Untuk umi

2K 113 14
                                    

Maaf kalau partnya tidak sesuai harapan kalian hehew
********

Saaih tidak bisa fokus mendengarkan penjelasan gurunya di depan sana. Kepalanya benar-benar sakit. Rasa sedih, bingung, takut, marah semua menjadi satu di dalam pikiran nya, remaja itu benar-benar merasa kacau.

Dia melamun merasakan kepalanya yang ingin meledak. Bayang-bayang umi terus saja terlintas di hadapan nya, membuat matanya memanas dan segera ingin menangis.

"Saaih!" Tegur bu Devi membuyarkan lamunan Saaih.

Saaih terkesiap.
"Ada apa bu?" Tanya nya gelagepan.

"Apa yang tadi ibu jelaskan?" Tanya bu Devi tajam. Sorot matanya terasa menusuk manik hitam Saaih.

Saaih menelan salivanya. Dia sama sekali tidak mendengarkan penjalasan bu Devi tadi.
Akhirnya ia hanya bisa terdiam dalam kegugupan.

"Keluar sekarang! Gak ada yang melamun di jam pelajaran ibu" Titah bu Devi tegas.

Saaih pun mengangguk dan segera keluar dari kelas dengan berat hati.
Bu Devi adalah salah satu guru killer di sekolahnya, lebih baik dia tidak melawan dan langsung menuruti perintah guru muda itu.
Kalau tidak ingin terkena masalah yang lebih rumit.





Saaih memutuskan pergi ke rooftop sekolah untuk sedikit menenangkan pikiran nya. Sepertinya remaja berkulit putih itu butuh udara segar. Perasaan nya terlalu kalut.

Anak ke enam dari sebelas bersaudara itu memilih duduk di sofa bekas yang ada di rooftop. Mendongak menatap langit biru berhias gumpalan awan gelap. Mendung, seperti suasana hatinya saat ini. Menghirup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskan nya perlahan, Saaih melakukan nya berulang kali. Sedikit mengurangi nyeri di kepalanya.

"Aku kira kamu bakalan loncat dari rooftop" Saaih menoleh mendengar suara familier itu.

"Gue masih waras" balasnya dingin. Tak tertarik pada gadis yang sudah duduk di sebelah kanan nya.

"Semua masalah punya jalan keluar. Semua pertanyaan punya jawaban, asal jangan nanya berapa jumlah rambut aku" kata gadis itu santai.
Dia mengikuti kegiatan Saaih, menatap langit yang terlihat mendung pagi ini.

Saaih masih terdiam. Gadis ini tidak bisa ya tidak mengganggunya sehari saja. Saaih pergi kemanapun pasti gadis pemilik rambut hitam berkilau ini muncul di hadapan nya.

"Kalau kamu mau, kamu bisa cerita sama aku. Ya walaupun aku mungkin gak punya solusinya. Seenggaknya itu bikin kamu lega" Tawar gadis itu. Dia menatap Saaih penuh arti. Seorang Saaih Halilintar Benar-benar mempesona di matanya.

Saaih menatap gadis itu sekilas.
"Lo ngapain ke sini?" Tanya nya mengalihkan tawaran gadis berwajah mungil itu.

"Vina takut Saaih bunuh diri" jawabnya polos.
Saaih menautkan alisnya, dia tidak habis pikir dengan dugaan Vina. Gadis ini benar-benar aneh bin ajaib. Mana mungkin Saaih melakukan perbuatan berdosa besar itu, lagipula untuk apa melompat dari rooftop yang hanya berada di atas lantai tiga sekolah? Bunuh diri pun tidak akan mati.

"Gue gak sebodoh itu kali" ujar Saaih dan hanya dibalas cengiran oleh Vina.

"Waktu di restoran, kenapa lo nangis?" Saaih baru ingat tentang keanehan Vina saat di restoran waktu itu.

Vina terbelalak, untuk apa Saaih menanyakan hal yang sudah berlalu. Apa sepenting itu sampai Vina harus menjawabnya?

"Kalau gak mau jawab juga gak apa-apa" ujar Saaih seperti tahu isi pikiran Vina.

Vina kembali dikejutkan oleh pernyataan Saaih.
"Aku pengen nangis aja" Jawabnya gugup. Tidak masuk akal. Mana mungkin seseorang yang begitu ceria tiba-tiba ingin menangis tanpa alasan.

 Kesebelasan tanpa pelatihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang