Playlist : Day6 - I Need Somebody
***
"Nadhif nanyain lo kemarin." Ujar Hesa ketika Dhira menjawab telponnya.
Dhira mengernyit, "Ngapain dia nanyain gue?"
"Katanya, dia khawatir dan perlu tahu keadaan lo."
Dhira terdiam. Sedikit tersentuh karena ternyata Nadhif masih memikirkannya.
"Dan Nadhif juga nanyain janin lo."
"Lo.. lo nggak bilang apa-apa, kan?" Tanya Dhira khawatir.
"Nggak, Dhir. Tapi sorry, gue kasih tahu dimana lo tinggal sekarang ke Nadhif."
Mata Dhira melebar, "Maksud lo?!"
"Sorry, Dhir."
"Sumpah, lo udah janji nggak akan kasih tahu ke siapa-siapa, Sa. Cuman lo yang tahu dimana dan keadaan gue. Itu karena gue percaya ke lo, Sa." Dhira berdecak, merasa usahanya selama ini untuk bersembunyi sia-sia karena sahabat yang ia percaya.
"Gue rasa Nadhif perlu tahu keadaan lo, Dhir. Bagaimana pun juga Nadhif bapaknya anak lo."
"Tapi kita udah sepakat kalau masalah ini biar gue yang nyelesaiin. Nadhif udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sama gue."
"Tapi tetep aja, Dhir, Nadhif berhak tahu. Itu anak kalian berdua dan Nadhif juga berhak atas anak itu." Jelas Hesa membuat Dhira menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang ingin keluar. Sungguh, sejak ia hamil, entah kenapa, perasaannya menjadi begitu sensitif. Ia paling anti untuk mengeluarkan air mata tapi, sekarang dengan kejadian sepele pun Dhira bisa menangis. Entah ke berapa kalinya, Dhira selalu memaki akan kondisinya yang sekarang.
"Gue nggak mau Nadhif tahu, Sa." Ujarnya pelan. "Gue nggak mau dikasihanin. Gue juga nggak mau nyeret Nadhif ke masalah ini."
"Tapi ini masalah kalian berdua, Dhir. Sorry, kalau sikap gue bikin lo kecewa. Tapi percaya sama gue, Dhir, dengan jalan ini mungkin bisa ngeringanin beban lo. Sekali lagi, maaf, ya, Dhir."
Dhira diam dan setelah semenit berlalu, Hesa lalu mematikan sambungannya. Sisi emosionalnya terus keluar, ia menangis dan tak tahu menangisi apa.
***
Diumurnya yang baru menginjak dua puluh tahun, banyak hal yang sudah dialami Andhira. Tapi sayangnya, hal-hal yang seharusnya ia dapatkan ketika remaja malah terlewatkan begitu saja.
Ia anak korban broken home. Ayah Ibunya cerai. Ia tinggal dengan Ibu dan ayahnya menikah lagi dan mulai melupakannya. Ibunya selalu gonta-ganti pacar membuat Dhira tak pernah mengenal satu pun dari mereka. Dhira selalu menutup diri dan tak ingin ikut campur dengan urusan asmara Ibunya.
Ia tahu segala hal yang terjadi dihidupnya terdengar menyebalkan. Ia kadang iri dengan keluarga ayahnya yang tampak harmonis. Sempat ia utarakan tentang keinginannya untuk tinggal bersama keluarga ayahnya, dan tanpa ragu ayah menolak. Katanya, beliau ingin memulai hidup baru dan hanya akan menjaga Dhira dari jauh. Dan cara menjaga yang beliau maksud adalah dengan rutin mengirim uang pada Dhira yang berakhir ada pada tangan ibunya.
Ibunya yang tinggal dengannya pun jarang memperhatikannya. Wanita itu terlalu sibuk dengan dunianya dan tak pernah mengikutsertakan Dhira di dalamnya. Ibunya seolah kembali menjadi wanita lajang yang sibuk dengan pekerjaan dan urusan asmaranya.
Tak ada yang benar-benar peduli dan memberikan seluruh kasih sayang padanya. Ia kecewa dan marah, tapi tak tahu harus melampiaskan perasaan itu kemana. Ia hanya diam dan berusaha untuk hidup dengan baik. Ia berusaha belajar dengan benar dan ingin menggapai cita-citanya. Ia merasa jika segala hal yang memuakkan yang terjadi di hidupnya harus ia sikapi dengan baik. Ia ingin menjadi orang sukses meskipun tak memiliki keluarga yang mendukungnya. Ia ingin hidup mandiri dan mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resiliensi | Seri Self Acceptance✅
Ficción GeneralAndhira tahu hidupnya sudah berantakan. Tapi, bukankah selalu ada kesempatan untuknya memulai hidup yang lebih baik? Dan ia tahu, bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. There is no limit of strunggling. Cover by : canva