12. Starbucks

54 15 1
                                    

Arsa POV

Gue pandangi layar hape gue yang menyala menampilkan room chat gue dengan Zia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue pandangi layar hape gue yang menyala menampilkan room chat gue dengan Zia.

Beberapa hari lalu dia menghubungi gue dan mengajak ketemu, katanya ada yang ingin dia omongin. Dan hari ini kebetulan kelas gue kelar lebih cepet dari jadwal seharusnya, makanya gue mengiyakan ajakannya.

Beruntung Zia datang telat karena gue pun saat ini masih berada di kampus untuk menunggu Raina. Bisa-bisanya dia meninggalkan notebook nya di mobil gue.

"Arsaa.." teriaknya.

Gue menoleh ke sumber suara, dimana Raina berdiri sambil melambaikan tangannya.

Gue berdiri dari tempat duduk dan berjalan menghampirinya yang tengah mengobrol dengan salah satu temannya.

"Ini," gue menyerahkan notebook miliknya.

"Makasih, ya, Sa. Aku pikir ketinggalan di rumah, aku cariin di tas nggak ada." katanya sambil ketawa.

Gue mengangguk, "Kamu abis ini mau kemana? Aku mau jalan sama Nindya, ya." katanya.

Lagi, gue mengangguk, "Iya, jangan pulang kemaleman." kata gue.

Raina tersenyum makin lebar, "Siap." ucapnya.

Gue melihat jam yang berada di layar hape, "Aku duluan, Na." pamit gue pada Raina.

Meninggalkannya sendirian.

"Arsa, kamu hati-hati jangan macem-macem, ya." teriaknya masih bisa gue dengar dengan jelas.

Gue hanya tersenyum tipis mendengarnya, tanpa berbalik badan.

Beruntung tempat janjian gue dan Zia nggak jauh dari kampus, di salah satu starbucks.

Saat memasuki starbucks, gue memandangi sekeliling barangkali Zia sudah sampai duluan. Dan benar saja, dia yang melihat gue, langsung melambai tangan ke arah gue berdiri.

"Sorry gue yang telat." kata gue setelah duduk di depan Zia.

Senyumnya, "Santai lah, anak kampus pasti sibuk." katanya sambil tertawa.

"Lo mau makan?" tawarnya yang gue tolak dengan gelengan, "Minum aja. Bentar, gue pesan dulu." gue beranjak meninggalkan Zia.

Setelah mendapat pesanan yang gue mau, gue kembali ke kursi dimana Zia berada.

"Gimana kabar mama lo?" tanya gue sebagai pembuka pertemuan kita.

Zia mendongak ke arah gue dengan wajah kagetnya, "Oh mama udah baikan, gue minta dokter buat rawat jalan aja, karena di rumah sakit mama gak ada yang jaga." katanya.

Gue ngangguk paham, "Gak nyoba sewa asisten rumah tangga aja? Kan bisa bantu-bantu di rumah juga kalo lo pas nggak ada." saran gue.

"Mau sih, cuma sekarang susah nyari yang bisa di percaya, Sa." jawabnya.

Mysterious BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang