Don't Plagiat !!
Selamat Membaca :)
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Hanindiya Puspita binti almarhum Aditya Wicaksana dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
Dengan satu tarikan napas suara berat itu mengucapkan qabul. Dalam hati, Hanin terenyuh. Tak menyangka kini ia sudah menjadi seorang istri, setelah dihadapkan dengan permintaan Bunda yang mengejutkan. Ya, tiga hari yang lalu akhirnya ia menyetujui permintaan Bunda. Gadis itu telah memikirkannya matang-matang dan menyerahkan semuanya pada Allah. Ia telah melakukan shalat Istikharah.
Bunda yang ada di sampingnya menggenggam lembut tangan Hanin. "Ayo kita turun, pasti semua telah menunggumu," ajak Bunda.
Hanin mengangguk. Ada rasa tak percaya jika kini ia telah berganti status. Di tangga, Hanin dapat melihat semua orang yang menatapnya dengan berbagai tatapan. Takjub, kasihan, ataupun benci. Hanin sadar, bukan hanya permintaan Bunda saja, ia harus tahu bahwa dirinya memanglah seorang pengantin pengganti.
Tanpa sadar air matanya jatuh membasahi pipinya. Dengan cepat ia menghapusnya. Ia harus kuat. Jika ini yang terjadi, Hanin akan melakukannya dengan ikhlas.
Saat dirinya telah berada di samping pria yang berstatus sebagai suaminya, Hanin merasa canggung. Suami? Bahkan Hanin masih tidak percaya ini.
Apalagi saat melihat tatapan kosong suaminya yang terhenti karena perintah penghulu untuk memasangkan cincin ke tangan Hanin. Gadis itu melihat bagaimana suaminya memasangkan cincin tanpa melihat wajahnya. Di saat ia memasangkan cincin ke jari tangan Arya, pandangan mereka bertemu. Buru-buru Hanin memutuskannya dengan mengambil pelan tangan Arya untuk ia cium. Dengan ragu Arya pun mencium kening Hanin. Kemudian terdengar suara tepuk tangan dari para tamu undangan.Waktu terus berputar, hingga Hanin dan Arya harus melakukan serangkaian upacara adat dan resepsi yang begitu melelahkan. Hanin tak menyangka jika acara pernikahan akan semelelahkan ini.
"Hanin, Arya ... Kalian istirahatlah ke kamar. Tamu-tamu akan Bunda urus," ujar Bunda saat melihat Hanin yang begitu kesulitan berdiri akibat heels-nya yang tinggi.
"Iya, Bunda," jawab Hanin sementara Arya mengangguk.
Mereka pun beranjak pergi ke kamar yang biasa ia tempati saat menginap di rumah ini. Hanin membuka pintu kamarnya perlahan, gadis itu berjalan ke arah kamar mandi. Namun, seolah baru tersadar, ia menghentikan langkah kakinya.
Hanin membalikkan tubuhnya. "M-mas ... Kamu dulu yang ke kamar mandi untuk membersihkan diri," ujar Hanin masih canggung. Gadis itu menunduk dalam.
"Aku akan membersihkan diri di kamar mandi lain."
"Tapi—"
Sebelum Hanin menyelesaikan ucapannya, Arya telah pergi keluar, meninggalkan ia sendiri di kamar. Tanpa sadar, Hanin menghela napas panjang. Mungkin Arya sedang sangat lelah. Ya, mungkin begitu. Ia harus positif thingking. Lelah yang ia rasakan pasti Arya rasakan pula.
Gadis itu pun kembali berjalan ke arah kamar mandi. Bersiap untuk membersihkan dirinya. Sungguh ia merasa panas mengenakan gaun pernikahan ini.
***
Arya kembali ketika Hanin tengah membenahi pakaiannya di dalam koper. Mendengar suara deritan pintu terbuka, sontak Hanin menolehkan kepalanya. Ia dapat melihat Arya yang berjalan ke arah kopernya, seolah menganggap Hanin tidak ada. Menyadari hal itu Hanin tersenyum getir.
"M-mas ... Ada yang bisa Hanin bantu?" tanya Hanin mencoba membuka suara.
"Tidak perlu."
Mendengar jawaban dingin itu membuat Hanin terdiam seketika. Mungkin Arya sedang dalam mood yang buruk, pikirnya mencoba menenangkan.
Melihat gestur tubuh Arya yang tengah kesulitan mencari sesuatu membuat Hanin tidak bisa berdiam diri.
"M-mas sedang mencari apa?" tanyanya lagi. Gadis itu mencoba mendekati Arya.
Lelaki itu menoleh menatap Hanin dengan sorot matanya yang tajam. Tatapan yang dilayangkan Arya begitu dingin dan datar. Membuat Hanin berhenti dari langkahnya seketika. Gadis itu pun menunduk dalam, jemarinya bergerak saling bertautan.
"Jangan—"
Ceklek ...
Ucapan Arya terpotong karena seseorang yang membuka pintu kamarnya. Terlihat wanita paruh baya yang tersenyum menatap mereka berdua.
"Bunda ingin berbicara sebentar pada kalian," ujar Bunda.
Perlahan, Bunda berjalan ke arah ranjang. Beliau duduk di sana dan diikuti oleh Hanin. Sementara Arya duduk di sofa tak jauh dari ranjang.
"Sebelumnya, Bunda mau minta maaf sama kamu Hanin. Permintaan Bunda pasti membuatmu terkejut. Tapi tolong pahami Bunda. Bunda hanya ingin yang terbaik untuk kamu," kata Bunda langsung membuka suara.
"Hanin paham Bunda. Apapun yang Bunda katakan, selagi itu tidak merugikan Hanin dan tidak menentang agama, pasti akan Hanin lakukan."
Tiba-tiba Bunda terisak mendengar perkataan Hanin. Gadis itupun memeluk Bunda dari samping seraya mengelus bahu wanita paruh baya itu.
"Hiks ... Bunda hanya ingin kamu tahu, bukannya Bunda egois. Tapi Bunda ingin kamu dilindungi oleh seseorang. Sekarang hanya kamu putri Bunda. Meski kamu bukan darah daging Bunda, tapi Bunda telah menganggap kamu seperti anak sendiri. Putri kecil Bunda telah pergi meninggalkan Bunda. Hanya kamu satu-satunya yang Bunda punya. Bunda tidak ingin kehilangan kamu, sayang." Mendengarnya, Hanin ikut menangis. Namun isaknya ia tahan.
"Ssttt ... Hanin nggak menganggap Bunda egois kok. Mungkin ini memang takdir Allah yang dilakukan lewat perantara Bunda," ujar Hanin menenangkan.
Setelah isak Bunda mulai mereda, wanita paruh baya itu mendongak menatap Arya yang kini menatap mereka berdua.
"Untuk kamu Arya, Bunda mohon lindungi Hanin seperti kamu melindungi Almeera dulu. Jangan sekali-kali kamu bandingkan mereka. Bunda mohon dengan sangat ... jaga Hanin untuk Bunda. Jaga keutuhan rumah tangga kalian. Bunda tahu, kamu belum mencintai Hanin. Tapi percayalah, rasa itu akan hadir karena kebersamaan. Jika pernikahan kalian gagal, orang yang paling terpukul adalah Bunda. Jadi tolong, jaga rumah tangga kalian untuk Bunda."
Bunda menatap Arya penuh harap. Namun berbeda dengan Arya, lelaki itu menatap kosong ke depan. Namun tak urung ia menganggukkan kepalanya meski ragu. Ya, Hanin dapat menangkap jelas dari sorot matanya akan keraguan itu. Hanin tersenyum getir melihatnya.
"Kami pasti akan menjaga rumah tangga ini, Bunda. Bunda percaya Hanin kan?" sahut Hanin saat melihat raut wajah Bunda yang sendu saat melihat anggukan keraguan Arya.
Bunda tersenyum tipis. "Bunda percaya Hanin." Wanita paruh baya itu menggenggam tangan Hanin.
Suasana pun menjadi canggung. Arya masih bergeming. Pikirannya terpacu pada rasa bersalah karena responnya menjawab perkataan Bunda. Jujur saja, ia memang merasa bersalah. Tetapi ia tidak bisa berjanji begitu saja. Ia tidak mau berjanji jika pada akhirnya nanti ia akan ingkar.
"Ah, yasudah Bunda akan turun. Kalian juga harus turun ke bawah. Tadinya Bunda ingin memberitahu kalian untuk segera turun karena makan malam bersama akan dimulai. Tapi malah kalian di sini mendengar pidato panjang, Bunda," ujar Bunda terkekeh. Wanita itu berusaha mencairkan suasana. Hanin pun tersenyum tipis memdengarnya.
Kemudian mereka keluar bersama diikuti Arya yang berada di belakang mereka.
***
To Be Continue.
#AtikaFee
Kebumen, 28 September 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
About Heart [END]
Roman d'amour[ ROMANCE - SPIRITUAL ] 📌Jangan lupa untuk baca SQUEL-nya juga🤗 = (Mushaf Cinta Dari-Nya) *** Hanindiya Puspita, seorang perawat yang berusia 24 tahun harus menanggung ujian kehidupan yang seolah selalu mempermainkannya. Ia sudah menjadi yatim pia...