Dengan langkah terburu-buru aku memasuki rumah dinas kak Bayu. Setelah mendengar ucapan kak Bayu kemarin, seharian aku merenung dan tak bisa tidur. Aku makin penasaran apa kak Bayu tahu soal seleksi SM-3T ku—Sarjana Megajar Terdepan,Tertinggal, dan Terpencil. Seleksiku sudah memasuki tahap akhir dan tinggal menunggu pengumuman. Pasalnya, aku mengikuti seleksi nasional saat aku selesai Yudisium beberapa waktu yang lalu. Niat hati akan memeberitahu ini ke orang rumah dan mas Yudha setelah aku dinyatakan lolos. Meskipun ini salah dan bisa saja membuat mereka kecewa, tapi aku juga tidak yakin jika memberitahu mereka di awal mereka bakal memberi izin, terlebih kak Bayu. Dia pasti berada di garda terdepan untuk menolak ideku.
Setelah mengucap salam aku nyelonong masuk, karena kebetulan pintu sedang terbuka lebar. Aku celingukan mencari keberadaan penghuni rumah. Bu persit kemana sih ? pintu dibuka lebar orangnya gak ada. Kalau kak Bayu sudah dipastikan tidak ada, ini masih jam kerja. Kalau Mahira, pasti keponakan cantikku itu lagi sekolah dengan mengenderai sepeda roda empatnya.
Aku ngacir ke arah dapur, nihil. Disana tidak ada tanda-tanda kehidupan kecuali suara kulkas yang berdenging. Mataku berhenti menatap pintu di samping rak piring, pintu kayu itu terbuka. Mungkin mbak Runa ada di halaman belakang
Hatcih....
“Mbak!” Sapaku saat melihat mbak Aruna tengah sibuk berkutat dengan tumpukan kardus berisi buku dengan debu setebal bedaknya tante-tante, membuat mbak Aruna bersin-bersin walaupun sudah mengenakan masker.
Mbak Runa menurunkan masker yang menutupi sebagian wajahnya, kemudian berjalan menghampiriku yang masih berdiri mematung di ambang pintu.
“Eh, Anty cantik...sudah lama gak main kesini. Di ajak kencan terus ya sama om Yudha?” Godanya usil. Aku mencium punggung tangannya. Harus sopan sama orang yang lebih tua.
“Kencan apaan, dia sibuk tanding yongmodo tuh! Selalu saja jadi nomer dua.” Cibirku kesal.
“Ha ha ha, cemburu nih ceritanya.”
“Di saat pasangan lain cemburu karena pasangan mereka ketahuan selingkuh atau jalan dengan wanita lain. Aku malah cemburu sama benda mati. Lucu sekali.” Aku tertawa sumbang.
“Itulah seni nya jadi pedamping abdi negara dek. Mereka lebih sering meluk SS1 ketimbang meluk kita. Mereka lebih mengutamakan negaranya daripada kita keluarganya. Anti mainstrime pokoknya.” Mbak Runa terkekeh. Bu persit ini, sepertinya lagi mencurahkan isi hatinya.
“Di syukuri ajalah mbak! Hanya perempuan hebat yang mampu bersanding dengan mereka. Dan mbak salah satunya.”
“Kamu juga dek! Suatu saat nanti. Akan ada masanya kamu duduk termenung menunggu kepulangan om Yudha dari medan perang ataupun latihan . Percayalah itu adalah hal yang paling menyenangkan sekaligus menjengkelkan.”
“ Takdir tuhan tidak ada yang tahu mbak. Semoga Rara sampai ke titik itu.” Aku tersenyum. Dibalas mbak Runa dengan senyum tak kalah anggun.
“Yuk ah masuk, di sini berdebu. Kakak mu itu hobi banget kalau masalah beli buku tapi kalau disuruh membaca malasnya gak ketulungan.” Gerutu mbak Runa sambil menggiringku masuk.
Faktanya, minat baca rakyat Indonesia memang cukup tinggi, tapi daya bacanya rendah. Indikatornya? Kita bisa melihat diri kita sendiri, bisa tahan berjam-jam lamanya saat membaca media sosial. Sedangkan ketika membaca buku, begitu melihat tulisan panjang, dilewatin. Buku sedikit tebal, mundur gak jadi baca. Itu menandakan minatnya ada, tapi dayanya masih rendah.
“Kamu sudah sarapan dek?” Tanya mbak Runa dengan tangan sibuk mengaduk teh di dalam cangkir.
“Sudah kok mbak, tadi di rumah bareng Ayah sama Bunda.” Sahutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEJANIRA (Terbit Ebook di Play Store)
General FictionKisah sarjana koplak yang sedang menempuh sekolah profesinya dan Danton galak yang sedang bertugas menjaga kedaulatan negaranya. Antara cinta dan pengabdian. Dejanira (Penyebar Cinta)? *** Kalau ada kesamaan nama, alur, latar, dan penokohan adalah...