Sadar

2K 116 19
                                    


Gadis itu terbangun.























Dari komanya beberapa hari lalu.
Dia mengerjapkan mata beberapa kali untuk benar-benar bisa menangkap cahaya yang masuk ke kornea matanya. Kepalanya terasa nyeri, tangan kirinya pun tidak bisa digerakkan. Hanya jemari lentiknya yang mampu bergerak meraba permukaan lembut tempat tubuh rampingnya terbaring. Infus dan alat bantu pernafasan masih setia melekat di tubuh lemas gadis itu. Tenggorokan nya begitu kering, sulit sekali untuk mengeluarkan suara.

Gadis itu melirik ke sekeliling ruangan bernuansa putih berdominasi hijau pastel yang dia tahu ini adalah rumah sakit.

Sepi.

Kata itulah yang sangat pas untuk menggambarkan suasana ruangan tersebut.

Gadis itu ingat, bahkan sangat ingat, apa yang terjadi sampai dirinya harus berada diruangan ini.
Kejadian sore itu kembali terngiang di kepalanya membuat rasa nyeri itu semakin menjadi. Ia meringis pelan merasakan kepalanya yang berdenyut.

Gadis itu tidak bisa melalukan apapun selama beberapa menit sebelum akhirnya pintu ruangan terbuka.
_______________________

Sajidah berniat pergi ke toko kue, tetapi saat di perjalanan, tiba-tiba ia teringat dengan Fatim. Entah kenapa rasa ingin melihat Fatim seperti menggebu-gebu. Padahal kemarin sore dirinya baru saja menjenguk Fatim.
Gadis bertubuh tinggi itu melihat jam yang melekat di pergelangan tangan kanan nya.

Jam 10.05

Pas sekali jam jenguk ruang ICU. Sajidah langsung memutar balik arah, dan segera menuju rumah sakit.

"We will where to go, kak Jidah?" Qahtan menatap bingung sang kakak yang memutar balik arah jalan nya.

"We will go to hospital, kak Jidah want look kak Fatim" sahut Jidah yang tetap fokus pada jalanan.

Qahtan mengangguk mengerti.

***

"You wait me here, okay? Don't go everywhere" Ujar Jidah pada Qahtan yang sudah duduk di ayunan taman rumah sakit.

Anak dibawah usia 10 tahun tidak di perbolehkan memasuki area rumah sakit.
Jadi Qahtan harus menunggu Sajidah di taman, yang ada di bagian depan rumah sakit.

"Okay. Don't long" balas si bungsu.

Jidah mengangguk dan tersenyum. Kemudian ia segera melangkah cepat ke ruang ICU. Firasat yang begitu kuat membuat Sajidah khawatir akan terjadi sesuatu pada adiknya.









Gadis berjilbab Tosca itu membuka pintu ruang ICU perlahan.

"Fatim? Alhamdulillah kamu udah sadar" Sajidah yang melihat mata Fatim terbuka serta jemarinya bergerak langsung masuk dengan perasaan bahagia yang memenuhi relung hatinya.

Ternyata ini sebab kenapa Sajidah tiba-tiba ingin melihat Fatim. Ikatan batin antara kakak dan adik memang sangat kuat.

"Haus" Fatim berkata parau. Suaranya benar benar serak.

Sajidah segera membantu Fatim untuk duduk dan mengambil segelas air yang ada di nakas. Tak lupa Sajidah melepas alat bantu pernafasan yang melekat diantara hidung dan mulut Fatim terlebih dahulu. Kemudian ia membantu adik ke empatnya untuk menengguk air itu.

Fatim menjauhkan gelas yang sudah kosong dari mulutnya, dan Jidah menyimpan gelas itu di meja.

Sajidah memeluk Fatim hangat. Senyuman terus tersungging di bibir ranum nya.

"Umi" Fatim melepaskan pelukan Sajidah dan menatap kakaknya sedih.

Sajidah menatap Fatim bingung. Apakah adiknya ini bermimpi bertemu dengan umi selama koma?
"Umi kenapa sayang?" Tanya nya lembut sambil sesekali mengusap puncak hijab Fatim.

 Kesebelasan tanpa pelatihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang