Khawatir itu lazim. Memang tak ada yang bisa manusia rasakan selain khawatir ketika orang yang disayanginya terluka.
About Heart
==
Terlalu penat untuk memikirkan pekerjaan dan pernikahan terpaksanya ini. Arya sampai gagal fokus saat meeting berlangsung. Beruntung ada Pandu yang sigap mewakili dirinya yang bingung menjawab pertanyaan patner bisnisnya.
Tetapi ternyata, kesengsaraannya tidak berakhir begitu saja. Setelah meeting usai, ia harus berulang kali membaca berkas-berkas yang harus ditanda tanganinya. Fokusnya mendadak hilang. Namun Arya juga tidak dapat mengabaikan berkas-berkas ini. Tidak dengan bantuan Pandu seperti tadi. Berkas ini terlalu penting dan ia harus teliti membaca setiap berkas sebelum dibubuhi tanda tangannya.
Sekali lagi, Arya harus mendesah frustasi. Pikirannya terus berkelana memikirkan sosok istri yang tak pernah ia inginkan. Menerimanya saja Arya tidak begitu yakin. Inilah risiko mencampur adukkan antara pekerjaan dan rumah tangganya.
Masalahnya, ada sebagian hatinya yang seperti tak rela. Entah ketidakrelaan apa itu. Keberadaan Hanin tanpa sadar memporak-porandakan hidupnya. Keterlibatan Hanin dalam setiap kegiatan di apartemen membuat Arya takut terlanjur bergantung. Apalagi dengan segala pelayanan Hanin sebagai seorang istri. Maka dari itu, Arya selalu menolak hal-hal kecil yang istrinya itu lakukan.
Hanya malam itu saja Arya mengalah dengan egonya. Malam itu pertama kalinya Arya menerima pelayanan Hanin selain makanan. Tidak sepenuhnya terpaksa. Saat melihat perubahan Hanin yang cenderung suka melamun membuat hatinya tergerak karena rasa penasaran. Hingga akhirnya tanpa sadar Arya membuka peluang gadis itu untuk berjalan lebih jauh memasuki kehidupannya. Arya tidak mau itu terjadi. Apalagi jika nantinya gadis itu yang terluka karena sebuah perasaan.
"Boss!!" Arya terkejut dengan tepukan kecil di pundaknya. "Aku panggil-panggil nggak jawab. Kenapa, Bos?" tanya Pandu dengan wajah tanpa rasa bersalah.
Seketika Arya meraup wajahnya kasar, menampakkan dirinya yang tengah frustasi.
"—Bau-baunya ada masalah rumah tangga, nih," tebak Pandu, sahabat yang merangkap menjadi sahabatnya.
"Ndu ...." Ada jeda sejenak. "Sebenarnya, pernikahan saya dengan Hanin itu kesalahan," ucap Arya mulai jujur dengan sahabatnya itu. Ia benar-benat butuh orang lain untuk menjadi teman keluh-kesahnya.
"Apanya yang kesalahan? Gile aja penikahan dibilang kesalahan," protes Pandu meresponnya.
"Dia sebenarnya hanya pengantin pengganti."
"Apa?!" Hampir saja Pandu berteriak.
Arya lebih memilih mengabaikan keterkejutan Pandu. "Calon istri saya meninggal tepat tiga hari sebelum pernikahan. Akibat kecelakaan," ungkapnya lagi.
"Ah, yang bener, Bos?" tanya Pandu masih tidak percaya dengan ini semua.
Arya mengangguk pelan. Pikirannya kacau dan ia butuh ketenangan dengan bercerita pada Pandu.
"Hanin adalah pengantin pengganti. Pernikahan ini terjadi atas permohonan Bunda Almeera, calon istri saya."
Pandu tak merespon. Ia masih terkejut dengan fakta yang baru saja diketahuinya. "Sudah seminggu lebih tapi baru cerita sekarang?" tanya Pandu tak percaya dengan sahabatnya ini. Masa bodoh dengan norma kesopanan antara bos dan karyawan. Arya lebih membutuhkan sosok sahabat. "Ah, okey, kalau nggak cerita tentang ini. Aku hargai sebagai privasimu. Tapi, bagaimana dengan Hanin?"
Arya terdiam mendengarnya. Lelaki itu tak tahu harus menceritakan hal ini atau tidak.
"Rumah tangga saya ... sebenarnya kacau. Saya belum menerima keberadaan gadis itu."
Sudah Pandu duga. Pasti seperti ini akhirnya. Pandu menghela napasnya, lalu berujar, "Meskipun pernikahanmu terpaksa, tetap saja kalian sudah menjadi suami-istri yang sah di mata hukum maupun agama. Sudah sepantasnya kamu menerima dia."
Pandu mencoba menasehati Arya. Ia tak mau sahabatnya ini menyesal di kemudian hari. Jika memang ini jalannya, Pandu yakin sudah menjadi garis takdir kehidupan Arya. Harusnya ia mensyukuri apa yang telah terjadi sekarang. Apalagi memiliki istri seperti Hanin. Sosok perempuan yang mau menutup auratnya di saat semua perempuan zaman sekarang berlomba-lomba memperlihatkan kemolekan tubuhnya.
Namun respon Arya lain. Lelaki itu malah mengatakan hal yang membuat Pandu sangat menyesali sikap Arya.
"Tapi kasusnya ini beda. Saya bahkan nggak rela dia menjadi istri saya. Terlalu sulit menerimanya," keluh Arya tanpa sadar.
"Apa yang kamu katakan? Jangan sekali-kali bicara seperti itu. Tidak sepantasnya kamu memperlakukan gadis baik itu seperti ini. Aku yakin, dia jodoh terbaik yang Allah berikan untukmu. Oh ayolah ... Harusnya kamu bangga memlikinya. Sangat sulit mencari perempuan seperti Hanin."
Arya justru mendesah keras. Niatnya bercerita dengan Pandu agar pikirannya dan hatinya lega. Tapi malah berujung Pandu yang memojokkan dirinya.
"—Rela nggak rela Hanin sudah jadi istrimu. Tanggung jawabmu. Jangan sampai kamu menyesal. Oh iya, satu lagi. Jangan lupa, Allah Maha Membolak-balikkan perasaan. Bisa saja suatu hari nanti perasaan itu hadir, tapi kamu sudah terlambat."
Setelahnya Pandu pergi meninggalkan Arya yang termenung di ruangannya seorang diri. Bertepatan dengan perginya Pandu, ponsel Arya bergetar. Dengan cepat lelaki itu meraihnya. Lockscreen menampilkan nama seseorang yang tadi menjadi pembicaraan mereka. Arya tampak termenung sesaat. Tumbe sekali Hanin menelponnya? Jarinya tergerak untuk menscroll tombol hijau, kemudian Arya mengangkatnya dengan ragu.
"Halo ...."
Terdengar suara dari seberang sana. Itu bukan suara Hanin, lebih tepatnya suara lelaki. Arya menurunkan ponselnya, memastikan penggilan telepon itu dari Hanin atau bukan. Tetap saja layar handphone-nya menampilkan nama istrinya.
"Halo ... Maaf ini siapa? Mengapa ponsel istri saya ada di tangan Anda?" tanya Arya tanpa sadar menegaskan kepemilikannya.
"Oh begini Pak. Pemilik ponsel ini mengalami kecelakaan. Sekarang berada di Rumah Sakit Cahaya Medika. Pemilik ponsel ini me—"
Tut, tut, tut ....
Arya memutuskan panggilan itu secara sepihak. Lelaki itu beranjak dari duduknya, dengan terburu-buru ia meninggalkan ruangannya. Ya ampun, apakah perkataan Pandu akan terjadi? Arya tidak tahu apa yang tengah dirasakannya ini. Yang jelas, sekarang ia khawatir. Dan Arya tidak tahu mengapa ia bisa sekhawatir ini.
"Ubah ulang semua jadwal saya. Batalkan semua pertemuan. Jika ada yang tidak bisa dibatalkan, kamu handle semua pekerjaan saya hari ini. Saya ada urusan," ujar Arya terdengar akan sirat kekhawatirannya.
Ada apa dengan Arya? Mengapa begitu terburu-buru? Pandu melihat punggung Arya yang mulai menghilang. Lelaki itu terlihat sangat terburu-buru.
***
To be continue.
Aku gabut bet sebenarnya. Yaudin publish part ini. Bonus buat kalian yg mau setia baca, hemmm 😆😆
Jangan lupa tinggalkan jejak ^^
#AtikaFee
KAMU SEDANG MEMBACA
About Heart [END]
Romance[ ROMANCE - SPIRITUAL ] 📌Jangan lupa untuk baca SQUEL-nya juga🤗 = (Mushaf Cinta Dari-Nya) *** Hanindiya Puspita, seorang perawat yang berusia 24 tahun harus menanggung ujian kehidupan yang seolah selalu mempermainkannya. Ia sudah menjadi yatim pia...