CHAPTER 6 : In your silence

65 17 4
                                    

Ruangan besar penuh dengan orang-orang yang sedang melakukan bermacam-macam aktivitas tersebut sontak menjadi hening, sesaat setelah Ana dan aku muncul di depan pintunya.

"Rose, biarkan anak-anak bermain sebentar di luar, matahari sedang bersinar cerah dan aku mau anak-anak berjemur sedikit agar tidak ada lagi yang terserang penyakit, aku juga minta agar beberapa anak ikut membantuku menjual hasil kebun kita ke pasar, kau tahu sendiri bukan bahwa hasil kebun tidak bisa ditimbun."

Ana berbicara pada seorang wanita yang bertubuh tinggi dan besar, entah karena tubuhnya memang gemuk atau pakaiannya yang terlalu besar, aku berasumsi mungkin karena bajunya yang terlalu besar dan berlapis-lapis.

Maksudku, lihat saja aku sekarang! Gaun kerja yang kukenakan adalah salah satu tipuan mata terhebat yang pernah kukenakan! Sekarang aku terlihat seperti bulatan cokelat yang lumayan sehat, padahal sesungguhnya aku adalah tulang ikan yang bisa bicara.

Wanita tersebut berwajah panjang dengan kacamata berantai emas yang juga panjang, dia sedang mengawasi beberapa anak yang tengah belajar. Tepatnya anak-anak beraut wajah ketakutan dengan mata menembus buku yang terbuka di atas meja.

"Baiklah, tapi biarkan beberapa dari mereka tetap tinggal untuk menyelesaikan hukuman mereka, ya? Aku benar-benar tidak tahan pada 3 bocah berandal disana yang berpikir bahwa mereka jauh lebih pintar daripada guru-gurunya, aku benar-benar ingin memberi mereka pelajaran."

Wanita tersebut melempar tatapan kesal pada 3 orang anak yang duduk di pojok bangku paling kiri yang tampak lesu dan tengah melamunkan sesuatu.

"Max, Dereck, dan Ava membuat begitu banyak kerutan diwajahku yang malang akibat tingkah laku nakal mereka," tukasnya sambil menatap anak-anak tersebut dengan pandangan jengkel, lantas mengalihkan tatapannya yang berubah tajam padaku. "Aku harap yang satu ini tidak akan membuatku terlalu lelah."

Ia mengamatiku dari balik kacamata runcing mengerikannya dengan bibir tipis yang dikatupkan. Aku seketika langsung teringat bahwa dia adalah wanita yang juga kutemui di dapur tadi pagi, dia adalah wanita yang duduk di sebrang mejaku dan Ana.

Astaga! Bertapa berbedanya dia ketika memakai kacamata dan ketika tidak memakai kacamata! Kacamata itu membuat penampilannya jadi terlihat sangat jelek.

Mengerikan.

"Dia memang membuatku agak tersinggung tadi, tapi anehnya aku tidak jengkel." Ana memberikanku kedipan mata dan senyuman kecil sekilas.

Ana kemudian membalikan badan dan menatap anak-anak yang terlihat sibuk dan ribut tidak karuan itu. Dia menepuk kedua telapak tangannya, mencoba mencari perhatian mereka dan setelah kepala-kepala itu memperhatikannya, dia mengatakan sesatu dengan suara tinggi yang membuat mereka langsung bersorak-sorai.

Mereka membereskan semua barang di atas meja lalu bergegas maju ke depan ruangan satu persatu dalam sebuah antrian lalu menyalami Ana, wanita berkacamata, dan orang-orang dewasa lain yang di dalam ruangan tersebut lalu berlarian tunggang langgang keluar.

Setelah mengucapkan beberapa kata lagi pada wanita berkaca mata tadi, Ana menggandengku keluar menuju halaman depan tempat beberapa anak sedang berlarian. Dia mendudukanku di atas bangku kayu bermeja persegi panjang di sudut kanan halaman dan menuliskan sesuatu di atas kertas. "Aku pergi sebentar dan akan cepat kembali. Mainlah sama mereka". Dia menunjuk anak-anak di depan kami lalu mengangguk-anggukkan kepalanya seperti orang bodoh.

Aku sebenarnya tidak mau ditinggal tapi aku lebih tidak mau lagi jika dia menganggapku sebagai pengecut, jadi kuanggukkan kepalaku dan dia meletakkan kamus, kertas, dan pena tadi di atas pangkuanku lalu masuk lagi ke dalam rumah.

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang