CHAPTER 5 : You are hated me

55 17 0
                                    

Tuan Anderson sudah pergi beberapa saat yang lalu setelah melihat anak-anak berbaris masuk ke dalam Digest House diiringi dentingan piano yang suaranya mengalun merdu dari ruangan  yang jendelanya tampak terbuka dan segera memulai sesi pembelajaran mereka.

Aku menatap Ana. Kami sedang duduk sambil bertatapan di atas sofa besar di ruangan luas yang letaknya persis setelah pintu masuk depan.

Aku Menimbang-nimbang apakah aku akan menyukainya. Tubuhnya besar dan tinggi. Wajahnya lumayan cantik dengan pipi bulat yang tampak memerah, matanya yang berbulu mata gelap segelap rambut hitam di kepalanya menatap tajam kearahku seolah tengah menilaiku juga, bola matanya yang berwarna biru tua seperti Tuan Anderson bergerak cepat berganti-gantian mengamati wajah dan pakaianku, hidungnya mancung, runcing, dan tampak memerah, sedangkan kulitnya berwarna putih pucat seperti kebanyankan orang disini, bibir tipisnya yang berwarna pink pucat dirapatkan seolah hendak menahan perkataan yang akan keluar.

Setelah saling beradu tatap selama beberapa saat, tangannya yang berjari gempal meraih kamus ditanganku.

Dua orang wanita dewasa lain mendekat, salah satunya kukenali sebagai wanita yang tadi pagi memandikanku dan wanita yang satunya lagi tidak kukenali. Wanita yang tidak kukenali tersebut menatap dengan ekspresi penuh keheranan di sisi kananku sambil berbicara pada Ana.

"Astaga, dia memang tampak berbeda, tapi kenapa dia kecil sekali? Apa pula yang dia pakai di atas kepalanya itu?."

"Anna, aku harus segera menjahitkan pakaian baru untuknya, Mr. Killick bahkan membelikan dia 2 gulungan besar kain katun berkualitas bagus dari Rodella dan berkeras agar aku tutup mulut pada Mrs. Killick karena dia juga telah menyelundupkan beberapa gulungan benang wol dari Greenkot untuk merajut pakaian hangatnya," ujar Susan menimpali sambil membentangkan tali panjang berwarna kuning berkali-kali di bagian tertentu pada tubuhku.

"Berdiri yang lurus!."

Dia berbicara sambil membentakku, aku tidak tahu apa yang dia katakan tapi jelas dia masih sangat marah padaku.

"Ambilkan pena dan kertas dari atas mejaku Hannah, kita akan lihat apakah kita bisa memahami apa yang sedang dia pikirkan dalam kepala kecilnya itu."

Wanita yang tadi menatapku dengan keheranan segera bergegas menuju salah satu pintu kayu di sudut kiri dan masuk kedalam ruangan yang sekilas kulihat terdapat banyak rak buku di dalamnya lalu keluar dengan membawa pena dan kertas ditangannya, dia pun kembali berjalan ke tempat kami, lalu meletakan pena dan kertas tersebut di atas meja.

Ana membuka kamus Tuan Anderson dan menelusuri halaman demi halaman, mencoba mencari suatu kata persis seperti yang sering dilakukan oleh Tuan Anderson saat ia mencoba mencari arti kata yang tidak ketahui. Ia mulai menuliskan sesuatu dan menyodorkan kertas tersebut ke hadapanku, menyuruhku untuk membacanya.

Aku mencoba membacanya tapi agak kesulitan karena aku sendiri masih mengeja. Tulisannya tampak meliuk-liuk dan miring semua. Mereka bertukar tatapan kaget saat aku mengeja huruf-huruf menyebalkan tersebut keras-keras.

"Astaga dia belum lancar membaca Anna, akan butuh waktu lama bagi kita untuk bisa bicara padanya."

"Diamlah Hannah, kau memecah konsentrasinya."

Aku mengeja kata demi kata dan agak bingung karena adanya kesalahan huruf yang kubaca karena bentuk tulisannya yang menyulitkan, namun aku akhirnya berhasil memahami maksud tulisannya. "Maya, apa kamu lapar?", itu yang coba Ana katakan.

Aku menatapnya dan menganggukkan kepala kuat-kuat, aku memang sudah kelaparan dari tadi. Dia tersenyum dan berbicara pada wanita tadi lagi, seolah seperti menyuruhnya melakukan sesuatu.

Setelah wanita itu pergi Ana kembali membalik halaman kamus dan menulis lagi dikertas "Bisa kau menulis?". Aku membacanya dan menganggukan kepala sekali lagi, dia menunjuk kertas tersebut dan menyodorkan pena miliknya padaku.

Dia ingin aku menulis? Apa yang harus kutulis?.

Kutulis sebaris kalimat yang agak panjang. Terkesan agak menyombong meski tulisanku sendiri tampak seperti ranting pohon "KaU PinTaR SEPERTi TUan andERSOn". Dia membaca sambil membuka kamus dan mencari arti kata yang kutulis satu persatu lalu tersenyum begitu memahaminya.

Dia membungkukan badan dan aku tertawa. Wanita yang tadi pergi kembali membawa nampan yang di atasnya terdapat roti dan susu hangat yang mengepulkan asap tipis. Ana memberikan isyarat agar aku memakannya dan aku langsung bertepuk tangan kegirangan.

Wow! makanan disini mewah sekali! Aku sudah minum susu pagi ini dan sekarang aku boleh minum lagi!.

Kami terus berbicara melalui kertas tersebut selama beberapa lama hingga akhirnya aku bilang padanya kalau aku bosan.

Dia terkekeh dan menulis lagi, bertanya apa memangnya kegiatan yang biasa kulakukan di tempat asalku, aku menjawab bahwa aku terbiasa melakukan tugas bersih-bersih, berbelanja, melayani tamu, merawat ayam, apa saja asal aku diberi makan.

Dia tampak takjub. Dibawanya aku beserta kamus, kertas, dan penanya ke dapur diikuti si wanita asing tadi.

Dia menyuruhku untuk mencuci piring dan kucuci semua piring di dalam ember dengan air yang membuat tanganku kedinginan hingga terasa kaku.

"Astaga Anna, kau seharusnya tidak menyuruh dia mencuci piring, lihat tangannya! Membiru karena air kita pasti terlalu dingin untuknya."

"Dia bilang pertukaran komunikasi ini membosankan dan aku hanya menyuruhnya melakukan apa yang biasa dia lakukan, lagi pula dia tampak mampu melakukannya dan tentu saja hasil pekerjaanya ini telah meringankan tugas kita, selain itu dia juga harus belajar bahwa kata-katanya bisa menjadi bumerang baginya."

Setelah aku selesai Ana menulis sesuatu lagi di atas kertas. "Tanganmu kedinginan? Kau harus bicara lebih sopan pada orang yang lebih tua". Aku menatapnya lalu mencoba menulis sebaris kalimat meski tanganku terasa kebas dan sulit ditekuk saat memegang pena karena kedinginan. "KaU MEngHUKUMKU".

Dia tersenyum saat membaca artinya dan menuliskan sesuatu yang agak panjang, membuatku memutuskan bahwa akhirnya aku tidak lagi membencinya tapi tidak juga terlalu menyukainya.

"Tidak. Itu adalah tugas barumu disini mulai sekarang Maya, ayo kita pergi menemui teman-teman barumu."




letter P.

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang