***
Awalnya, Hanin hanya mengira jika Arya mendapatkan nomor ponselnya dari Bunda. Namun, setelah berpikir kembali, apakah Bunda tidak merasa curiga jika hubungannya dengan Arya tidaklah seperti yang Bunda harapkan. Semua kebingungan Hanin terpecahkan ketika Arya mengatakan sendiri padanya.
Lelaki itu mengatakan alasannya mengetahui nomor ponselnya yang tak lain karena Almeera pernah memberikan kepadanya. Selebihnya, Hanin tidak tahu apa alasan Almeera memberikan nomor ponselnya pada Arya. Lelaki itupun tidak menjelaskan secara rinci. Hanya mengatakannya secara singkat, seolah takut Hanin berpikir terlalu jauh. Aneh bukan? Memang apa yang diharapkan dari pernikahan ini?
Meskipun begitu, tekad Hanin tetap kuat untuk mempertahankan pernikahan ini. Ia tidak mau ada perceraian dan tidak akan pernah ridho. Walaupun perceraian dalam Islam tidak diharamkan, tetapi Allah tetap membenci apa itu perceraian.
Sebagaimana Imam at-Tirmidzi ra (1863) :
Katsir bin 'Ubaid telah menceritakan kepada kami (dia berkata) :
"Muhammad bin Khalid telah menceritakan kepada kami dari Mu'arrif bin Washil dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu Unar dari Nabi saw beliau bersabda :
Perkara halal yang Allah benci adalah perceraian."
Jadi, jika masih ada jalan keluar, Hanin yakin, bukan hanya ada perceraian yang menjadi akhirnya.
Pikiran Hanin terus berkelana hingga suara pintu kamar mandi berhasil membuat kesadarannya kembali. Gadis itu memandang Arya yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk di pinggangnya. Melihat pemandangan di depannya, sontak Hanin menunduk dalam. Meskipun Arya suaminya, tetap saja Hanin merasa tidak pantas untuk memandang lawan jenis. Apalagi Arya tidak pernah meminta haknya sebagai seorang suami.
Kembali memikirkan hal itu, Hanin merasa kecewa. Tepatnya kepada dirinya sendiri yang sampai saat ini masih belum menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri.
Lamunan Hanin kembali terpecahkan ketika tanpa sengaja melihat Arya yang tengah sibuk mencari baju. Dengan langkah tergesa, Hanin mendekatinya.
"Aku sudah memilihkan pakaian untukmu, Mas. Ada di atas kasur," ujar Hanin memberitahu suaminya.
Tetapi, apa yang terjadi? Arya masih saja sibuk mencari pakaian di lemari. Tentu saja membuat hati kecil Hanin terluka.
"Mas ...." Bersamaan dengan itu, pergerakan tangan Arya terhenti. Sepersekian detik hingga suara bariton itu mengatakan sesuatu yang membuat hatinya mencelos seketika.
"Saya sudah pernah memberitahu kamu. Jangan pernah berharap dengan pernikahan ini. Kamu tidak perlu melakukan kewajiban layaknya seorang istri sungguhan. Ingat, pernikahan ini terjadi karena keterpaksaan."
Dadanya bergemuruh, ada rasa tidak suka yang tidak dapat Hanin ucapkan lewat kata-kata. Gadis itu menghela napasnya, berusaha menetralisir rasa sesak di dada. Tidak. Ini baru permulaan. Ia tidak boleh menyerah untuk mempertahankan rumah tangga ini.
Akhirnya Hanin memilih untuk menunggu suaminya di sofa ruang tamu. Demi mengembalikan suasana hatinya yang terlanjur kecewa.
***
Di perjalanan menuju rumah Bunda, tidak ada percakapan yang mengisi kesunyian di dalam mobil ini. Arya fokus menyetir sementara Hanin sibuk memikirkan suatu hal.
Waktu pun terus bergulir, hingga akhirnya mereka sampai di kediaman orang tua Almeera. Sebenarnya, melihat rumah ini, Hanin selalu diingatkan dengan kesalahannya. Ya, kesalahan yang membuatnya sampai saat ini terus menyalahkan dirinya atas kepergian Almeera.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Heart [END]
Romance[ ROMANCE - SPIRITUAL ] 📌Jangan lupa untuk baca SQUEL-nya juga🤗 = (Mushaf Cinta Dari-Nya) *** Hanindiya Puspita, seorang perawat yang berusia 24 tahun harus menanggung ujian kehidupan yang seolah selalu mempermainkannya. Ia sudah menjadi yatim pia...