12. Sikap yang Berubah

54.2K 4K 15
                                    

Manusia diberikan akal untuk berpikir. Lantas, ke manakah akal mereka ketika mendapati cobaan, mereka hanya pasrah dan tidak mau berusaha untuk bangkit?

About Heart

==

Sorot matanya sendu, hatinya terasa sesak. Hanin tidak tahu harus melakukan apa. Ia terlalu pasrah, mungkin? Tetapi memang tak ada yang harus Hanin lakukan. Ia hanya terlalu berserah diri. Hidupnya sudah menyedihkan sejak kedua orang tuanya meninggalkan Hanin seorang diri. Kepergian Almeera menjadi kesedihan kedua setelahnya. Lalu, pernikahan ini? Apakah akan menjadi pelengkap kesedihan lainnya?

Sebenarnya Hanin sudah tak pernah merisaukan hal ini. Ia tidak pernah mengungkit segala kesedihan yang ia rasakan. Tetapi, perkataan Tante Ulfah membuat Hanin terpuruk. Membuat gadis itu harus memutar kembali kenangan menyesakkan ini.

Seseorang masuk ke kamar Hanin. Namun tampaknya gadis itu belum menyadari keberadaannya. Arya, lelaki itu awalnya tidak terlalu menghiraukannya. Tetapi, menyadari ada sesuatu yang berbeda, Arya merasa risih sendiri. Perlahan Arya mendekati Hanin yang tampak melamun. Gadis itu duduk di depan meja riasnya. Sejenak, memang tampak seperti tengah menatap bayangan dirinya di cermin. Tetapi Arya tahu, Hanin tengah melamun. Sangat terlihat jelas dari sorot matanya.

"Ekhem ...." Arya berdehem singkat tanpa tahu harus berbuat apa. "Sebaiknya kita pulang sekarang. Tidak mungkin untuk menginap di rumah ini. Besok saya ada meeting."

Sebagai respon, Hanin hanya mengangguk. Meski awalnya ia terkejut dengan keberadaan Arya. Namun lidahnya kelu barang mengucap satu kata.

Setelahnya, Arya beranjak pergi dari sana. Membawa rasa penasaran tentang sikap Hanin yang biasanya selalu tersenyum, meski ada kepahitan di balik senyumnya itu.

***

"Hati-hati, Nak!" Bunda menatap keduanya lalu tersenyum.

"Iya, Bun. Kami pergi dulu. Assalamu'alaikum," ujar Arya kemudian mengemudikkan mobilnya keluar dari pekarangan rumah Ayah dan Bunda.

Sepanjang perjalanan, Hanin tetap saja diam. Gadis itu hanya menjawab seadanya ketika Bunda mengajaknya berbicara. Jelas membuat Arya memikirkan perubahan sikap Hanin. Ada apa dengan gadis itu?

Kali ini Arya merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini. Lelaki yang biasanya tidak peduli kepada Hanin itu, justru penasaran dengan sikapnya. Pasalnya, Hanin selalu memulai pembicaraan meski dengan nada yang terdengar ragu. Lain hal dengan sekarang, gadis itu diam, seolah asyik menyelami pikirannya.

Tapi tetap saja Arya tidak bertanya atau bahkan membuka suaranya sekalipun. Egonya terlalu tinggi hanya untuk memulai pembicaraan. Biarlah. Keterdiaman mereka bertahan hingga mereka sampai di apartemen. Saat di lift pun Hanin asyik melamun.

Sekali lagi sikap Hanin menyulut rasa penasaran dalam diri Arya. Apalagi saat memasuki apartemen, gadis itu melenggang pergi begitu saja. Bukan apa-apa. Hanya saja ini aneh. Biasanya Hanin akan mengajaknya berbicara meski reaponnya selalu dingin.

Baru saja akan memasuki kamar mandi, suara Hanin berhasil menginterupsinya.

"Mas, ini baju tidurmu."

Gadis itu menyodorkan pakaian tidur suaminya. Arya menatap Hanin bingung. Kemanakah sikap diam Hanin tadi? Arya memandang Hanin dan pakaian tidur itu secara bergantian. Kemudian, lelaki itu mengangguk kaku seraya meraih pakaian tidur itu dengan ragu.

Setelah berhasil masuk ke kamar mandi, Arya terdiam sejenak. Mengapa ia mau menerima pakaian ini? Biasanya ia selalu menolaknya. Ah, justru Arya dibuat bingung dengan dirinya sendiri.

***

Allahuakbar, Allahuakbar ...


Hanin membangunkan Arya ketika suara Adzan Subuh terdengar.

"Mas, bangun, Mas. Sudah Subuh," ujar Hanin pelan. Tangannya menyentuh lengan suamiya, menepuknya perlahan.

Hingga akhirnya mata itu terbuka, lelaki itu mengerjap berulang kali. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Arya mendudukkan tubuhnya sejenak, lalu beranjak pergi untuk mengambil air wudhu.

Setelahnya, Hanin kira Arya akan mengimaminya. Tetapi sekali lagi itu hanya sebuah angan. Lelaki itu malah menggelar sajadahnya lalu shalat tanpa menunggu Hanin. Padahal sedari tadi Hanin menunggu Arya untuk menjadi imam shalatnya. Gadis itu mendesah pasrah. Terlalu berat menjalani semua ini. Apalagi perkataan Tante Ulafah terus terngiang di kepalanya.

Paginya Hanin melakukan tugasnya seperti biasa. Setelah melakukan shalat subuh, ia menyiapkan pakaian untuk suaminya di saat lelaki itu tengah mandi. Niatnya, Hanin ingin mengambil kemeja berwarna biru langit yang terletak di lipatan paling bawah. Namun sebuah benda ikut terbawa hingga terjatuh ke lantai. Hanin meraih benda itu, lalu menatap bingung saat ia membalikkan benda yang tak lain adalah foto. Ada potret kebersamaan dua lelaki di sana. Arya dan seseorang yang tampak tidak asing baginya. Tapi siapa? Hanin merasa pernah melihatnya. Tapi di mana? Kapan?

Hingga suara pintu kamar mandi terbuka, dengan terburu-buru Hanin menyembunyikan foto itu di saku gamis rumahannya. Dengan cekatan ia mengambil kemeja dan jas yang tadi Hanin pilihkan untuk Arya.

"Ini Mas, pakaiannya."

Tidak seperti saat tadi malam, lelaki itu justru malah melenggang pergi tanpa memikirkan perasaan Hanin.

"—Mas ...," panggil Hanin sekali lagi. Namun tetap saja lelaki itu tidak menghiraukannya.

Hanin menghela napasnya lelah. Lalu mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Mengapa sikap Arya berubah lagi? Bukankah tadi malam lelaki itu mau menerima pakaian tidur yang ia pilihkan? Padahal, alasan Hanin untuk kembali tegar setelah pembicaraan singkat dengan Tante Ulfah yang tak lain karena perubahan sikap Arya. Lantas, dengan cara apalagi Hanin menyakinkan dirinya bahwa kebahagiaan itu ada untuknya?

Melihat Arya keluar dari tempat ganti, Hanin langsung berdiri. Ia mengikuti Arya di belakangnya.

"Lho, Mas, nggak sarapan?" tanya Hanin menghentikan langkah Arya yang akan keluar.

"Saya ada meeting mendadak."

Hanya itu yang dikatakan. Tanpa menoleh barang sejenak. Sekali lagi ia menghela napasnya lelah. Berulang kali ia beristighfar dalam hati. Sebenarnya sampai kapan sikap Arya begitu?

Tanpa mau memikirkannya lagi, Hanin melangkah ke dapur. Ia akan membawakan bekal untuk Arya seperti kemarin. Dan setelahnya bersiap untuk mengatarkannya sekaligus pergi ke rumah sakit tempatnya bekerja.

***

To Be Continue.

Pendek ya? Hihi ... 😅
Ada lanjutannya kok, tapi besok😆😆

Ayo tinggalkan jejak ^^

#AtikaFee

About Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang