11| Capek

3.3K 417 6
                                    

"Lo jahat banget, Dhir, nikah sama si Nadhif tapi nggak ngundang kita-kita." Chandra, lelaki brewok bertubuh jangkung dengan lengan yang dipenuhi tato itu memandangnya tak suka.

Dhira menghela napas pendek. Ini di luar prediksinya. Tadi saat ia sedang berbelanja di minimarket, tiba-tiba ia bertemu dengan Chandra, Erik dan Misya yang merupakan temannya. Teman nakalnya, lebih tepatnya. Usia mereka diatas Dhira, dan Dhira mengenal mereka bukan dari lingkungan yang baik. Bisa dibilang mereka orang yang mengenalkan Dhira pada dunia-dunia terlarang yang akhirnya menyebabkan ia harus nikah di usia muda.

"Sorry." Balas Dhira singkat. Ia lalu menerima rokok memberian Misya.

Gadis berambut panjang itu duduk di sebelahnya dan memperhatikannya intens, "Dhir gue tahu lo hamil."

"Iya, lo nggak mungkin nikah sama si Nadhif kalau nggak hamdu." Tambah Erik.

Awalnya Dhira ingin menyembunyikan fakta ini, tapi sepertinya percuma. "Iya, gue hamil."

"Lo sekarang sombong, sumpah, Dhir. Si Nadhif juga lagi. Kalian nikah nggak ngundang-ngundang dan jarang maen ke kosan gue." Protes Chandra lagi masih dengan tatapan tak sukanya.

Bukan tanpa alasan mengapa ia menghindari teman sepermainannya dulu. Sejak dinyatakan hamil, Dhira sadar teman-temannya secara tidak langsung memberi pengaruh akan apa yang ia alami sekarang. Ia juga tak yakin akan baik-baik saja jika masih ada di lingkungan mereka. Jadi Dhira putuskan untuk menghindari mereka sejenak demi dirinya. Dhira tak tahu apakah Nadhif masih kumpul dengan mereka, tapi mendengar perkataan Chandra, sepertinya Nadhif sama seperti dirinya.

"Kita nikah di rumah Nadhif, kalau kalian datang pasti bakal diusir sama si nek lampir." Jawab Dhira.

"Anjir, iya juga." Erik terkekeh. "Kok lo mau, sih, nikah sama Nadhif? Pasti lo banyak dinyinyirin sama nek lampir."

Belum sempat Dhira menjawab, Misya langsung berkata sewot, "Ya kalau nggak hamdu juga si Dhira nggak bakal nikahlah."

Dhira tersenyum kecil dan mengangguk setuju. Ia memang tak akan nikah dengan Nadhif atau siapapun itu jika bencana ini tak terjadi.

"Terus gimana sekarang kandungan lo, Dhir? Kenapa lo nggak gugurin aja?" Tanya Misya sambil memperhatikan perutnya yang agak membuncit. "Kok perut lo nggak kayak yang lagi hamil, ya?" Komentarnya.

"Lagi jalan empat bulan. Ini karena gue pakai kaos longgar, jadi nggak kelihatan hamil."

"Kenapa lo nggak gugurin kandungan lo, Dhir?" Tanya Chandra menanyakan kembali pertanyaan Misya yang belum sempat terjawabnya tadi.

"Tadinya gue memang mau aborsi, tapi.." Dhira menggigit bibirnya, ragu jika teman-temannya dapat menerima alasan yang akan ia katakan.

"Lo takut?" Tanya Misya.

"Wajar kok kalau takut." Seru Erik. "Pacar temen gue aja sempet masuk UGD pas dia lagi ngegugurin kandungannya."

"Terus sekarang gimana?" Tanya Misya penasaran.

Erik mengedikkan bahunya, "Nggak tahu, kalau nggak salah, sih, rahimnya rusak sekarang."

"Ya ampun." Seru Misya heboh.

Sejujurnya Dhira tak takut akan konsekuensi yang terjadi jika ia memilih aborsi. Ia hanya takut ia akan merasa bersalah seumur hidup karena telah membunuh calon manusia yang merupakan anaknya sendiri.

"Kenapa, Dhir?" Tuntut Chandra lagi. Chandra memang tipe orang yang akan terus menuntut jika belum mendapatkan apa yang ia mau.

"Gue pingin anak ini lahir." Jawab Dhira dan Chandra langsung menggeleng tak percaya, "Nggak masuk akal." Serunya.

Resiliensi | Seri Self Acceptance✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang