Masalah

1.3K 92 15
                                    

"Sohwa!" Rena, teman satu jurusan Sohwa menghampiri perempuan itu yang sedang duduk di taman depan gedung fakultas.

"Eh? Kenapa Ren?" Tanya Sohwa.

"Lo di panggil sama bu Saras, katanya rektor kampus pingin ketemu sama lo. Tapi lo harus ke ruangan bu Saras dulu." Rena menjelaskan.

Deg.

Sohwa terdiam. Perasaan nya mulai tidak enak. Dua minggu lalu dia sudah dipanggil oleh bu Saras selaku salah satu dosen mata kuliahnya kerena Sohwa mendapat nilai ujian yang buruk. Jauh di bawah rata-rata.

Dan hari ini dia akan kembali di panggil? Bahkan rektor juga ingin bertemu dengannya? Ada apa? Apa beasiswanya terancam akan dicabut?

"Woy! Wa?" Rena membuyarkan lamunan Sohwa membuat perempuan itu terkejut.

"Eh iya." Sohwa terkesiap dan segera bangkit dari duduknya. "Gue pergi dulu ya.." Sohwa berpamitan pada Rena dan hanya dibalas lambaian tangan oleh teman nya itu.

***

Sohwa berjalan lunglai disepanjang jalan menujur rumahnya. Beasiswanya resmi di cabut dari pihak kampus karena nilainya yang terus menurun disetiap semester. Perempuan itu pun memilih mengundurkan diri dari kampus karena tidak sanggup bila membayar sendiri uang semester yang lumayan besar. Keluar di semester 5 memang sangat disayangkan, tapi Sohwa bisa apa? Tidak ada yang bisa Sohwa lakukan selain menerima kenyataan bahwa ia tidak akan bisa kuliah lagi. Ia harus sabar menghadapi semua cobaan hidupnya. Ia harus kuat. Keluarganya adalah alasan mengapa dia harus tetap bertahan. Ditambah sekarang ada Nafa yang menjadi tanggung jawab baginya.

Sohwa menghela nafas berkali-kali, air mata yang mengalir ia sapu kasar dengan kedua telapak tangan nya. Dia tidak boleh rapuh. Sekarang dia yang tertua semenjak Atta pergi, dia harus memberi kekuatan untuk adik-adiknya. Untuk itu dia tidak boleh lemah.

"Aku yakin ini yang terbaik." Sohwa bergumam meyakinkan dirinya. Dan terus berbisik pada jiwanya kalau rencana tuhan itu pasti indah. Dia tidak boleh mengeluh apalagi putus asa. Dia tidak akan membiarkan sembilan adiknya ikut meratapi nasib Sohwa kali ini.

Sohwa berusaha menyunggingkan senyuman manisnya saat ia sadar sebentar lagi akan sampai dirumah. Walau itu sulit dan terasa menyesakkan dadanya, tapi Sohwa tetap memaksakan. Dia harus terlihat tegar didepan semua adik-adiknya.

***

"Assalamualaikum...?" Sohwa membuka pintu kayu itu perlahan.

"Waalaikumsalam.. hiks..." Saleha, Mumtaz, dan Qahtan menangis. Dibelakang mereka ada Sajidah yang berusaha menenangkan.

Sohwa menghampiri empat adiknya kebingungan.
"Hey.. ada apa?" Tanya perempuan itu hati-hati.

Sajidah menatap Sohwa sedih. Bibirnya ingin mengatakan sesuatu tapi begitu sulit.

"Ada apa jid?" Sohwa kembali bertanya karena tak kunjung mendapat jawaban.

"Em... E.. itu kak.." Sajidah tak sanggup menyusun kalimatnya.

Sohwa semakin tak sabar.
"Kenapa sih?!" Suaranya pun meninggi.

"Nafa kak.." Sajidah menggantung ucapannya, menatap sang kakak takut-takut. Sajidah takut Sohwa marah karena ia tidak bisa menjaga Nafa dengan baik.

Sohwa terbelalak, ia baru sadar kalau Nafa tidak ada disini.
"Nafa kenapa Jid?!" Perempuan itu panik.

Apa sesuatu hal yang buruk sudah terjadi?

"Jid! Jawab kakak!" Sohwa mengguncang bahu Jidah, meminta jawaban yang jelas.

Sajidah menghela nafas gusar sebelum akhirnya menjawab.

 Kesebelasan tanpa pelatihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang