[1] Ruang Latihan

639 52 5
                                    

A/N:

Jadi, ini pertama kalinya aku buat fanfiction BTS. Alurnya aku banyak terinspirasi dari Jembatan Mapo, Bangtan Universe, dan drama Hotel Del Luna. Ini semi AU, ya. Maaf kalau karakter mereka di sini aku nistakan dan jauh dari realita :')

'

'

'




Park Jimin bukanlah seseorang yang murah hati. Memiliki ambisi setinggi langit tanpa mau jatuh harga diri. Ia haus akan pujian, selalu mencari perhatian, dan berusaha untuk membuat dirinya menjadi pusat segala pasang mata. Ia selalu menyebutnya sebagai bentuk pertahanan diri, tetapi bagi sebagian orang Jimin hanyalah manusia yang tidak tahu diri.

Cibiran itu bisa datang dari banyak sisi, meskipun hanya disuarakan batin. Ketika semuanya terduduk lelah, mengusap peluh yang hampir membanjiri seluruh badan, Jimin kembali berjalan menuju sudut ruangan untuk menyalakan musik yang beberapa detik lalu baru saja berhenti. Tanpa memedulikan tatapan yang menghujamnya, dagunya terangkat penuh angkuh, kakinya berpijak tepat di tengah-tengah ruangan. Matanya tajam menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Ada kobaran api, membuat lautan korneanya mendidih karena emosi.

Jimin benci jika ada yang mengkritiknya dan menilainya salah. Ia menganggap dirinya benar, itulah yang membuat dadanya menjadi terlalu busung. Beruntungnya, ia memilik tekad yang begitu tangguh. Ketika terjatuh ia bangkit tanpa meminta pertolongan orang lain, sialnya, juga membuatnya semakin menyombongkan diri.

"Cukup, Jimin. Kamu hanya melakukan kesalahan kecil," kata Jung Hoseok dari pinggir ruangan. Ia melempar sembarang botol air yang baru diteguknya hingga habis.

"Pelatih Kim membentakku. Apa di matamu itu kesalahan kecil?"

Hoseok sudah mengira Jimin akan menjawabnya seperti itu. Percuma. Pemuda itu terlalu keras kepala. Ia membiarkan tanya retoris Jimin dan menatap tarian pemuda itu yang sudah tampak sempurna di matanya.

"Biarkan saja. Tidak usah dipedulikan, Seok. Jimin akan tetap seperti itu sampai pagi," sahut Kim Namjoon yang kini duduk di sebelah Hoseok, terdapat tas ransel di pangkuannya, bersiap untuk pulang.

Di sudut ruangan lainnya, seseorang menekuk lutut dan memandang Jimin takut-takut. Menghabiskan waktu latihan selama lima jam bersama enam pemuda lainnya terasa sangat canggung, terlebih ini kali pertamanya ia bertemu dengan mereka semua. Sesuatu terjadi di luar ekspekstasinya. Ia pikir bisa meraih mimpinya dengan mudah. Diterima di agensi ternama Korea Selatan, It Hit, berlatih dengan keras, lalu agensi akan mendebutkannya bersama pemuda-pemuda lain membentuk sebuah boy group yang siap menggetarkan dunia. Ternyata, tidak sesederhana itu.

"Jimin memang begitu. Dia benci disalahkan. Sombong sekali, 'kan? Merasa dirinya benar saja. Aku tidak bisa membayangkan kalau benar-benar debut dengannya." Ia tidak berani mengeluarkan suara ketika seorang pemuda duduk di sebelahnya. Matanya masih terlempar pada pantulan kaca yang merefleksikan Jimin yang sedang melakukan split dengan cepat. "Namamu Jungkook, 'kan? Aku Kim Taehyung," ucapnya lagi lengkap dengan senyum kotaknya.

Jungkook menyambut uluran tangan Taehyung ragu-ragu dan berkata pelan, "Jeon Jungkook."

"Berapa umurmu?"

"Lima belas tahun."

"Wow! Muda sekali. Bagaimana rasanya setelah bergabung bersama kami?"

Jungkook bingung bagaimana cara menanggapi Taehyung yang mendadak mewawancarainya. Ia pikir pemuda itu sangat ekspresif. "Senang," gumammnya dengan senyum tipis.

Taehyung tertawa pelan mendengar ucapan Jungkook yang begitu singkat. "Kamu pasti berbohong. Tetapi, tidak apa. Senang kalau kamu senang." Dahi Jungkook mengerut samar. Pemuda di sebelahnya sepertinya bisa membaca pikirannya. Jungkook memang merasa senang bergabung di agensi yang sudah ia impikan sejak umurnya belia, tetapi ia masih ragu, apakah ia juga merasa sesenang itu setelah bertemu enam pemuda lainnya di dalam ruangan ini?

The LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang