14. Mandiin dong, Sa

112 9 4
                                    


Raina

Arsa memutuskan buat nginep di rumah gue. Jelas bukan atas kemauannya sendiri, tapi hasil bujuk rayu gue dengan melakukan berbagai cara. Akhirnya dia luluh juga saat gue hampir menangis dengan alasan takut bobo sendirian setelah diajak nonton film horor sama Nindya.

Tapi kalo boleh jujur mood gue lagi kacau banget, rasanya campur aduk dan membuat kepala gue pening bukan main. Bener ya ternyata, jadi orang dewasa tuh nggak enak. Tapi kalo lagi manja-manja sama Arsa gini jadi enak, nagih.

"Tadi di kampus ngapain aja, Sa?"

"Belajar," jawabnya sambil memencet remote televisi untuk mencari tayangan yang cocok buatnya.

Sementara gue memilih untuk menyandarkan kepala ke pundak lebar bin lapang milik Arsa, mendengar jawaban Arsa yang menyebalkan gitu membuat gue meliriknya dengan tatapan kesal.

"Ih gak gitu konsepnya," kata gue sambil kembali bersandar ke pundak Arsa. "Sa, kamu gak akan kemana-mana, kan?" gak tau tiba-tiba aja otak gue kepikiran hal random dan kalimat itu keluar dengan sendirinya dari bibir gue.

"Emang aku mau kemana?"

"Ya nggak tau, makanya aku nanya. Kenapa sih tiap aku kasih pertanyaan kamu selalu balik nanya ke aku? gak bisa langsung jawab aja, apa?" malam ini mood gue semakin jelek apalagi ditambah ngobrol sama Arsa bikin darah gue tinggi mendadak.

"Kamu takut aku tinggal pulang pas udah tidur?" Arsa menoleh kearah gue.

"Hng," daripada emosi gue memilih untuk memejamkan mata berbantal pundak dan berguling lengan empuk berotot milik Arsa.

"Na, nggak mandi dulu? jangan langsung tidur." gue bisa mencium bau citrus dari Arsa, begitu menyegarkan dan bikin gue betah lama-lama clingy padanya.

Tapi ini nggak adil banget, gimana bisa Arsa sewangi ini setelah seharian sibuk di kampus dan gue yakin dia sendiri belum mandi sehabis ngampus karena dia langsung ke rumah gue.

"Gamau," jawab gue sekenanya.

"Yah jorok." kata Arsa mengejek. Meski begitu dia tetap membiarkan gue gelendotan di lengannya tanpa merasa risih.

"Mandiin dong, Sa."

Yang gue ajak bicara bergeming, tidak menjawab sama sekali. Karena dia tau kalau gue cuma bercanda dan candaan bukanlah sesuatu yang perlu untuk dijawab, itu menurut Arsa.

"Kalo gitu mandi bareng aja gimana? kamu juga belum mandi, kan?" sekali lagi gue menggodanya, tapi Arsa masih aja diam. Dia hanya melirik gue sebentar lalu menghela napas sambil geleng-geleng dengan muka datar.

Kadang gue heran deh sama Arsa, dia tuh apa nggak pernah merasa tegang atau terangsang gitu saat gue menawarkan untuk membiarkannya melakukan apapun yang dia mau terhadap diri gue?! apa gue sebegitu tidak menariknya dimata Arsa?

Responnya juga ketebak banget, cuma diem atau kalo lagi mood dibales dengan menoyor kepala gue pelan sambil bilang, "Na, kayaknya kamu harus dirukiyah deh." lengkap dengan muka datar super nyebelinnya.

"Eh eh aduh," gue memekik kaget saat kepala gue merosot jatuh ke sandaran sofa karena Arsa berdiri tanpa bilang-bilang lebih dulu.

Gue menatapnya bingung, "Sa, kamu marah? aku cuma bercanda doang." gue mendongak untuk menatap Arsa, sedangkan dia masih berdiri diam dihadapan gue.

"Iya iyaa, aku mandi." bahkan tanpa interupsi dari Arsa gue bisa tau arti tatapannya. "bantuin," gue mengulurkan tangan kearah Arsa, memintanya untuk membantu gue berdiri.

Padahal biasanya kalau udah kemaleman begini gue langsung tidur dan nggak mandi. Tapi Arsa emang strict sama kebersihan sih, nggak heran dia mandi sehari kadang tiga kali kalau lagi musim kemarau gitu cuacanya panas.

Mysterious BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang