CHAPTER 11 : Behind my madness

36 10 7
                                    

"Dia kelihatan lebih sehat."

"Anehnya iya Mr. Killick." Uap napas dari hidung mancung berjembatan dan berbatang persegi yang agak melebar miliknya yang tipis tampak menebar lalu menghilang ke kehampaan angin dingin dihari Sabtu pada awal tahun 1624 yang tampak suram ini.

"Padahal disini dingin."

"Aku harap kau juga akan segera membaik."

Kulirik wajahnya yang masih agak pucat. Dia sudah jatuh sakit selama seminggu dan terima kasih berkat kuasa Tuhan sekarang dia sudah tampak lebih baik, dia bilang kepalanya masih agak pusing dan pandangannya juga kadang agak lamur, namun sekarang suaranya sudah tidak serak lagi.

"Kau seharusnya tetap berbaring saja Phil."

Dia menggelengkan kepala sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

Bagaimana bisa putraku ini menjadi tampan dan cantik disaat yang bersamaan?.

"Tidak apa Mr. Killick, tubuhku juga sudah segar dan agak kaku karena tidak digerakkan terlalu lama." Dia mengusap matanya yang berair satu kali lalu memejamkannya kuat-kuat. "Aku memang sering sakit tapi untunglah tidak sampai separah Maya saat dia kejang-kejang Oktober lalu."

Gadis yang sedang kami bicarakan tampak sedang melompat-lompat sekarang. Mencoba untuk terbang, namun tidak dengan menggunakan jubah dari kain curian pada tali kawat jemuran di belakang rumah seperti kawan-kawannya, melainkan hanya menggunakan tangan kirinya. Berpura-pura kalau dia punya sayap.

"Apa-apaan kau! Kesatria tidak punya sayap!," bentak Dylon jengkel.

Bocah itu harus diajari lebih keras untuk mengendalikan tempramen dan mulut besarnya di hadapan kaum perempuan, bahkan di hadapan adik perempuannya sendiri.

Mungkin itu akan jadi permulaan yang bagus.

"Tapi aku tidak punya jubah," jawab si gadis berpenampilan janggal dengan mimik wajah sedih karena dibentak lawan mainnya.

"Kau jahat sekali Dion! Kenapa kau memarahi Maya?," bentak Benjamin yang tampak takut-takut di sudut.

Dia penakut tapi jelas hanya dia yang punya hati nurani dan rasa kasih sayang dari segerombolan bocah laki-laki yang sedang "bermain" peran itu.

Sungguh lucu dan menyenangkan saat aku memiliki waktu luang untuk memperhatikan anak-anakku di saat-saat seperti ini, disaat mereka sedang tumbuh dan menampakkan jati diri mereka masing-masing. Anak-anakku ada yang begitu nakal, saking nakalnya sampai membuatku tertawa terpingkal-pingkal akibat ulah-ulah janggal yang telah mereka perbuat, ada yang bebal, kasar, dan ada juga yang berhati lembut seperti si kecil Benjamin disudut tadi yang kini sudah merangsek maju untuk mebela adik perempuan kecilnya.

Setiap anak punya kelebihannya masing-masing yang otomatis juga menjadi kelemahan bagi dirinya sendiri.

Itulah hukum sebab akibat yang tidak bisa kuubah sebagai ayah mereka. Aku hanya bisa menasehati dan memperhatikan, sisanya mereka sendirilah yang akan menentukan.

Dylon memang kadang keras kepala dan suka bicara semaunya tapi dia juga putraku yang paling tidak kenal takut, dia yang paling berani dan paling tahu mengenai apa yang dia inginkan dan dia kehendaki. Aku sudah berencana bahwa aku akan membawanya bersamaku kemana pun aku pergi setelah dia dewasa nanti.

Aku berdoa semoga diujian kenegaraannya yang kedua dia bisa mendapat kesempatan untuk berlatih menjadi kesatria Criparatus, agar kelak saat aku membawanya orang-orang tidak akan mencibir kemampuannya atau bahkan "keberuntungannya" yang bernasib baik. Berita bohong yang akan menuduh karier masa depannya yaitu dipilih karena dia merupakan putra angkatku yang otomatis bukan hanya bisa membuatnya terhina dan berkecil hati tapi juga dapat mencoreng nama baik akademi negara dan namaku sebagai pemimpin rakyat berdarah biru.

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang