Dian memegangi erat lengan Dewi. Eki berdiri dengan dua senter di tangannya dan dengan raut wajah ketakutan mengarahkan senter itu ke lebatnya pepohonan pinus yang ada di sekeliling mereka.

"Ada apa Sayang?" tanya Dicky mesra sambil memeluk kekasihnya setelah isak tangis Lisa mulai mereda.

Lisa masih menangis terisak-isak dan memeluk kekasihnya erat, seolah-olah sang kekasih bisa memberikan ketenangan hati.

"Kamu liat apa Lis?" tanya Dewi kearah Lisa.

Lisa melepaskan diri dari pelukan Dicky dan melihat ke arah rekan-rekannya yang lain.

"Aku... Aku... Ngeliat itu... Apa namanya... Kuntilanak..." jawab Lisa terbata-bata.

Keempat kawan lainnya langsung terdiam. Tanpa sadar mereka berempat bergerak makin mendekat dan sekarang mereka saling bersentuhan.

Tiba-tiba saja, Hutan Pinus yang ada di sekeliling mereka berubah dan terlihat sangat menakutkan.

Mereka merasa ada puluhan pasang mata yang mengawasi mereka berlima dari kegelapan.

Dian memegang erat tangan Dewi dan mencengkeramnya kuat sampai sahabatnya itu meringis kesakitan.

Saat inilah mereka sadar, Gunung bukanlah tempat yang seharusnya mereka remehkan.

Wuusssshhhhh.

Tiba-tiba, angin dingin berhembus entah darimana datangnya di sela-sela pepohonan dan menerpa mereka berlima.

Angin yang terasa dingin di kulit dan anehnya membawa bau wangi bunga melati yang menyeruak ke dalam hidung mereka.

Kelima orang itu merasakan bulu kuduk mereka merinding seketika.

Dan seolah-olah seperti tertarik oleh sebuah magnet yang tak kasat mata, mereka menoleh ke arah angin itu berasal.

Sesosok wanita bergaun putih dengan rambut panjang tergerai dan sedikit berkibar tertiup angin sedang berdiri di sela-sela pohon pinus dan melihat ke arah mereka.

Wanita bergaun putih itu berdiri diam dalam gelap sejauh beberapa puluh meter dari mereka berlima.

Mereka memang tidak bisa melihat wajah sosok itu, tapi hanya dengan berdiri diam di kejauhan dan dalam gelapnya malam di sela-sela pepohonan, sosok itu sudah membuat bulu kuduk kelima orang itu meremang berdiri dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaa."

01. Gunung (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang