2. Thank you for coming

159 18 4
                                    

Raina POV

Cukup lama kita di kafè, sekadar ngobrol ngalor-ngidul berdua adalah satu hal yang menjadi favorit gue saat sedang bersama Arsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cukup lama kita di kafè, sekadar ngobrol ngalor-ngidul berdua adalah satu hal yang menjadi favorit gue saat sedang bersama Arsa. Dimana dia selalu menjadi pendengar ketika gue mulai bercerita, sesekali menimpali omongan gue dengan jokes-nya yang berhasil buat gue ketawa.

"Besok kamu kelas pagi atau siang, Sa?" ucap gue di sela-sela obrolan.

"Pagi. Tapi pulang sore."

"Padet banget jadwalnya?"

"Hng, ada praktek." balasnya, sambil menyeruput tehnya.

Gue hanya mengangguk menanggapi jawaban Arsa yang terlalu to the point, nggak ada basa-basinya sama sekali.

"Kenapa, Na?"

"Ha? Nggak kenapa-napa. Yaudah besok kalau pulang hati-hati."

Tiba-tiba aja dia berdiri dari tempat duduknya, melepas jaket yang tadinya gue sampirkan ke bahunya.

"Pulang, udah malem. Aku anter." dan lagi-lagi gue hanya mengangguk, mengemasi barang yang ada di atas meja.

"Woi, Na, disini beneran lo ternyata?" gue menoleh ke sumber suara, ahh ternyata benar, Nindya.

"Iya nih, tapi udah mau balik." gue melirik Arsa yang berdiri menatap gue dan Nindya bergantian.

"Eh, Arsa juga disini." sapa Nindya pada Arsa, yang di balas dengan senyum tipisnya.

"Yiah, gue baru sampek. Ayolah kita ngumpul, ngopi dulu kek bentar aja. Iya nggak, Yo?" Nindya menyenggol lengan Dio yang daritadi berdiri disamping Nindya, tanpa buka suara sedikitpun.

Ngomongin soal Nindya dan Ardio, mereka adalah sahabat gue. Apalagi Dio, kita udah kenal dari jaman sd karena rumah kita ada di satu kompleks yang sama. Waktu kecil gue sering main bahkan menginap di rumah Dio, orang tua Dio udah menganggap gue sebagai anaknya sendiri. Dan gue menganggap Dio adalah kakak gue, meskipun umur kita sama, karena Dio punya pemikiran yang jauh lebih dewasa daripada gue. Gue juga sering curhat ke Dio, terlebih tentang hubungan gue dan Arsa.

Nah kalau Nindya, dia adalah teman sejurusan gue. Anaknya cablak, sama kayak gue, makanya nggak susah buat jadiin dia sahabat gue. Dan fyi, dia adalah pacarnya Dio. Gue berperan penting dalam hubungan mereka, karena gue adalah makcomblang mereka. Awalnya Nindya yang ngebet ingin dekat dengan Dio, dan entah gimana caranya tiba-tiba aja Nindya udah official sama Dio. Gue kagetlah, secara Dio itu anaknya super anteng, ada cewek lewat di depannya aja dia nggak bakal di lirik. Tapi akhirnya takluk juga sama Nindya.

"Ntar pulang gue anter." ucap Dio, melirik Arsa.

"Aku pulang bareng mereka, ya, Sa?" tanya gue hati-hati.

Arsa menghela napas pelan, dan akhirnya mengangguk, "Hati-hati pulangnya." katanya sambil menyerahkan jaket gue yang daritadi dia pegang.

Senyum gue mengembang, tapi hati gue sedikit ngilu. Tadinya gue berharap Arsa akan memaksa gue buat ikut mobilnya dan dia akan mengantar gue pulang. Tapi, ekspektasikan nggak seindah kenyataan.

Mysterious BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang