CHAPTER 1 : Wonder

389 56 24
                                    

———> Tekan Videonya sambil membaca untuk menambah feel/mood< ———-

————————————————————
Lautan, ombaknya dibantu oleh angin kencang dan cuaca buruk mengombang-ambingkan kapal yang sudah beberapa hari kami tumpangi tanpa kenal ampun, airnya yang bergejolak berwarna biru tua menghantam kaca di sisi ranjang bertingkat yang kududuki dengan mulut membisu, semakin dipandangi airmya semakin terlihat gelap, pekat. Hitam.

Aku perlu keluar dari sini.

Kemunculan seorang pria berwajah jelek dengan cerutu besar menggantung dibibirnya yang hitam dan berkumis di pintu bilik kamar kami seolah-olah mengabulkan permintaan dari suara hatiku.

Dia masuk ke dalam kamar. Tuan Anderson dan dia bercakap-cakap, lantas pria tersebut menurunkan koper-koper hitam besar milik Tuan Anderson yang ditumpuk di atas rangka tempat tidur kami dan menyatukannya dengan peti besar lain yang sudah diikat di sudut ruangan.

Pria tersebut banyak bicara, bertanya dari mana asal kami, kemana tujuan kami selanjutnya, dan siapa gadis kecil bertampang tidak biasa di atas tempat tidur yang adalah... aku.

Saat itu sejujurnya aku belum memahami apa yang waliku dan pria jelek itu bicarakan karena cara mereka berbicara berbeda dengan cara aku biasa berbicara, tapi aku ingat saat itu aku dengan sengaja menunjukan ekspresi wajah segarang yang kubisa karena pria jelek tersebut terlihat mendesak Tuan Anderson tua yang wajahnya tampak tak nyaman dan keletihan.

Jika di rumahku dulu aku pasti sudah dipukuli karena bersikap tidak sopan, tapi ini bukan di rumah, oh tunggu!

Aku kan tidak punya rumah.

Pria tersebut mengusap-usap kedua telapak tangannya sambil tersenyum, senyumnya terlihat seolah dia perlu buru-buru ke toilet.

"Kami menawarkan kereta kuda milik keluarga kami untuk mengangkut barang-barang anda sampai ke tujuan Tuan, kemanakah tujuan anda setelah ini?."

"Anda baik sekali Mr. Lamb, namun sayangnya kerabatkulah yang akan menjemput kami di pelabuhan nanti," ujar Tuan Anderson. Matanya yang jeli terus mengawasi koper-koper yang diturunkan, memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal.

"Baiklah, tapi mungkin anda akan membutukan bantuan lain," tukas si pria jelek dengan nada yang berubah ketus karena tahu bahwa ia tidak dapat membuka kantong pelanggan tuanya tersebut lebih lebar lagi dengan tawaran jasanya.

Kapal besar yang kami tumpangi akhirnya berlabuh. Kami pun berjalan keluar dari bilik kamar kami yang indah, saking indahnya sampai membuatku takut untuk bergerak atau menyandarkan kepala pada dinding bermotif bunga dan garis-garisnya.

Kami terus berjalan melewati lorong dan kamar-kamar penumpang lain untuk menuju ke pintu keluar yang sudah penuh sesak dengan orang-orang yang juga hendak turun dari kapal.

Aku mengamati orang-orang yang berjalan bersama kami dengan kagum. Ada para pelayan bersetelan rapi, anak-anak dalam gendongan ayah mereka, sekelompok musisi yang memainkan gitar kecil dengan alunan suara yang lembut, serta semua pria dan wanita yang berpakaian bagus.

Kaum prianya mengenakan pakaian yang serupa dengan pakaian yang dikenakan Tuan Anderson, yaitu baju tebal dan panjang yang berkancing besar dengan warna-warna gelap serta sesuatu yang kukenali sebagai kain seprai putih namun berukuran kecil, kain seprai berwarna putih yang tampak lembut tersebut  dililitkan dan diikat pada leher mereka, kemudian ditusuk dengan perhiasan kecil yang bertahtakan batu-batu mengkilap.

Beberapa dari mereka tampak sibuk memeriksa jam bundar berukuran kecil yang berwarna kuning berkilau seperti warna emas dengan rantai panjang dalam saku celananya.

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang