[6] Tidak Mengenal

255 42 7
                                    


Jungkook merasa sekolah barunya tidak terlalu buruk. Sebagian besarnya menyambut dengan hangat kemarin. Meskipun Jungkook sangat pemalu, teman-temannya tak segan untuk mendekatinya lebih dulu, sehingga Jungkook pelan-pelan bisa menghapuskan rasa canggungnya sebagai siswa baru.

"Jung, mau ke kantin?"

Jungkook menolak halus ketika Yugyeom, teman sebangkunya bertanya, "Tidak, Gyeom. Aku ingin keliling sekolah. Lagipula, aku belum sempat masuk ke perpustakaan kemarin."

"Wah, Jungkook-ie anak yang rajin, ya? Apa perlu kuantar?" Kali ini Lisa menyahut dari bangku depan. Gadis itu adalah ketua kelas.

Jungkook lagi-lagi menolak niat baik teman-temannya. "Tidak perlu, Lis. Aku sendiri saja."

Jungkook ke luar kelas dengan pandangan berkeliling. Tujuan utamanya adalah perpustakaan karena jujur saja ia merasa sangat tertarik dengan perpustakaan di sekolah itu. Ruangannya sangat luas, ada berbagai jenis buku, sampai komik-komik pun ada. Kalau Jungkook kira-kira, luas ruangan perpustakaan adalah gabungan dari sepuluh kelas.

Ia menatap takjub pada koleksi komik One Piece yang cukup lengkap di rak perpustakaan sekolahnya. Bahkan, ketika ia di Busan dulu, sekolahnya tidak pernah menyediakan komik. Jungkook suka membaca, tetapi bukan buku-buku pelajaran, melainkan komik ataupun novel. Makanya, Lisa salah besar kalau menganggap Jungkook rajin karena datang ke perpustakaan. Sejak kemarin masuk ke dalam perpustakaan, matanya langsung terpaku pada rak buku komik.

"Permisis, Bu, apa aku boleh meminjam lima buku?" tanya Jungkook kepada seorang ibu penjaga perpus. Ibu tersebut berperawakan sedikit gemuk, rambutnya digelung tinggi, dan kacamata kotaknya membuat raut wajahnya terlihat galak.

"Tidak, Nak. Kamu hanya bisa meminjam dua buku."

Jungkook cemberut, namun ia tetap menuruti perkataan ibu perpus. Setelah mengisi data pinjaman buku, pemuda itu ke luar dengan wajah sumringah. Ia ingin cepat-cepat membaca komik di tangannya!

Tujuan berikutnya adalah melihat lapangan basket indoor yang katanya terletak di lantai tiga. Jungkook menolehkan kepalanya, sedikit bingung karena ia tidak mendapati tangga menuju ke lantai atas. Jungkook berjalan perlahan, melewati beberapa orang yang duduk di teras kelas sembari mengobrol. Istirahat begini lorong kelas menjadi sepi. Sebagian besar siswanya pasti memilih untuk ke kantin.

"Apa ini tangganya?" gumam Jungkook kepada dirinya sendiri.

Ragu-ragu pemuda itu menaiki satu-satunya tangga yang didapatinya tepat di belokan ujung lorong. Jungkook sedikit sangsi karena tangga yang ditapakinya agak menyeramkan. Tidak ada pegangan di pinggirnya sehingga ia menolak untuk melihat ke bawah.

Tunggu. Sepertinya Jungkook salah. Tangga ini bukanlah tangga yang akan membawanya ke ruangan indoor basket, melainkan atap yang berada di lantai empat. Tidak tahu dapat keberanian dari mana, Jungkook hanya terus menaiki tangga tersebut meskipun gedung di atasnya semakin sepi, tidak ada penghuni. Jungkook kira ini adalah bangunan baru, belum dioperasikan menjadi kelas sepenuhnya.

Angin menerpanya kuat begitu sampai di atap, rambutnya yang sedikit panjang ikut berkibar. Senyuman terbit dari bibirnya. Dari atap, Gunung Bukhansan begitu jelas terhampar, mengelilingi kota Seoul yang begitu ramai ketika matahari tepat berada di atas kepala. Sayang sekali, sepertinya Jungkook akan senang diam di atap apabila keadaannya tidak sepanas ini, kulitnya bahkan sudah terasa sedikit perih akibat matahari yang begitu menyengat.

Jungkook baru saja akan berbalik saat siluet seseorang tertangkap lensa matanya. "Jimin hyung?"

Jungkook tidak begitu yakin, maka ia sedikit mendekat untuk memastikan siapa gerangan yang sedang berbaring di bawah mentari yang begitu semangat bersinar.

The LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang