Bagaimana aku tak gundah? sedang melihat gambarmu tersenyum saja sudah membuatku goyah
Di satu ruangan kami hanya diam, saling lirik, dan membuang napas berjamaah kemudian. Hanya kegiatan itu yang kami lakukan lima belas menit belakangan. Lupakan tumpukan pekerjaan yang belum selesai, mungkin tidak ada yang mengingatnya setelah kejadian yang ... yang ... entahlah.
Tak ada obrolan karena aku sendiri bingung harus memulai dari mana. Sepertinya mereka berdua juga. Tapi disini aku yang jadi tersangka dan para kakakku ini yang mengadili-hanya dengan tatapan.
Terlalu canggung.
Di saat seperti ini aku berharap Nashwa-keponakan kecilku itu menangis keras, agar persidangan ini bubar.
Hampir sesak karena kebisuan, akhirnya mbak Lisa membuka forum dengan desisan kesal.
"Jadi kamu masih pengen tahu soal Lintang?" tanyanya. Aku mengangguk ragu kemudian menggeleng cepat. Aku juga tidak yakin dengan jawabanku.
"Mau ngapain emang?" giliran mbak Karin bertanya dengan mata tajamnya.
"Nggak tahu," dari sekian alasan yang sudah kupersiapkan tadi, hanya itu yang keluar dari mulut.
Mereka mendengus.
"Ya ... aku juga udah lupa kapan aku add dia. Facebook Candle World kan dulu emang akun pribadi aku. Ya ... pokoknya gitu lah," apa penjelasanku bisa diterima?
Tetapi ini memang apa adanya. Seingatku aku tidak pernah meminta pertemanan kepada siapapun semenjak akun pribadiku berubah menjadi akun official Candle World. Berarti secara logika, tangan kurang ajarku ini meminta pertemanan pada akun bernama Lintang Satrio Bagaskara sebelum Candle World berdiri. Lima tahun lalu?
Wah ... lama juga, ya?
"Well ... well ... well ... gejolak cinta lama memang mengerikan," mbak Lisa menggeleng drama. "Itu dari jaman kamu SD loh, Kar! Cinta monyet!"
Reaksiku hanya diam, menerawang masa-masa sekolah dasarku bersama anak laki-laki paling tampan saat itu, Lintang Satrio Bagaskara.
Yeah ... sebagian anak kecil memang menemukan cinta monyet pertamanya saat masa sekolah dasar. Aku juga merasakannya. Aku tahu betul bagaimana rasanya saling lirik kemudian salah tingkah saat ketahuan satu sama lain, melakukan kegiatan surat menyurat ketika pelajaran berlangsung, tersenyum sendiri hanya karena mendengar namanya, dan yang paling tragis waktu aku harus merelakan kepergiannya kala kelulusan. Rasanya bumi seperti berhenti berotasi.
Sakit sekali bagian terakhir itu.
"Iya, dia cinta monyet," aku menggumam di sela lamunan.
Kata orang, cinta monyet hanyalah cinta sesaat yang akan hilang bahkan berganti dalam kurun waktu kurang dari dua puluh empat jam. Lalu apa yang terjadi padaku saat ini?! Sudah bertahun-tahun lamanya aku dan Lintang berpisah, tapi aku tidak bisa melupakannya. Bahkan aku masih bisa merasakan bagaimana rasa-rasa yang ditimbulkan oleh cinta monyet itu. Dasar monyet sialan!
Aku sangat ingat wajah tampannya, caranya tersenyum, sikap humblenya, otaknya yang sangat tajam, dan caranya mengajariku rumus matematika yang sangat sulit, tetap sabar meski menghadapi kebegoan seorang Sekar. Pasti dia sekarang sudah tumbuh menjadi orang yang lebih, lebih, lebih segalanya. Huaaa ... apa aku boleh menangis sekarang?
"Kamu udah janji loh mau lupain dia," sindir mbak Karin.
Jangan heran kenapa mereka bisa tahu soal Lintang. Mereka adalah kakak yang tahu baik-burukku, luar-dalamku, dan semua kisah cinta yang mampir di hidupku. Mungkin mereka sedang mewaspadai penyakit KSWW yang mungkin sebentar lagi mendera. Kelingan Sing Wis-Wis.
"Iya aku udah lupain dia," jawabku ogah-ogahan dan kembali melamun.
Kalimat mbak Karin selanjutnya membuatku terhempas kenyataan, "Yah ... kalo gini ya kasihan Davin!"
Ah, aku jadi teringat pria itu. Senior yang selalu membantu saat aku dalam masa-masa sulit perkuliahan. Dia adalah pengisi hari setelah aku putus dengan Rihan. Benar-benar malaikat penyelamat, bukan?
Meski demikian, dia hanya pengisi sunyi, bukan pengisi hati.
Sudah lama aku memiliki hubungan spesial dengan seorang Davin Adriano Adaliz. Pria keturunan Holland dengan kharisma yang luar biasa. Oh, jangan lupakan wajahnya yang diatas rata-rata. Mata keabuan, hidung mancung, senyum teduh bak beringin, alis tebalnya yang kadang membuatku iri. Oh ya, dia juga sholeh. Pokoknya suamiable lah.
"Seharusnya kamu bersyukur punya Davin. Udahlah, nggak usah neko-neko! Udah ganteng, mapan, bertanggung jawab pula," mbak Karin masih berorasi.
"Preeett ... bertanggung jawab apanya?! Diajak ketemu ibunya Sekar aja kabur mulu!" sekarang mbak Lisa mendebat. Aku tak tahu pasti kenapa mbak Lisa dari dulu agak sentimen dengan mas Davin.
Tetapi mbak Lisa ada benarnya. Mas Davin selalu mangkir dari panggilan ibu di Kediri. Itu yang membuat aku ragu dengan dia belakangan ini.
Ndak tau apa kalo ibu sudah mengancam mau menikahkanku dengan anak teman arisan ibu kalo pulang ke Kediri ndak bawa calon suami!
Mau dilanjut kayaknya sudah tidak ada perkembangan di hubungan kami, kalau diputus sia-sia aja dong tujuh tahun sama dia. Dan comebacknya Lintang semakin memperburuk suasana. Dhuh Gusti, tolong hambamu ini....
Mbak Lisa dan mbak Karin masih berdebat, sementara aku melamunkan nasibku yang digantung mas Davin dan terjebak cinta monyet Lintang. Aku bahkan hampir tidak tahu mereka telah pergi-melanjutkan pekerjaan kembali.
Lagi, aku menatap layar ponselku yang sedikit retak karena unboxing ponsel tadi. Meskipun layarnya berantakan, aku masih bisa melihat profil wajah rupawan Lintang. Posenya lucu, seperti foto KTP, badan tegap dengan senyum khasnya. Fabiayyi ‘aalaa’i Rabbikumaa Tukadzdzibaan.
Aku tersenyum kecil. Tidak heran aku dulu begitu mengaguminya-sampai sekarang pun juga. Namun, untuk sekarang entah aku harus bersyukur karena Allah menjawab doa sepertiga malamku untuk dipertemukan kembali dengan dia, atau malah mengumpat atas semua kekacauan yang terjadi dalam hati.
Lama aku memandangi layar ponselku, hingga aku hampir melempar kembali ponselku saat melihat nama 'Mas Davin' disertai emoji love terpampang di layar panggilan.
"Ha ... halo, Mas ... Assalamualaikum," aku gelagapan. Seperti saat kamu selingkuh dan ketahuan pacarmu, kira-kira begitulah rasanya. Aku menggeleng cepat.
Aku ndak selingkuh! Aku ndak selingkuh!
"Waalaikumussalam, kamu baik-baik aja kan? Kamu kok kayak panik gitu?"
"Aku gak selingkuh, aku di apartemen sama temen-temen kok,"
"Hah? Selingkuh gimana?!"
Aduh! Sekar ... kapan sih kamu pinternya!
________
Halo!!! Voment guys :v share juga ke teman-teman kaleaaannn....
Maaf typo(s)
Kalo nggak tau apa arti KSWW atau Kelingan Sing Wis-Wis = Keingat yang sudah-sudah :p
Kalimat itu digunakan saat kita nggak bisa mup on dari masa lalu wkwkwkwkwk. Kadang saya juga suka begitu, eh!
Suka nggak sama chapter ini? Harus suka ya wkwkwkwk
Terima kasih ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Awry [Lengkap]✔️
Romance"Mas, dicariin ibu terus." "Hah?!" "Mas gimana sih! Serius gak sih sebenarnya?!" "Ya serius, dong! Kalo nggak ngapain kita selama ini?!" "Ya makanya cepet nikahin aku! Emang sampean ndak sungkan sama ibu?!" "Tunggu bentar lagi, ya? Ya?" Duh, Gustiii...