BAB 11: DOA DAN HARAPAN

53 5 0
                                    

Hari ini libur dikarenakan tanggal merah. Aku dan Wina memanfaatkannya dengan lari pagi dilapangan dekat rumahku. Lapangannya cukup luas dan menjadi tempat utama atlit lari di kotaku latihan fisik.

Saat latihan bersama disekolah kemarin, kami berempat saling berjanji untuk mengetes diri lari selama lima belas menit dihari libur.

Alan memilih lari di sekitar rumahnya.
Jerry sedang fokus untuk sprint, berharap badannya akan turun lebih lagi.
Dan hanya aku dan Wina yang lari bersama.

Kini kami berdua sudah dilapangan, pagi buta sudah ada dilapangan.

"Bagaimana dengan pemanasan?" Tanya Wina.
"Ah boleh juga." Jawabku setuju.

Kami pun pemanasan beberapa menit.

Sembari pemanasan, kami bercakap.

"Kak Yoga bilang, 5 menit kita harus dapat 4 putaran kan? Eh, 15 menit lalu.. eh gimana sih?" Tanyanya sambil menyelesaikan pemanasannya.
"Gak logis untuk kita. Tapi, bisa dicoba?" Jawabku sedikit ragu dengan pernyataan itu.
"Iya. Tapi, kita lari aja dulu." Dia pun mengangguk setuju.

Kami pun sudah berada di garis start.

"Pakai ancang-ancang lari?" Tanya Wina.
"Ah, tidak usahlah. Seperti biasa saja."
"Oh, well. Oke ayo mulai."

"Satu.. dua.. tiga.."

Kami pun berlari, melangkah beriringan, bersamaan hingga lama kelamaan. Aku mulai terbelakang.

Kuakui Wina itu hebat.
Atau aku yang jarang atau tak pernah lagi olahraga?

Aku berusaha mengejar tapi jika terlalu lelah perasaan kemarin yang hampir pingsan menghantui fikiranku. Jadi, ku jogging santai saja.

Tiga empat putaran telah kami lewati, dan kami berdua memutuskan untuk istirahat sekaligus berdiskusi soal waktu.

"Lima menit, empat putaran? Itu tidak logis sih." Fikirku keras.
"Untuk kita..." jelasnya dengan nada rendah.
"Eh, iyahh iyah, untuk kita." Jawabku tidak kaget.

Istirahat tiga puluh menit, kami lanjutkan dengan lari kembali. Bedanya kami menentukan waktu lima belas menit dengan takaran 5 menit telah melewati 4 putaran. Sekali lagi, apa itu logis?

Kami berada di garis start. Kami pun mulai berlari. Kami beriringan lalu diriku yang di depan lalu Wina kembali di depan.

Bentuk lapangan itu oval panjang. Jadi lumayanlah jauhnya.

"Wina semakin di depan." Gumamku.

Aku berusaha mendekati Wina, dan bertanya menit.

Menit ketiga?? Kita baru saja melewati satu putaran.

Wina tiba-tiba berhenti.

"Hey ada apa?" Tanyaku memelankan langkahku agar sejajar dengannya.
"Pusing. Penglihatanku menghitam. Hehe, ku kehilangan keseimbangan, La."

Wina bisa sakit juga?
"Govlok lu, La. Dia juga manusia kali." Teriakku memaki diri sendiri dalam hati.

Kami berdua pun memutuskan untuk istirahat.

"Lala? Wina?"
Kak Wawan menghampiri kami.

Kenalkan, namanya Wawan. Ku sering memanggilnya kak Wan.
Senior di SMP dan sekarang juga, di SMA.

"Iya kak, lari?"
"Iya, ini mau lari. Sudah berapa putaran nih?"

"Tiga?" Jawabku.
"Gak hitung." Jawab Wina. Ku memukul jidat.

"Yayaya.. duluan ya. Semangat." Kak Wan pun meninggalkan kami berdua.

"Lusa seleksi dong." Ucapku sambil tertawa renyah.
"Haha.. iya. Kita harus semangat!" Jawabnya, layaknya memberiku kekuatan semangat.

Kami pun meninggalkan lapangan dengan berdoa, kami bisa sampai ke seleksi nasional.


Mengaku Paskibraka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang