Corner Of The Street

77 6 13
                                    


Siapa bilang menjalani profesi dokter identik dengan kemewahan? Jam kerja yang panjang, belum lagi keluh-kesah dari berbagai penjuru. Mulai pasien hingga sesama dokter. Tapi, aku tetap menyukainya. Bagaimanapun melalui profesi inilah aku mempelajari sesuatu yang penting. Sesuatu yang terpetik dari sebuah kisah nyata tentang arti kejujuran, kepercayaan, kesetiaan, dan keikhlasan dalam cinta. 

Cinta... satu kata yang rumit dan punya berjuta-juta makna. 

Cinta... kata yang kadang bikin manusia waras menjadi gila, lupa daratan, lupa umur, bahkan lupa tujuan hidup. Namun, tidak jarang orang bisa bahagia dengan berbagi rasa cinta terhadap sesama.

What a wonderfull of love.

Seperti biasanya, rutinitas koas dokter muda yang aku lakoni sudah dimulai dari pagi sampai senja. Hari-hari yang sama. Wawancara dengan pasien (anamnesa), pemeriksaan fisik, diagnosa, dan pengobatan. Seusai kegiatan biasanya aku langsung pulang. Ujian, makalah, dan berbagai tugas dalam satu bagian (stase) kedokteran yang bernama responsi dan beberapa referat itu telah menunggu.

Tapi jujur saja, hari ini seusai kegiatan aku merasa penat.Rasanya ingin sekali refreshing kesatu tempat yang tenang untuk mengembalikan semangat. Sore ini pun aku memutuskan untuk tidak bergegas pulang seusai kegiatan. Ku arahkan motor menuju kampus, tempatku menimba ilmu. Di antara suasana mendung Kota Pahlawan, aku susuri jalan-jalan yang tampak lenggang. Tak membutuhkan waktu lama, aku telah sampai di pelataran parkir Fakultas Kedokteran.

Parkiran tampak sepi. Aku datang saat proses belajar-mengajar sudah usai. Apalagi hari ini Jumat, sudah pasti banyak mahasiswa yang memutuskan untuk pulang lebih cepat daripada berlama-lama di kampus. Suasana mendung yang dingin, dengan sensasi bau hujan mulai tercium di pelataran kampus, membuat aku nyaman. Aku berjalan, berkeliling mengitari gedung fakultas.

Aku sangat menikmati perjalanan kecil ini. Dengan langkah pelan, aku pandangi gedung perkuliahan ini dengan sesekali tersenyum, mata menerawang, dan air mata tertahan. Begitu rindunya aku pada masa-masa kuliah dulu. Bersama teman- teman saling bercanda dan berdiskusi tentang materi kuliah. Tentang apa saja. Serasa masih begitu lekat di ingatanku semua itu.

Bukan pertama kalinya aku mengunjungi fakultas, tapak tilas. Mengingat semua kenangan indah saat aku masih menyandang status sebagai mahasiswi. Aku melakukan rutinitas ini hampir seminggu tiga kali. Dan, sepertinya aku tidak keberatan untuk terus melakukannya. 

Mengunjungi kampus membuat mood dan semangat yang mulai kendor, kembali membara. Ini menjadi pembangkit semangatku. Sebenarnya, tidak hanya bangunan fakultas yang menyimpan banyak kenangan indah kebersamaaanku dengan teman-teman. Hampir seluruh bangunan di universitas menjadi saksi saat aku wira-wiri dalam kegiatan kampus di fakultas dan universitas. Aku lumayan aktif mengikuti salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa.

Kuteruskan perjalanan tapak tilas sore ini. Meninggalkan gedung fakultas, menuju jalan utama menuju student center yang jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan berjalan kaki dalam cuaca yang masih mendung, aku lewati barisan pohon rindang, melintasi jalan setapak.Langkahku terhenti di depan bangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang kami sebut genset kala itu. Di depannya terdapat area kecil untuk tempat bersantai dan ngobrol bersama teman sembari menikmati pemandangan bendungan.Kami menyebut bendungan itu tambak. Tempat budidaya ikan milik mahasiswa Fakultas Perikanan. Dengan rerumputan hijau di sisi kanan-kiri, beberapa rumput liar yang tinggi di sisi yang lain, dan beberapa pohon besar rindang di ujung,membuat suasana semakin damai dan nyaman. Sepertinya tak akan ada yang keberatan kalau harus berlama-lama melepas lelah dan penat di sini.

Tempat itu pulalah yang biasa aku kunjungi untuk berdiam diri. Dalam hening, lagi-lagi semua kenangan berkelebat di benakku. Aku menyebut tempat itu corner of the street, ujung jalan. Pojokan yang menjadi satu tempat paling bersejarah dalam tiga tahun terakhir dalam hidupku. Aku menghela napas panjang. Tercium aroma rumput dan tanah basah khas hujan. Aku duduk sendirian disini, menatap pemandangan di depan ujung jalan. Tempat ini tak berubah.Sederhana, tenang, dan klasik.

Aku merogoh tas, mengeluarkan headset, dan memasangnya. Jemariku memencet tombol Mp3 Player dan mencari sebuah lagu. Suara tenor khas Danny O'Donoghue mengalun tak lama kemudian.

Going back to the corner when I first saw you.

Gonna camp in my sleeping bag, I'm not gonna move.

Got some words on cardboard, got your picture in my hand.

Saying, "If you see this girl can you tell her where I am?"

Some try to hand me money, they don't understand. I'm not broke, I'm just a broken-hearted man. I know it makes no sense, but what else can I do.

How can I move on when I've been in love with you.

'Cause if one day you wake up and find that you're missing me. And, your heart starts to wonder on this earth I could be. Thinking maybe you'll come back here to the place that we'd meet. And, you'd see me waiting for you on the corner of the street.

So, I'm not moving, I'm not moving, I'm not moving

Lantunan lagu itu, tak bisa aku tolak membawa pikiran kembali pada masa tiga tahun yang lalu.

HONEYWhere stories live. Discover now