11. Hujan

3.1K 190 4
                                    

"Hari itu hujan turun dengan derasnya..
Hari itu aku sangat berterima kasih pada hujan, ia menahan aku dan kamu ditempat yang sama..
Berteduh dari rintik-rintiknya, menunggu awan selesai mencurahkan bebannya..
Saat itu aku hanya terdiam, menatap punggungmu, berusaha menggapai dalam khayal,
Sunyi? Hanya suara gemercik air yg menjadi pengiring, kamu dengan pikiranmu, dan aku, dengan khayalanku.."

- Fladesa -

------------------------------------------------------
Warning!!! Typo betebaran:v
------------------------------------------------------

Fladesa Pov

Bel pulang sudah terdengar nyaring ke penjuru sekolah. Anak-anak murid berhamburan keluar kelas.

Tapi tidak dengan kelasku. Saat ini pelajaran dikelasku masih berlangsung, dan entah sampai kapan kami bisa meninggalkan kelas ini.

Ya, sekarang sedang berlangsung pelajaran Matematika. You know lah, pelajaran hitung-berhitung yang sangat-sangat membosankan juga mumet bukan main karena sederetan angka yang bersimpuh rapih dibuku.

Tapi itu menurutku, berbeda dengan teman sebangkuku sekaligus sahabatku, Aira. Sejak pelajaran dimulai, anak itu bahkan tidak merasa kesulitan sedikitpun, dia terlihat tenang berkutat dengan pensil serta buku coretan didepannya itu.

Jika saja boleh jujur, aku sangat iri padanya, mengapa temanku itu dikaruniai otak yang jenius dan bersahabat dengan angka-angka sialan itu, sedangkan aku, jangankan menyelesaikan soal dengan tenang, melihat deretan angka itu saja sudah membuatku mual bukan main.

Belum lagi materi yang sedang dipelajari kelasanku saat ini.
Sin, Cos, Tan.
Oh ayolah! Bahkan sampai saat ini aku belum menemukan apa kegunaan belajar materi itu, sampai harus memotong waktu pulang seperti ini.

Aku menghela napas panjang sembari meregangkan otot-ototku. Sungguh, ini melelahkan. Sudah hampir 15 menit bel pulang berbunyi, tapi aku belum sama sekali mengisi satupun soal didepanku. Aku mengalihkan pandanganku kesebelah kanan, tepat tempat duduk ketua kelasku, Ical.

"Cal! Ical!" Panggilku pelan.

Ical menoleh kearahku dengan tatapan seolah bertanya mengapa? Kepadaku.

"Udah kelar?" Tanyaku.

"Belum. Boro-boro ngerjain, ngerti juga nggak." Balasnya, terkekeh.

Lagi-lagi aku menghela napas panjang yang kesekian kalinya. Otakku benar-benar tidak bisa berfikir saat ini, pikiranku tidak bisa fokus, bahkan menghitung perkalian dua saja terkecoh hanya karena senandungan kecil dari mulut Aira.

"Ish, apasih gunanya belajar ginian? Emang rumus ini dipake buat beli bakso? Hah? Buat apa coba? Gak guna anjer!" Dumelku tak jelas.

Ical menoleh kearahku sembari tertawa. "Buat bikin ban Fla." Katanya.

"Lu bikin ban make rumus Sin, Cos, Tan? Keren ya asu." Balas Aira, tertawa.

Pak Ageng selaku guru matematikaku merasa terganggu rupanya, aku rasa suaraku, Ical dan Aira, sudah masuk kegendang telinganya.

Pak Ageng melihat kearah kami bertiga dengan tatapan tajamnya, seolah memperingati agar tidak berisik apalagi bercanda saat jam pelajarannya berlangsung. Kami bertiga hanya menunduk tak berani menatapnya, dan lebih memilih kembali berkutat pada soal sialan itu.

- 0o0 -

Waktu telah menujukan pukul 16.45, satu persatu teman kelasanku mengumpulkan tugasnya lalu berhambur keluar kelas untuk pulang.

ALPHA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang