Playlist : Day6 - When You Love Someone
***
Bohong jika Nadhif bilang ia tak merasa bersalah pada Leta. Gadis itu merupakan salah satu hal yang ia pikirkan ketika memutuskan menikahi Dhira selain kekecewaan Ima dan masa depannya. Bagaimana pun juga Nadhif sudah bersama Leta satu tahun, dan ia bisa merasakan kecewanya Leta karena ia memutuskan pergi dengan alasan menghamili orang lain.
Nadhif mengenal Leta ketika ia masuk perguruan tinggi. Saat ospek ia pernah satu kelompok dengan gadis itu, dan fakultas mereka pun bersebelahan membuat Nadhif sering bertemu dengan Leta. Karena itulah mereka menjadi dekat dan setelah setengah tahun mengenal, mereka memutuskan berpacaran.
Leta baik. Hanya itu yang akan ia katakan ketika orang-orang bertanya mengapa ia memilih Leta. Selain itu, Leta juga mau menerima pria dengan banyak kekurangan seperti dirinya. Bahkan kadang ia merasa bahwa Leta terlalu baik untuknya. Gadis itu populer, cantik, dan pernah menjadi mahasiswa berprestasi di kampus. Banyak hal yang membuat Nadhif kadang merasa tak percaya diri namun Leta selalu meyakinkan dirinya dan mengatakan hal yang dapat membuatnya percaya diri.
"Aku nggak sebaik yang kamu pikir, Dhif. Dan aku juga yakin kamu nggak seburuk apa yang kamu pikirkan. Kita bisa berproses menjadi baik bareng-bareng."
Perkataan Leta sebelum mereka berpacaran sangat membekas di hati Nadhif. Setelah direhabilitas, ia mulai kehilangan rasa kepercayaan dirinya. Dan ia bersyukur dapat bertemu dengan orang sebaik Leta. Hanyasaja, kebrengsekannya yang membuat ia kehilangan gadis itu.
"Ta.. aku nggak pantas buat kamu." Ujar Nadhif sambil menatap Leta lembut. "Kamu pantes dapat lelaki yang jauh dari aku, yang nggak nyakitin kamu dan bisa ngehargain kamu."
Leta mengangguk, "Aku tahu, Dhif. Kamu brengsek karena main di belakang aku dan bahkan sampai Dhira hamil. Aku tahu. Tapi aku nggak bisa. Aku nggak nerima ini."
Nadhif memejamkan matanya. Ini terlalu sulit, batinnya. Ia tak sanggup menatap wajah kecewa Leta. "Tapi, Ta aku-"
"Aku maafin kamu, Dhif." Potong Leta. "Aku tahu kamu kesulitan karena keadaan kamu sekarang. Dan aku mau nemenin kamu lagi, Dhif."
Diantara banyaknya asumsi Nadhif mengenai Leta, ia tak menduga bahwa Leta akan memaafkan dan memintanya kembali. Dan sekarang, Nadhif tak tahu harus bagaimana.
***
"Leta udah pulang?" Dhira bertanya ketika Nadhif baru masuk kamar. Melihat wajah lesu Nadhif, Dhira mengira bahwa pembicaraan lelaki itu dan mantan pacarnya tak berjalan dengan baik.
"Are you ok?" Tanya Dhira khawatir. Nadhif tersenyum dan mengangguk pelan, "Cuman shock dikit, Dhir."
"Leta nampar sambil maki-maki lo lagi?" Tanya Dhira hati-hati.
Nadhif menggeleng, "Nggak, kok."
"Terus?"
Nadhif terdiam dan Dhira merasa ia terlalu ikut campur. "Sorry, kalau lo nggak mau jawab nggak apa-apa, kok."
Nadhif menghampiri Dhira yang sedang duduk di atas kasur dan ikut duduk di sampingnya. Mata lelaki itu menatap perut Dhira dan dengan ragu ia memegang perut Dhira dengan kaku. Dhira yang melihat itu sedikit tersentak. Ini pertama kalinya Nadhif memegang perutnya.
"Lo sayang de utun, Dhir?" Tanya Nadhif tiba-tiba.
Dhira mengernyit, tak menyangka lelaki di sampingnya akan bertanya hal seperti itu. Dan sejujurnya, ia tak tahu harus menjawab apa. Ia tak merasa sayang pada janinnya sendiri, hanya keterikatan yang Dhira rasakan.
"Nggak tahu, Dhif. Gue cuman ngerasa ada keterikatan antara gue dan dia." Dhira menunjuk perutnya dengan dagunya. "Kalau lo?" Balasnya ragu.
"Gue lagi berusaha buat sayang sama dia." Jawab Nadhif tak ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resiliensi | Seri Self Acceptance✅
Ficción GeneralAndhira tahu hidupnya sudah berantakan. Tapi, bukankah selalu ada kesempatan untuknya memulai hidup yang lebih baik? Dan ia tahu, bahwa kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. There is no limit of strunggling. Cover by : canva