CHAPTER 3 : If

72 26 2
                                    

Rumah Tuan Anderson ternyata adalah bangunan bertiang besar yang kami lalui kemarin malam, rumah besar yang ternyata dijaga oleh prajurit!.

Astaga, aku sudah menduga kalau Tuan Anderson adalah orang kaya karena pakaiannya memang bagus, tapi aku tidak tahu kalau dia juga sebenarnya adalah pemilik bangunan besar ini.

Kukira Tuan Anderson hanyalah pemilik bangunan yang tadi kutempati karena dia terlihat punya kuasa terhadap wanita-wanita disana, ternyata aku keliru, dia punya kuasa atas semua wilayah ini. Semuanya.

Aku menatap rumah tersebut, dalam hati mencoba menerka-nerka berapa besar jumlah uang atau berapa puluh kilogram getah karet yang harus dibayar hanya untuk membeli kaca jendela yang berpola bunga mekar pada masing-masing rangka jendela berkerangka panjangnya.

Apa kaca itu perhiasan yang ditempel? Bentuknya agak menonjol-nonjol sehingga semakin terlihat seperti bunga asli, bunga kaca yang sangat berkilauan.

"Bagaimana Maya? Apakah aku memang pria tua bangkrut dan miskin seperti yang selalu digunjingkan oleh Ibu Tina dan orang-orang di Batara?." Dia berbicara sambil menopangkan kedua tangan pada lututnya dan menatapku seakan meminta pendapat.

Baru pertama kali kulihat pria tua ini menyombongkan diri terhadap hartanya, biasanya dia hanya bersikap ponggah saat sedang mengatakan hal-hal pintar saja.

"Jika bu Tina menganggapmu kaya, justru itu akan jadi masalah Tuan, dia akan buka mulut pada semua orang dan anda akan tertangkap, bersyukurlah karena dia bodoh dan buta."

Dia tampak tertegun sejenak lalu terkekeh pelan, ditatapnya rumah besar dihadapannya itu. "Kau benar, syukurlah."

"Bagaimana bangunan sebesar ini bisa dikatakan sebagai rumah, Tuan? Para perampok akan datang kesini setiap hari jika tahu bahwa yang tinggal dalam bangunan sebesar ini hanya 1 keluarga yang terdiri dari 4 orang."

Ia tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala dan mengajakku masuk kedalam rumah tersebut. 2 prajurit berseragam merah tua yang menjaga pintu depan memberi hormat saat kami lewat, kami terus berjalan masuk dan Tuan Anderson sama sekali tidak berhenti untuk sekedar membiarkanku pulih dari rasa syok akan keindahan rumah besarnya.

Dinding bagian dalamnya berwarna kuning cerah, sama seperti dinding bagian luarnya, hanya saja dinding bagian dalamnya sebagian dihiasi penutup lain yang terlihat seperti karpet tipis bermotif bunga dan sulur-sulur daun kecil berwarna emas dan biru yang di atas permukaan dindingnya dipajang banyak sekali bingkai foto berwarna emas berukir yang menampakkan orang-orang dengan gaya kaku yang terlihat tidak nyaman.

Langit-langitnya tampak putih bersih dan dipahat megah, pada langit-langit tersebut dipasang lampu-lampu gantung yang terbuat dari  kaca dan terlihat seperti tetesan air yang menggantung, jumlahnya tidak hanya satu melainkan banyak!.

Wow! Belum pernah aku melihat tempat yang memasang begitu banyak lampu listrik kecuali toko perhiasan di simpang desa Pinang, itu pun hanya lampu-lampu bohlam bulat kecil dan bukannya lampu kaca menggantung! Terlebih lagi tempat ini bukannya toko atau gedung penting! Ini hanya sebuah rumah.

Tirai tebalnya menjuntai panjang hingga ke lantai dengan efek kain mengkilap berwarna unik, warnanya bukan putih juga bukan kuning, tapi adalah gabungan dari keduanya yang membingkai jendela-jendela besar, panjang, dan berceruk lebar yang jumlahnya sangat banyak hingga tak bisa kuhitung. Tirai tipis di bagian dalamnya yang berwarna putih bersih dan transparan terlihat berayun lembut tertiup angin pagi.

Selain itu ada banyak sekali lemari kaca besar dengan panel kayu berwarna cokelat dan  hitam legam yang penuh dengan kertas yang dipasang dalam figura, boneka-boneka kaca kecil, piring berornamen serta vas dan gelas-gelas kaca yang berkilauan.

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang