CHAPTER 13 : Scare you

53 12 9
                                    

Saat kami sedang berjalan sembari memperdebatkan mengenai umur penyu raksasa bertempurung hitam di stand khusus yang terlihat seperti tempat penjual hewan-hewan aneh yang tampak lesu dan kurang makan, Pip tiba-tiba menarikku ke arah lain yang berlawanan dengan arah kami datang tadi pagi.

Saat kutanya kemana lagi kami akan pergi, dia bungkam dan berkeras menyeretku seperti orang yang tengah dikejar-kejar sesuatu.

Kami keluar dari kawasan pasar melalui arah selatan dan berjalan sedikit lagi, kemudian berhenti di depan sebuah rumah besar bercat cokelat muda dengan mobil berwarna hampir serupa di depan halamannya.

Dengan perintah singkat tanpa menoleh dia menyuruhku untuk menunggu di luar sebentar dan masuk ke dalam rumah tersebut, lalu kembali beberapa lama kemudian dengan tas kain berwarna biru muda di tangannya. Untungnya Dia keluar tepat waktu sebelum aku sempat mengacaukan semak-semak di halaman rumah itu dengan ranting yang kutemukan di atas tanah karena merasa bosan.

Ia mengomeliku sebentar karena sempat melihatku menghajar semak-semak rontok malang milik orang lain yang bahkan sudah menderita karena musim dingin, kemudian menyeretku untuk pulang.

Kami berjalan kembali lagi ke arah pasar lalu pulang dengan menyusuri rute jalan ke arah barat seperti saat kami pergi tadi pagi.

Anehnya, sepanjang perjalanan dia menundukkan kepala dan terlihat berpikir sambil menggerak-gerakan mulutnya, hanya saja tidak ada suara yang keluar, dia juga menggeleng sekali dua kali dan langkahnya semakin melambat disaat kami semakin dekat dengan rumah.

"Apa itu Pip?," tanyaku mencoba mengalihkan perhatiannya. Dia anehnya tampak sangat gugup dan pemandangan tersebut, tentu adalah hal baru bagiku mengingat aku selalu melihat dia bersikap ponggah dan percaya diri selama 24 jam sehari.

Dia jadi aneh setelah masuk ke rumah bercat cokelat tadi.

Lamunannya seketika buyar, dia menegakkan kepalanya sambil membelalakan mata yang biasanya selalu tampak sayu padaku,
dan wajahnya seketika tampak memerah.

"A-Apa?," tanyanya tergagap.

Baiklah, pasti ada yang tidak beres.

Aku menunjuk tas biru di genggaman tangan kanannya.

"Itu, yang di tanganmu itu apa?."

Anehnya sebelum menjawab pertanyaanku, dia terlihat seperti tampak berpikir dan memutar bola matanya. Oh, ini. Ini sepatu," jawabnya defensif sambil menyembunyikan tas biru tersebut di belakang tubuhnya.

"Kau beli sepatu?."

Dia memalingkan wajahnya ke arah jalan beraspal, bersikap seolah tidak ingin melanjutkan pembicaraan. "Tidak, ini untuk putri Mr. Killick".

"Bukannya minggu lalu kau baru disuruh mengambilkan sepatu pesanannya?," tanyaku berkeras karena penasaran. "Jadi tempat tadi toko sepatu?."

"Bukan toko, itu tempat perancang sepatu khusus, Miss Killick tidak suka pakai sepatu yang ada di toko."

"Hah?, aku tidak mengerti, semua barang yang kita butuhkan kan ada di toko?, apa sepatu itu tertinggal di rumah tadi saat Lily berkunjung kesana?," tanyaku mencoba menebak secara bertubi-tubi.

Kau tidak akan lolos dari ini Pip, sekarang akulah yang akan mengujimu.

"Tidak, bukan begitu, hanya saja...," ucapnya ragu-ragu dengan wajah yang terlihat sedang memikirkan serangkaian kebohongan payah. "Miss Killick tidak suka pakai sepatu yang tidak dirancang khusus untuknya, katanya tidak nyaman jika memakai sepatu dengan model dan ukuran yang dibuat dipasaran."

letter P.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang