Going Back to The Corner

10 1 0
                                    


Rintik-rintik hujan mengenai pipiku. Membuatku tersadar dari lamunanku yang panjang. Aku masih di sini, di genset, corner of the street. Aku lihat jam tangan telah menunjukkan pukul lima sore.

Time to go home.

Aku kemasi semua barang, dan bersiap beranjak pergi. Aku lihat sekeliling tempat ini untuk terakhir kalinya. Ya, mungkin ini akan menjadi hari terakhirku mengunjungi corner of the street.

Tepat pada tanggal 23 Januari, setahun setelah aku berjanji untuk bertemu dengan Galih. Setelah kepergianku waktu itu, Galih menghilang. Dia menutup semua akses komunikasi antara aku dan dia. Aku sudah mencoba menghubungi orang tua dan saudaranya, tapi tidak ada satu pun diantara mereka yang mau member tahu tentang keberadaan Galih. Jangankan keberadaannya, nomor ponselnya pun sampai sekarang aku tidak tahu.

Tidak berhenti pada keluarganya saja, pencarian info tentang Galih sempat aku lanjutkan melalui teman-teman kuliah. Nihil. Tidak ada satu pun teman Galih yang tahu tentang keberadaan Galih. Mereka bilang bahwa dia jarang kuliah sekarang.

Aku berhenti berusaha, bukan putus asa. Aku masih berharap dia hadir hari ini sesuai dengan janjinya. Aku masih teringat kata Rei.

"Hidup itu penuh dengan pilihan. Apa pun pilihanmu, pastikan bahwa itu yang terbaik. Jangan pernah sesali apa pun yang telah kamu pilih."

Aku telah memilih meninggalkan Galih, dan memulai hidup baru dengan Bimo. Ketika aku menyesalinya, itu sudah terlambat. Waktu tidak bisa diputar kembali. Yang bisa aku lakukan sekarang adalah....

Berhenti menyesali masa lalu, karena itu telah lewat. Yang terpenting adalah saat ini, jangan sampai kesalahan yang sama terulang kembali.

Mungkin ini saatnya aku benar-benar menutup masa lalu.

Jangan berpikir kamu tidak mampu melupakan masa lalu. Tutup masa lalumu, karena Tuhan selalu membuka pintu masa depan.

Selamat tinggal corner of the street.

Semua kenangan yang pernah terjadi di sini tidak akan pernah aku lupakan. Sampai kapan pun, kenangan bersama Galih akan menjadi yang terindah. Banyak pelajaran tentang hidup yang aku pelajari. Betapa kita harus belajar bersabar dan banyak bersyukur atas apa yang kita punya.

Aku berjalan menjauhi genset. Dengan langkah pasti aku menuju motor yang terparkir di dekat fakultas. Suasana mendung dan gerimis menambah sendu perasaanku sore ini. Ya, aku harus kuat. Sudah aku mantapkan hatiku untuk tidak lagi mengenang Galih. Ini saatnya aku harus move on and keeping forward.

"Doaku selalu untukmu, Bee. Di manapun kamu berada, sedang apa pun kamu disana, aku selalu mendoakan untuk kebaikanmu."

Andai saja ini adalah sebuah cerita dongeng, semua pasti akan berakhir dengan indah dan bahagia. Andai aku adalah seorang penulis novel romansa, aku akan membuat cerita ini berakhir dengan senyuman dan tawa. Ya, karena sejatinya, semua cerita akan berakhir dengan indah. Tapi, apabila semua ini belum berakhir dengan indah, maka percayalah, cerita ini belum benar-benar berakhir.

Honey bee forever after.

HONEYWhere stories live. Discover now