Happy Reading📚
Banyak typo:v
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~Bagas berlari melewati lorong rumah sakit berlatar putih itu. Matanya tak berhenti memperhatikan satu persatu tulisan yang terletak disisi atas pintu-pintu ruangan yang ada disana.
Ia khawatir bukan main saat menerima telepon darurat dari salah satu anak basis yang menghubunginya tadi. Bagas benar-benar tidak menyangka jika apa yang instingnya katakan itu menjadi kenyataan.
Decit pintu terbuka membuat seisi ruangan menatap kearah sumber suara itu. Bagas menutup pintunya kembali lalu melangkah gontai menuju brankar rumah sakit itu.
"Bang!" Sapa beberapa anak basis kelas 10 yang berada disana.
Bagas hanya menatap mereka dengan wajah datarnya lalu mengangguk kecil. "Kenapa bisa kayak gini?" Tanya Bagas.
"Gue ju—"
Pintu ruangan itu berdebum cukup keras disertai deru nafas tak karuan dari dua lekaki yang baru saja datang. Gab dan Arif membungkukkan badannya dengan dua tangan sebagai penyanggah dikedua lututnya. Mereka berusaha menetralkan nafasnya terlebih dahulu lalu menutup pintu ruangan itu kembali.
Keduanya melangkah menuju brankar rumah sakit itu lalu mengalihkan pandangannya pada orang-orang yang menunggu Pram disana. "Gas, kok bi—"
"Lanjutin penjelasan lo!" Sela Bagas pada salah satu anak basis tadi.
"Gue juga gak tau pasti kejadiannya kayak gimana bang. Pulang sekolah gue kerumah pohon, keadaan disana sepi gak ada orang satupun. Gue pikir emang anak basis kelasan lain belum pada pulang. Ternyata pas gue naik kerumah pohon, bang Pram udah tergeletak disana."
"Apa diagnosa dokternya?" Tanya Arif dengan raut khawatir.
"Bang Pram dipatuk ular." Balas anak basis itu lirih. "Tadi pas gue nemuin dia, tangannya udah biru-biru. Bisa ular itu udah nyebar." Gab dan Arif terperangah mendengar penjelasan adik kelasnya itu.
"Tapi syukurnya bisa ular itu masih bisa disedot juga belum nyebar keorgan-organ vital lainnya. Dokter juga udah ngasih penanganan maksimal, tinggal nunggu bang Pram sadar aja." Lanjut anak basis itu.
Gab dan Arief membuang nafas lega, sedangkan Bagas tidak mengubah ekspresinya sama sekali sedari tadi. "Udah hubungin orang tuanya?" Tanya Bagas datar.
Semua anggota anak basis disana saling menatap satu sama lain mendengar pertanyaan Bagas, membuat Bagas bisa menyimpulkan bahwa belum ada yang menghubungi keluarga Pram sejak tadi. "Gab! Bilang sama orang tuanya Pram!"
Gab mengangguk lalu mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya kemudian berjalan keluar ruangan tersebut. "Rif, ikut gue ke ke-markas!" Arif mengangguk kecil lalu keluar ruangan itu terlebih dahulu.
"Lo semua—jagain Pram sebentar! Nanti gue balik lagi kesini. Kalo ada orang tuanya datang, ceritain aja kronologinya. Tapi jangan bawa-bawa rumah pohon dalam penjelasan lo. Paham?" Ucap Bagas penuh penekanan.
"Paham Bang." Seru anggota anak basis yang menunggu Pram disana.
Bagas menghela nafas beratnya, mengusap wajahnya frustasi lalu meninggalkan ruangan itu bersama Arif dan disusul dengan Gab yang sudah selesai memutuskan sambungan teleponya.
- o0o -
Lelaki itu memasuki kamar apartemennya yang bernuansa hitam. Kamar berukuran sedang yang ia tinggali kala sifat itu sudah menyatu dalam dirinya.
Lelaki itu tersenyum puas saat manik matanya menangkap beberapa foto yang tertampal pada dinding kamarnya. "Satu persatu Gas. Tunggu aja!" Gumam lelaki itu, menampilkan smirk-nya.
Ia berjalan kearah sebuah nakas yang terletak disana, menarik laci teratas yang rupanya berisi deretan benda tajam yang tersusun rapih disana. Ia mengambil sebuah pisau bedah lalu menutup kembali laci itu.
Nevan melangkahkan kakinya kearah lemari kecil yang terletak disebelah lemari pakaiannya. Lelaki itu mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang yang terbuat dari jaring alumnium dari lemari itu kemudian membawanya pada sebuah meja belajar bersamaan dengan pisau bedahnya tadi.
Nevan bersenandung kecil sembari tangannya bergerak membuka penutup kotak sedang itu. "Maaf ya, kali ini aku mau bunuh kamu lagi." Ucapnya tersenyum kemudian terkekeh.
Ia mengeluarkan seekor tikus putih dari dalam kotak itu, kemudian menggengam kuat-kuat hewan kecil itu hingga ia tak bisa berkutik apalagi memberontak. "Tidur nyenyak disurga ya, aku benci kamu." Bisiknya pada hewan itu.
Satu tangan Nevan memegang tubuh tikus itu dan satu tangannya lagi ia letakkan pada sisi kepala tikus itu. Ia menampilkan smirknya. Hingga pelahan genggamannya pada tikus itu semakin kuat. Mencengkramnya seperti selembar kertas lalu menarik leher tikus itu hingga patah.
Suara tulang patah pada tikus itu membuat Nevan tertawa puas bahkan sampai terbahak-bahak. "Mati lo Gas! Anjing!" Serunya menggebu.
Ia meletakkan mayat tikus itu diatas meja belajarnya. Satu tangannya bergerak meraih pisau bedah diatas meja lalu mengarahkannya pada mayat tikus itu. Ia membelah tubuh tikus itu lalu mengeluarkan isi perutnya.
Bau anyir khas darah bercampur dengan semerbaknya daging bangkai tikus itu memenuhi ruangan apartemennya, padahal aroma semacam ini yang ia buat kemarin-kemarin belum hilang sedikitpun.
Nevan membuka laci meja belajarnya, menggambil foto seseorang disana lalu meletakkannya tepat disebelah bangkai tikus tadi. Lelaki itu mengambil salah satu kotak coklat yang tertumpuk di atas meja itu lalu membukanya.
Nevan melubangi beberapa bagian pada foto yang ia ambil tadi lalu menyelipkan isi perut tikus itu hingga terangkai begitu rapih melewati lubang-lubang yang ia buat. "Perfect!" Gumamnya.
Lelaki itu kemudian memasukkan foto itu beserta bangkai tikusnya kedalam kotak coklat tadi. Menutupnya serapat mungkin lalu tersenyum puas penuh makna.
- o0o -
.
.
.
.
.Uwuuuu!!
Gemeteran juga jyjyk sendiri nulis bagian akhir part ini:v
Masyaallah Nevan😯
Borahae💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ALPHA [COMPLETE]
Teen FictionSUDAH LENGKAP, SEDANG TAHAP REVISI ♥ BEBERAPA PART DI PRIVATE ACAK! Bagas Reka, siapa yang tidak tau lelaki ini di STM Bung Tomo. Lelaki dingin yang tidak pernah mau meladeni siswa perempuan yang berusaha mendekatinya setiap saat, paling disegani o...