Allah telah mengirimmu sebagai jalan istiqomahku
"Huu ... Alhamdulillah," seruku keluar dari kamar mandi. Menyelesakan rutinitas pagi sebelum menjemput rezeki yang ditebar Sang Maha Pengasih.
Aku berdiri di depan cermin. Menatap pantulan mayaku yang membaik dari hari sebelumnya. Syukurlah, kantung matanya sedikit berkurang. Aku senang melihatnya. Setidaknya aku tidak akan bertemu gorila betina setiap pagi. Benar kata ibu, tidur teratur sangat bermanfaat untuk kecantikan.
Sepertinya aku harus berterima kasih kepada Lintang. Berkat pertemuan kami kemarin, suasana hatiku jadi sedikit membaik. Ya Allah, betapa besar pengaruhnya terhadapku. Membawa euforia berlebih sampai rasanya larut dalam mimpi.
Sial, wajahku memanas lagi!
Aku menggeleng pelan. Mulai membasahi tanganku dan bersiap mengoleskan krim wajah seperti biasa. Namun tanganku berhenti melakukan pekerjaannya dan berganti fokus pada handuk hijau yang menggantung di bahu.
Dia pake jilbab hijau waktu itu. Dia cantik. Secantik kamu.
Sejak semalam aku selalu terpikir kalimat Lintang yang satu ini. Membuat darahku berdesir lantaran caranya berucap.
"Kayak gimana sih perempuan itu?" gumamku. Kurang kerjaannya aku penasaran dengan wajahku yang seperti apa saat mengenakan penutup kepala muslimah tersebut.
Kubentangkan handuk itu lalu kusampirkan di kepalaku untuk menutupi seluruh helai rambutku, menyisakan sebagian wajah yang malah terlihat semakin bulat menurutku. Lantas menggunakan penjepit baju sebagai pengaitnya. Seperti ini kah yang Lintang maksud?
"Apa ini kelihatan cantik?"aku membuat beberapa ekspresi aneh di depan cermin. Well, memang aku tidak pernah memerhatikan bagaimana penampilanku saat berkerudung. Karena hal itu memang sangat jarang kulakukan. Bahkan bisa dihitung jari. Saat hari raya, sholat, dan hanya beberapa kali jika ingin.
"Tapi kalau dilihat-lihat keren juga sih,"
_________
Mataku berhati-hati meneliti tumpukan kardus di hadapan. Menghitung jumlahnya sebelum dikirim menggunakan jasa antar paket kilat nantinya. Loyalitas dan kualitas adalah motto Candle World. Setiap pengiriman barang, kami usahakan agar tidak terjadi kesalahan.
Sebenarnya ini adalah tugas mbak Lisa. Namun apa mau dikata, kehidupan rumah tangga mungkin lebih menyita banyak waktu ketimbang bekerja. Beberapa kali aku membayangkan, bagaimana kehidupanku setelah berumah tangga nantinya. Mengurus suami dan anak, membuatkan bekal mereka, bersih-bersih rumah~ yang terakhir itu sudah biasa kulakukan.
"Rajinnya adekku,"
Aku hampir berguling saking kagetnya.
"Mbak Karin!" seruku jengkel. Tidak biasanya orang ini hadir tanpa salam. Sejak kapan dia datang?
"Aku udah salam tadi. Kamu nggak dengar," katanya santai, mengambil alih pekerjaanku.
"Nashwa mana?" aku celingak-celinguk karena mendapati kamarku yang masih kosong.
"Hari ini diajak main sama ayahnya. Oh ya, nanti aku nggak bisa lama ya, soalnya Nashwa juga gak bisa ditinggal lama,"
"Okay, hari ini juga cuma ngantar ini kok, aku sama mbak Lisa aja cukup," jelasku, tapi di mana mbak Lisa sekarang?
Kali ini aku memerhatikan mbak Karin memakai hijab panjang - yang entah namanya apa - berwarna merah muda. Bentuknya bagus, dan membuatnya semakin cantik. Mungkin lain waktu dia mau mengajariku cara memakainya.
Suara berisik ketukan pintu dari luar mengalihkanku. Aku yakin itu mbak Lisa. Memang siapa lagi yang bertamu kemari sepagi ini?
"Nggak biasanya Lisa ketuk pintu dulu," heran mbak Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Awry [Lengkap]✔️
Romance"Mas, dicariin ibu terus." "Hah?!" "Mas gimana sih! Serius gak sih sebenarnya?!" "Ya serius, dong! Kalo nggak ngapain kita selama ini?!" "Ya makanya cepet nikahin aku! Emang sampean ndak sungkan sama ibu?!" "Tunggu bentar lagi, ya? Ya?" Duh, Gustiii...